Shalat `Iedul Fithri dan `Iedul Adha
(134)
I. Hukum Shalat 'Ied
Sholat
sunnah Ied menurut jumhur ulama hukumnya adalah sunnah mu’akkadah. Hal ini
dikarenakan Rasulullah SAW selalu melaksanakan sholat sunah tersebut dan tidak
pernah meninggalkannya. Bahkan dalam salah satu hadis Rasulullah SAW
memerintahkan agar semua wanita baik itu yang haidh, yang dipingit, dan budak
belian agar berangkat ke tempat pelaksanaan sholat Ied. Semua itu menujukkan
bahwa hukum shoat Ied adalah sunnah mu’akkadah. I. Hukum Shalat 'Ied
وَعَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : { أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْعَوَاتِقَ ، وَالْحُيَّضَ فِي
الْعِيدَيْنِ : يَشْهَدْنَ
الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ ، وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ الْمُصَلَّى } . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari
Ummu ‘Athiyyah Ra ia berkata: “Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami untuk
mengeluarkan pada hari Iedul Fithri dan Iedul Adhaa: Wanita-wanita yang
dipingit, Wanita-wanita dan Hamba sahaya. Adapaun wanita-wanita yang sedang
haidh hendaklah mereka menjaughi tempat sholat dan menyaksikan kebaikan dan
dakwah kaum muslimin” Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, salah seorang diantara
kami tidak memiliki jilbab” Beliau menjawab: “Hendaklah saudaranya memberikan
pakaian kepadanya” (HR. Bukhori 324 dan Muslim 890)
وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : { كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،
وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ يُصَلُّونَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ } .
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari
Ibnu Abbas Ra ia berkata: “Aku pernah menyaksikan sholat Ied bersama Rasulullah
SAW, Abu Bakar, Umar dan Utsman Ra. Dan mereka semuanya melaksanakan sholat
sebelum khutbah” (HR. Bukhari No. 989 dan Muslim 884)
Dari Abu
Umair bin Anas bin Malik ia berkata: “Paman-pamanku dari kalangan Anshor yang
termasuk sahabat Rasulullah SAW pernah menceritakan padaku: Mereka berkata :
“Hilal bulan Syawal pernah tertutupi sehingga kami tidak bisa melihatnya,
kemudian besoknya kami melaksanakan shaum, kemudian menjelang sore datang
sekelompok kafilah dan bersaksi di hadapan Nabi SAW bahwa mereka melihat hilal
kemarin. Maka Rasulullah SAW memerintahkan mereka untuk berbuka dan pergi untuk
melaksankan sholat Ied esok harinya” (HR. Abu Daud/ Shohih Sunan Abi Daud No.
1026 dan Ibnu Majah/Shohih Sunan Ibnu Majah No. 634)
***
II.
Waktu Pelaksanaan Sholat Sholat Iedul fitri dilaksanakan pada saat matahari telah meninggi seukuran dua tumbak sedangkan pelaksanaan sholat iedul Adha dilakukan lebih awal, yaitu seukuran satu tombak.
Dari
Abdullah bin Bisr Ra, bahwasanya ia pernah keluar bersama orang-orang untuk
melaksanakan sholat iedul fithri dan iedul Adhaa, kemudian ia mengecam imam
yang selalu terlambat dan berkata: “Sesunguhnya ketika kami bersama Nabi SAW
maka pada saat ini kami telah selesai” dan hal tersebut terjadi ketika sholat
sunat dhuha. (HR Abu Daud lihat Shohih Sunan Abu Daud No. 1005)
***
III.
Shifat Sholat a. Jumlah Rakaat
Jumlah rakaat shalat ied 2 rakaat sebagaimana hadits berikut :
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
: { أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَلَّى يَوْمَ الْعِيدِ رَكْعَتَيْنِ ، لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهُمَا وَلا بَعْدَهُمَا } .
أَخْرَجَهُ السَّبْعَةُ
Dari
Dari Ibni Abbas ra bahwa Nabi SAW melakukan shalat 'Ied 2 rakaat, beliau tidak
melakukan shalat sebelumnya atau sesudahnya” (HR.
As-Sab'ah)
b.
Takbir 7 kali dan 5 kali
Dalam
pelaksanaan sholat Ied disunahkan untuk melaksanakan takbir 7 kali di rakaat
pertama dan 5 kali di rakaat yang kedua.
Dari
Abdullah bin Amr bin Al-Ash ia berkata: Nabi SAW bersabda: “Takbir ketika
sholat Ied 7 kali di rakaat yang pertama dan 5 kali di rakaat yang kedua” (HR
Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi. Lihat Shohih Sunan Abu Daud No. 1020 dan Shohih
Sunan Ibnu Majah 1056)
وَعَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَ : قَالَ
نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { التَّكْبِيرُ فِي الْفِطْرِ سَبْعٌ فِي الْأُولَى
وَخَمْسٌ فِي الْأُخْرَى وَالْقِرَاءَةُ بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا } أَخْرَجَهُ
أَبُو دَاوُد ، وَنَقَلَ
التِّرْمِذِيُّ عَنْ الْبُخَارِيِّ تَصْحِيحَهُ
Dari
Amr bin Syu'aib dari ayahnya dan dari kakeknya radhiyallahu 'anhum berkata
bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Takbir di sholat Iedul Fithri tujuh kali di
rakaat pertama dan lima
kali di rakaat yang kedua. Dan membaca ayat Al-Quran sesudah takbir pada
keduanya” (HR Abu Daud, lihat Shohih Sunan Abu Daud No. 1018)
Menurut
Imam Malik ra dan Auza’i tidak disunnahkan untuk membaca zikir apapun di antara
takbir-takbir tersebut karena tidak ada keterangan dari Rasulullah SAW yang
menyatakannya. Namun Imam Abu Hanifah ra dan Imam As-Syafi’i ra menyunnahkan
untuk membaca zikir di antara takbir itu dengan lafaz yang tidak ditentukan. c. Tidak Disyariatkannya Sholat sunnah, baik sebelum atau sesudahnya.
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
: { أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ صَلَّى يَوْمَ الْعِيدِ رَكْعَتَيْنِ ، لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهُمَا وَلا بَعْدَهُمَا } .
أَخْرَجَهُ السَّبْعَةُ
Dari
Ibnu Abbas Ra, berkata : “Sesungguhnya Nabi SAW keluar untuk melaksanakan
sholat Ied, kemudian beliau melaksankan sholat dua rakaat (sholat Ied), beliau
tidak melaksanakan sholat apapun baik sebelum atau sesudahnya dan Bilal Ra ada
bersama beliau” (HR. Bukhari
989 dan Muslim 884)
d. Tidak Disyariatkan Adzan dan Iqomah Ketika Sholat Ied.
Dalam pelaksanaan sholat Ied, tidak disyariatkan dikumandangkannya adzan, iqomah maupun bentuk panggilan-panggilan yang lainnya.
وَعَنْهُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : { أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الْعِيدَ بِلَا
أَذَانٍ ، وَلَا إقَامَةٍ } . أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد ، وَأَصْلُهُ فِي
الْبُخَارِيِّ
Dari
Ibnu Abbas ra berkata bahwa Nabi SAW melaksanakan sholat Ied tanpa ada adzan
maupun iqomah” (HR. Abu Daud dan berasal dari Bukhari)

Khutbah Idul Fithri dan Idul Adha sebenarnya tidak berbeda dengan khutbah jumat. Kecuali memang ada beberapa hal yang berbeda hukumnya. Ada beberapa urusan yang diwajibkan dalam khutbah Jumat namun tidak diwajibkan dalam khutbah Ied.
وَعَنْهُ قَالَ : { كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إلَى الْمُصَلَّى
وَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ
النَّاسِ - وَالنَّاسُ عَلَى صُفُوفِهِمْ - فَيَعِظُهُمْ وَيَأْمُرُهُمْ } . مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ
Bahwa Nabi SAW keluar pada hari 'Iedul
Fithr dan 'Iedul Adha ke mushalla, beliau memulai pertama kali dengan shalat,
kemudian beranjak dan berdiri menghadap orang-orang, sementara orang-orang
masih dalam shaf masing-masing, beliau menasehati mereka dan memerintahkan
mereka.
Para ulama Asy-Syafi`iyah menyebutkan bahwa dalam masalah
keharusan duduk antara dua khutbah, bila pada khutbah Jumat diharuskan ada
duduk antara dua khutbah, maka pada khutbah Ied tidak diwajibkan untuk duduk
diantara dua khutbah, hanya disunnahkan.
Begitu
juga bila dalam khutbah Jumat, disyaratkan kondisi imam yang suci dari hadats
kecil (dalam keadaan berwudhu’), dalam khutbah Ied tidak disyaratkan. Begitu
juga dengan berdiri, bila pada khutbah diwajibkan untuk berdiri saat
menyampaikan khutbah, maka pada khutbah Ied tidak diwajibkan, hanya
disunnahkan. (Silahkan periksa pada kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah Zuhaili hal 1405).
Dengan demikian, bila dalam kesempatan khutbah Idul Fitri maupun Idul Adh-ha, Anda mendapati ada khatib yang khutbah hanya sekali, hukumnya boleh karena hanya sunnah saja. Namun tentu saja lebih baik bila khutbah itu dilakukan secara lengkap dengan sunnahnya.
***
IV. Tempat Shalat `Ied Para fuqoha telah sepakat bahwa semua tempat yang bersih dan bisa menampung jama’ah yang banyak jumlahnya bisa dipergunakan sebagai tempat untuk melaksankan sholat Ied. Baik itu di Masjid atau di tanah lapang. Namun demikian, mereka menyatakan pelaksanaan sholat tersebut di tanah lapang adalah lebih utama.

Sedangkan kebiasan membaca tahlilan seusai melaksanakan sholat 'Ied, belum kami dapatkan dalil yang sharih dan tegas yang menyatakan pensyariatan hal tersebut. Oleh karena itu kami sarankan anda untuk tidak melakukannya sampai ada keterangan yang shohih dari Rasulullah SAW, bahwa beliau pernah melakukan atau memerintahkan hal tersebut.
Sedangkan yang disyariatkan setelah pelaksanaan sholat Iedain tersebut adalah mengucapakan tahni'ah Ied sebagaimana diriwayatakan dari Jubair bin Nufair Ra, ia berkata: “Para sahabat Nabi SAW apabila bertemu di hari raya (Ied) sebagian dari mereka berkata kepada yang lain: “Taqobbalallohu Minnaa Wa Minkum (Semoga Alloh menerima ibadah kita semua)” (HR Al-Muhamili)
***
Tertinggal / Masbuk Pada Shalat Ied Salah satu yang membedakan shalat ‘Ied dengan shalat lainnya adalah adanya beberapa kali takbir di awal rakaat. Baik rakaat pertama atau pun rakaat kedua. Di dalam hadits Rasulullah SAW, memang ada disebutkan masalah ini :

Juga ada keterangan yang menyebutkan bahwa disunnahkan untuk mengangkat tangan pada saat takbir-tabkir itu dilakukan. Dalilnya adalah :


Dalam mazhab Al-Malikiyah disebutkan bahwa bila seorang makmum ketinggalan dalam mengikuti imam dalam takbir shalat ‘Ied, maka selama imam masih bertakbir, hendaknya dia diam saja dan baru bertakbir saat imam sudah selesai membaca takbir atau sudah mulai membaca Al-fatihah.
Tetapi bila seorang makmum bergabung dengan shalat sebagai masbuk, dimana imam sudah selesai bertakbir dan sudah membaca Al-Fatihah atau ayat Al-Quran Al-Karim, maka dia boleh bertakbir sendiri setelah takbiratul ihram lalu mengikuti imam. Hal seperti juga dikerjakan bila dia tertinggal satu rakaat dan baru ikut shalat dengan imam pada rakaat kedua.
Khusus bagi makmum yang tertinggal dua rakaat, yaitu yang tidak sempat ikut rukuk bersama imam pada rakaat kedua, maka makmum itu harus mengqadha’ sendirian shalatnya itu dengan melakukan shalat dua rakaat setelah imam selesai salam. Juga dengan bertakbir 6 kali di rakaat pertama dan 5 di rakaat kedua. (Mazhab Al-Malikiyah berpendapat bahwa takbir pada rakaat pertama itu 6 kali selain takbirtaul ihram).
Dalam mazhab Asy-Syafi`iyah disebutkan bahwa orang yang masbuk di dalam shalat ‘Ied atau tertinggal sebagian shalat hendaknya bertakbir pada saaat setelah selesai mengqadha’ apa yang dia tertinggal.
Dalam mazhab Al-Hanabilah disebutkan bahwa makmum yang mendapati imam sudah selesai bertakbir atau sudah dalam bertakbir, maka dia tidak perlu bertakbir. Hal yang sama juga bila dia mendapati imam sudah rukuk. Hal itu karena tempat untuk takbir sudah terlewat. Dan makmum yang masbuk bertakbir bila makmum itu sudah menyelesaikan qadha’ atas apa yang tertinggal.
Semua itu merupakan kesimpulan dari para ahli ilmu dengan dalil hadits :

No comments:
Write komentar