Pertemuan
2
Waktu-waktu Shalat Fardhu
A. Shalat Pada Waktunya
Shalat hanya boleh dikerjakan pada waktu-waktu yang sudah
ditetapkan oleh Allah SWT. Bila shalat dikerjakan di luar waktu yang telah
ditetapkan, maka shalat itu tidak sah.
Kecuali bila ada uzur tertentu yang memang secara syariah
bisa diterima. Seperti mengerjakana shalat dengan dijama` pada waktu shalat
lainnya. Atau shalat buat orang yang terlupa atau tertidur, maka pada saat
sadar dan mengetahui ada shalat yang luput, dia wajib mengerjakannya meski
sudah keluar dari waktunya. Ada
pun bila mengerjakan shalat di luar waktunya dengan sengaja dan diluar
ketentuan yang dibenarkan syariat, maka shalat itu menjadi tidak sah.
Dalam hal keharusan melakukan shalat pada waktunya, Allah
SWT telah berfirman dalam Al-Quran :
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى
الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"...Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS.
An-Nisa : 103)
B. Waktu-waktu Shalat Fardhu di Dalam
Al-Quran
Di dalam Al-Quran sesungguhnya sudah ada sekilas tentang
penjelasan waktu-waktu shalat fardhu, meski tidak terlalu jelas diskripsinya.
Namun paling tidak ada tiga ayat di dalam Al-Quran yang membicarakan
waktu-waktu shalat secara global.
وَأَقِمِ
الصَّلاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ
يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ذَلِكَ ذِكْرَى لِلذَّاكِرِينَ
"Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang dan pada
bahagian permulaan malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang
yang ingat"(QS. Huud : 114)
Menurut para mufassriin, di ayat ini disebutkan waktu
shalat, yaitu kedua tepi siang , yaitu shalat shubuh dan ashar. Dan pada
bahagian permulaan malam, yaitu Maghrib dan Isya`.
Ayat kedua
أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ
إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْءَانَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْءَانَ الْفَجْرِ كَانَ
مَشْهُودًا
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap
malam dan Qur`anal fajri. Sesungguhnya Qur`anal fajri itu disaksikan (QS.
Al-Isra` : 78)
Menurut para mufassrin, di dalam ayat ini disebutkan waktu
shalat yaitu sesudah matahari tergelincir , yaitu shalat Zhuhur dan Ashar.
Sedangkan gelap malam adalah shalat Maghirb dan Isya` dan Qur`anal fajri yaitu
shalat shubuh.
C. Waktu-waktu Shalat Fardhu di Dalam
Al-Hadits
Sedangkan bila ingin secara lebih spasifik mengetahui dalil
tentang waktu-waktu shalat, kita bisa merujuk kepada hadits-hadits Rasululah shallallahu
‘alaihi wasallam yang shahih dan qath`i. Tidak kalah qath`inya
dengan dalil-dalil dari Al-Quran Al-Kariem. Diantaranya adalah hadits-hadits
berikut ini :
عَنِ
ْبنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ النَّبِيَّ rجَاءَهُ
جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمِ فَقَالَ لَهُ : قُمْ فَصَلِّهِ فَصَلىَّ الظُّهْرَ
حَتىَّ زَالَتِ الشَّمْسُ ، ثُمَّ جَاءَهُ العَصْرُ فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهِ
فَصَلىَّ العَصرِ حِيْنَ صَارَ ظِلُّ كُلِّ شَيْءٍ مِثْلَهُ ، ثُمَّ جَاءَهُ
المَغْرِبُ فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهِ فَصَلىَّ المَغْرِبَ حِيْنَ وَجَبَتِ
الشَّمْسُ ، ثُمَّ جَاءَهُ العِشَاءُ فَقَالَ : قُمْ فَصَلهِِّ فَصَلىَّ العِشَاءُ
حِيْنَ غَابَ الشَّفَقُ ، ثُمَّ جَاءَهُ الفَجْرُ حِيْنَ بَرِقَ الفَجْرُ –أَوْ
قَالَ حِيْنَ طَلَعَ الفَجْرُ - فَقَالَ : قُمْ فَصَلِّهِ فَصَلىَّ الصُّبْحَ
حِيْنَ بَرِقَ الفَجْرُ.
Dari Jabir bin Abdullah ra. bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam didatangi oleh Jibril ‘alaihissalam dan berkata
kepadanya,"Bangunlah dan lakukan shalat". Maka beliau melakukan
shalat Zhuhur ketika matahari tergelincir. Kemudian waktu Ashar menjelang dan
Jibril berkata,"Bangun dan lakukan shalat". Maka beliau shallallahu
‘alaihi wasallam melakukan shalat Ashar ketika panjang bayangan segala benda
sama dengan panjang benda itu. Kemudian waktu Maghrib menjelang dan Jibril
berkata,"Bangun dan lakukan shalat". Maka beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam melakukan shalat Maghrib ketika mayahari terbenam. Kemudian waktu
Isya` menjelang dan Jibril berkata,"Bangun dan lakukan shalat". Maka
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat Isya` ketika syafaq (mega
merah) menghilang. Kemudian waktu Shubuh menjelang dan Jibril
berkata,"Bangun dan lakukan shalat". Maka beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam melakukan shalat Shubuh ketika waktu fajar menjelang. (HR.
Ahmad, Nasai dan Tirmizy. ) [1]
Selain itu ada hadits lainnya yang juga menjelaskan tentang
waktu-waktu shalat. Salah satunya adalah hadits berikut ini :
عَنِ
السَّائِبِ بْنِ يَزِيْدٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ rقَالَ :لاَ تَزَالُ
أُمَّتِي عَلَى الفِطْرَةِ مَا صَلُّوا المَغْرِبَ قَبْلَ طُلُوْعِ النُّجُوْمِ –
رواه أحمد والطبراني
Dari As-Saib bin Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,"Ummatku selalu berada dalam kebaikan atau dalam
fithrah selama tidak terlambat melakukan shalat Maghrib, yaitu sampai muncul
bintang".(HR. Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim dalam
Al-Mustadrak)
D. Lebih Detail Tentang Waktu
Shalat Dalam Kitab-kitab Fiqih
Dari isyarat dalam Al-Quran serta keterangan yang lebih
jelas dari hadits-hadits nabawi, para ulama kemudian menyusun tulisan dan karya
ilmiah untuk lebih jauh mendiskripsikan apa yang mereka pahami dari nash-nash
itu. Maka kita dapati deskripsi yang jauh lebih jelas dalam kitab-kitab fiqih
yang menjadi masterpiece para fuqoha. Diantaranya yang bisa disebutkan adalah :
§ Kitab
Fathul Qadir jilid 1 halaman 151-160,
§ Kitab
Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 331 s/d 343,
§ Kitab
Al-Lubab jilid 1 halaman 59 - 62,
§ Kitab
Al-Qawanin Al-Fiqhiyah halaman 43,
§ Kitab
Asy-Syarhu Ash-Shaghir jilid 1 halaman 219-338,
§ Kitab
Asy-Syarhul-Kabir jilid 1 halaman 176-181,
§ Kitab
Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 121 - 127,
§ Kitab
Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 51 - 54 dan
§ Kitab
Kasysyaf Al-Qanna` jilid 1 halaman 289 - 298.
Di dalam kitab-kitab itu kita dapati keterangan yang jauh
lebih spesifik tentang waktu-waktu shalat. Kesimpulan dari semua keterangan itu
adalah sebagai berikut :
1. Waktu Shalat Fajr (Shubuh)
Dimulai sejak terbitnya
fajar shadiq hingga terbitnya matahari. Fajar dalam istilah bahasa arab
bukanlah matahari. Sehingga ketika disebutkan terbit fajar, bukanlah terbitnya
matahari. Fajar adalah cahaya putih agak terang yang menyebar di ufuk Timur
yang muncul beberapa saat sebelum matahari terbit.
Ada
dua macam fajar, yaitu fajar kazib dan fajar shadiq. Fajar
kazib adalah fajar yang `bohong` sesuai dengan namanya. Maksudnya, pada
saat dini hari menjelang pagi, ada cahaya agak terang yang memanjang dan
mengarah ke atas di tengah di langit. Bentuknya seperti ekor sirhan
(srigala), kemudian langit menjadi gelap kembali. Itulah fajar kazib.
Sedangkan fajar yang kedua adalah fajar shadiq, yaitu fajar
yang benar-benar fajar yang berupa cahaya putih agak terang yang menyebar di
ufuk Timur yang muncul beberapa saat sebelum matahari terbit. Fajar ini
menandakan masuknya waktu shubuh.
Jadi ada dua kali fajar sebelum matahari terbit. Fajar yang
pertama disebut dengan fajar kazib dan fajar yang kedua disebut dengan fajar
shadiq. Selang beberapa saat setelah fajar shadiq, barulah terbit matahari
yang menandakan habisnya waktu shubuh. Maka waktu antara fajar shadiq dan
terbitnya matahari itulah yang menjadi waktu untuk shalat shubuh.
Di dalam hadits disebutkan tentang kedua fajar ini :
أَبِي مُوسَى: فَأَقَامَ اَلْفَجْرَ حِينَ
اِنْشَقَّ اَلْفَجْرُ, وَالنَّاسُ لا يَكَادُ يَعْرِفُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Fajar itu ada dua macam. Pertama, fajar yang mengharamkan makan
dan menghalalkan shalat. Kedua, fajar yang mengharamkan shalat (shalat Shubuh)
dan menghalalkan makan.". (HR. Ibnu Khuzaemah dan Al-Hakim)
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ
عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r
اَلْفَجْرُ فَجْرَانِ: فَجْرٌ يُحَرِّمُ اَلطَّعَامَ وَتَحِلُّ فِيهِ
اَلصَّلاةُ, وَفَجْرٌ تَحْرُمُ فِيهِ اَلصَّلاةُ - أَيْ: صَلاةُ اَلصُّبْحِ -
وَيَحِلَّ فِيهِ اَلطَّعَامُ رَوَاهُ
اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَالْحَاكِمُ وَصَحَّحَاهُ
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,"Fajar itu ada dua macam. Pertama,
fajar yang mengharamkan makan dan menghalalkan shalat. Kedua, fajar yang
mengharamkan shalat (shalat Shubuh) dan menghalalkan makan.". (HR. Ibnu
Khuzaemah dan Al-Hakim)
Batas akhir waktu shubuh adalah terbitnya matahari
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini.
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ
بْنِ عَمْرِوٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ نَبِيَّ اَللَّهِ r قَالَ: وَوَقْتُ صَلاةِ اَلصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ اَلْفَجْرِ مَا لَمْ
تَطْلُعْ اَلشَّمْسُ رَوَاهُ
مُسْلِمٌ
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,"Dan waktu shalat shubuh dari terbitnya fajar
(shadiq) sampai sebelum terbitnya matahari". (HR.
Muslim)
2. Waktu Shalat Zhuhur
Dimulai sejak matahari tepat berada di atas kepala namun
sudah mulai agak condong ke arah barat. Istilah yang sering digunakan dalam
terjemahan bahasa Indonesia adalah tergelincirnya matahari. Sebagai terjemahan
bebas dari kata zawalus syamsi. Namun istilah ini seringkali
membingungkan karena kalau dikatakan bahwa `matahari tegelincir`, sebagian orang
akan berkerut keningnya, "Apa yang dimaksud dengan tergelincirnya
matahari?".
Zawalusy-syamsi adalah waktu di mana posisi matahari
ada di atas kepala kita, namun sedikit sudah mulai bergerak ke arah barat. Jadi
tidak tepat di atas kepala.
Dan waktu untuk
shalat zhuhur ini berakhir ketika panjang bayangan suatu benda menjadi sama
dengan panjang benda itu sendiri. Misalnya kita menancapkan tongkat yang
tingginya 1 meter di bawah sinar matahari pada permukaan tanah yang rata.
Bayangan tongkat itu semakin lama akan semakin panjang seiring dengan semakin
bergeraknya matahari ke arah barat. Begitu panjang bayangannya mencapai 1
meter, maka pada saat itulah waktu Zhuhur berakhir dan masuklah waktu shalat
Ashar.
Ketika tongkat itu tidak punya bayangan baik di sebelah
barat maupun sebelah timurnya, maka itu menunjukkan bahwa matahari tepat berada
di tengah langit. Waktu ini disebut dengan waktu istiwa`. Pada saat itu,
belum lagi masuk waktu zhuhur. Begitu muncul bayangan tongkat di sebelah timur
karena posisi matahari bergerak ke arah barat, maka saat itu dikatakan zawalus-syamsi
atau `matahari tergelincir`. Dan saat itulah masuk waktu zhuhur.
Namun hukumnya mustahab bila sedikit diundurkan bila siang
sedang panas-panasnya, dengan tujuan agar memudahkan dan bisa menambah khusyu’[2]
Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam berikut ini :
عَنْ أَنَسٍ قَالَ : كَانَ النَّبِيّ r إِذَا اشْتَدَّ البَرْدُ بَكَّرَ بِالصَّلاَةِ وَإِذَا اشْتَدَّ الحَرُّ أَبْرَدَ بِالصَّلاَةِ
رواه البخاري
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bila dingin sedang menyengat, menyegerakan shalat.
Tapi bila panas sedang menyengat, beliau mengundurkan shalat. (HR.
Bukhari)
3. Waktu Shalat Ashar
Waktu shalat Ashar dimulai tepat ketika waktu shalat Zhuhur
sudah habis, yaitu semenjak panjang bayangan suatu benda menjadi sama panjangnya
dengan panjang benda itu sendiri. Dan selesainya waktu shalat Ashar ketika
matahari tenggelam di ufuk barat. Dalil yang menujukkan hal itu antara lain
hadits berikut ini :
وَعَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ t
أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ r
قَالَ: مَنْ أَدْرَكَ مِنْ اَلصُّبْحِ رَكْعَةً
قَبْلِ أَنْ تَطْلُعَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ اَلصُّبْحَ, وَمَنْ أَدْرَكَ
رَكْعَةً مِنْ اَلْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ
اَلْعَصْرَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abi Hurairah
radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Orang yang mendapatkan satu rakaat dari shalat shubuh sebelum
tebit matahari, maka dia termasuk orang yang mendapatkan shalat shubuh. Dan
orang yang mendapatkan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka
dia termasuk mendapatkan shalat Ashar". (HR.
Muttafaq ‘alaihi).
Namun jumhur ulama mengatakan bahwa dimakruhkan melakukan
shalat Ashar tatkala sinar matahari sudah mulai menguning yang menandakan
sebentar lagi akan terbenam. Sebab ada hadits nabi yang menyebutkan bahwa
shalat di waktu itu adalah shalatnya orang munafiq.
عَنْ
أَنَسٍ قَالَ : سمَِعْتُ رَسُولَ اللهِ rيَقُولُ : تِلْكَ صَلاَةُ المُنَافِقِ يجَلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ
بَيْنَ قَرْنَي الشَّيْطَانَ قَامَ فَنَقَرَهَا أَرْبَعًا لاَ يَذْكُرُ اللهَ إِلاَّ
قَلِيْلاً رواه
الجماعة ، إلا البخاري ، وابن ماجة
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,”Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"...Itu adalah shalatnya
orang munafik yang duduk menghadap matahari hingga saat matahari berada di
antara dua tanduk syetan, dia berdiri dan membungkuk 4 kali, tidak menyebut
nama Allah kecuali sedikit". (HR. Jamaah kecuali Bukhari
dan Ibnu Majah).
Bahkan ada hadits yang menyebutkan bahwa waktu Ashar sudah
berakhir sebelum matahari terbenam, yaitu pada saat sinar matahari mulai
menguning di ufuk barat sebelum terbenam.
عَنْ
عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ نَبِيَّ اَللَّهِ
r قَالَ: وَوَقْتُ اَلْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ اَلشَّمْسُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abdullah bin Umar
radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Dan
waktu shalat Ashar sebelum matahari menguning".(HR.
Muslim)
Shalat Ashar adalah shalat wustha menurut sebagian
besar ulama. Dasarnya adalah hadits Aisah ra.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ الله r قَالَ:حَافِظُواْ عَلَى الصَّلَوَاتِ
والصَّلاَةِ الْوُسْطَى - والصَّلاَةُ الْوُسْطَى صَلاَةُ الْعصرِ
Dari Aisah radhiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat
:"Peliharalah shalat-shalatmu dan shalat Wustha". Dan shalat Wustha
adalah shalat Ashar. (HR. Abu Daud dan Tirmizy dan dishahihkannya)
Dari Ibnu Mas`ud dan Samurah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Shalat Wustha adalah
shalat Ashar". (HR. Tirmizy)
Namun masalah ini memang termasuk dalam masalah yang diperselisihkan
para ulama. Asy-Syaukani dalam kitab Nailul Authar jilid 1 halaman 311
menyebutkan ada 16 pendapat yang berbeda tentang makna shalat Wustha. Salah
satunya adalah pendapat jumhur ulama yang mengatakan bahwa shalat Wustha adalah
shalat ashar. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa shalat itu adalah shalat
shubuh.
4. Waktu Shalat Maghrib
Dimulai sejak
terbenamnya matahari dan hal ini sudah menjadi ijma` (kesepakatan) para ulama.
Yaitu sejak hilangnya semua bulatan matahari di telan bumi. Dan berakhir hingga
hilangnya syafaq (mega merah). Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam :
عَنْ
عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ عَمْرِوٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا;
أَنَّ نَبِيَّ اَللَّهِ r
قَالَ: وَوَقْتُ صَلاةِ اَلْمَغْرِبِ مَا لَمْ
يَغِبْ اَلشَّفَقُ رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abdullah bin Amar
radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Waktu Maghrib sampai hilangnya shafaq (mega)". (HR.
Muslim).
Syafaq menurut para ulama seperti Al-Hanabilah dan
As-Syafi`iyah adalah mega yang berwarna kemerahan setelah terbenamnya matahari
di ufuk barat. Sedangkan Abu Hanifah berpendapt bahwa syafaq adalah warna
keputihan yang berada di ufuk barat dan masih ada meski mega yang berwarna
merah telah hilang. Dalil beliau adalah :
Dari Abi Hurairah
radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Dan akhir waktu Maghrib adalah hingga langit menjadi
hitam". (HR. Tirmizy)
Namun menurut kitab Nashbur-rayah bahwa hadits ini
sanadnya tidak shahih.
5. Waktu Shalat Isya`
Dimulai sejak berakhirnya waktu maghrib sepanjang malam
hingga dini hari tatkala fajar shadiq terbit. Dasarnya adalah ketetapan dari
nash yang menyebutkan bahwa setiap waktu shalat itu memanjang dari berakhirnya
waktu shalat sebelumnya hingga masuknya waktu shalat berikutnya, kecuali shalat
shubuh.
عَنْ
أَبِي قَتَادَةَ t أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ r قَالَ: إِنَّمَا اَلتَّفْرِيطُ أَنْ يُؤَخِّرَ الصَّلاةَ حَتَّى يَدْخُلَ وَقْتُ
الأُخْرَى " أَخْرَجَهُ مُسْلِم
Dari Abi Qatadah
radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Tidaklah tidur itu menjadi tafrith, namun tafrith itu bagi orang
yang belum shalat hingga datang waktu shalat berikutnya". (HR.
Muslim)
Sedangkan waktu mukhtar (pilihan) untuk shalat `Isya`
adalah sejak masuk waktu hingga 1/3 malam atau tengah malam. Atas dasar hadits
berikut ini.
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: أَعْتَمَ رَسُولُ اَللَّهِ r ذَاتَ لَيْلَةٍ بِالْعَشَاءِ حَتَّى ذَهَبَ
عَامَّةُ اَللَّيْلِ ثُمَّ خَرَجَ, فَصَلَّى وَقَالَ: "إِنَّهُ لَوَقْتُهَا
لَوْلا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Aisah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengakhirkan / menunda shalat Isya` hingga leat tengah malam,
kemudian beliau keluar dan melakukan shalat. Lantas beliau bersabda,"Seaungguhnya
itu adalah waktunya, seandainya aku tidak memberatkan umatku.". (HR.
Muslim)
وَعَنْ أَبِي بَرْزَةَ الاسْلَمِيِّ
قَالَ: وَكَانَ يَسْتَحِبُّ أَنْ يُؤَخِّرَ مِنْ
اَلْعِشَاءِ, وَكَانَ يَكْرَهُ اَلنَّوْمَ
قَبْلَهَا وَالْحَدِيثَ بَعْدَهَا مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abi Bazrah Al-Aslami berkata,”Dan Rasulullah suka menunda
shalat Isya’, tidak suka tidur sebelumnya dan tidak suka mengobrol sesudahnya. (HR.
Muttafaq ‘alaihi)
عن جَابِرٍ قال: وَالْعِشَاءَ أَحْيَانًا
وَأَحْيَانًا إِذَا رَآهُمْ اِجْتَمَعُوا عَجَّلَ, وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَئُوا
أَخَّرَ, وَالصُّبْحَ: كَانَ اَلنَّبِيَّ r يُصَلِّيهَا بِغَلَسٍ
Dan waktu Isya’ kadang-kadang, bila beliau shallallahu 'alaihi
wasallam melihat mereka (para shahabat) telah berkumpul, maka dipercepat. Namun
bila beliau melihat mereka berlambat-lambat, maka beliau undurkan. (HR.
Bukhari Muslim)
E. Waktu Shalat Yang
Diharamkan
Ada lima waktu dalam sehari semalam yang
diharamkan untuk dilakukan shalat di dalamnya. Tiga di antaranya terdapat dalam
satu hadits yang sama, sedangkan sisanya yang dua lagi berada di dalam hadits
lainnya.
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ ثَلاثُ
سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّي فِيهِنَّ,
وَأَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا:
حِينَ تَطْلُعُ اَلشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ, وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ
اَلظَّهِيرَةِ حَتَّى تَزُولَ اَلشَّمْسُ, وَحِينَ تَتَضَيَّفُ اَلشَّمْسُ
لِلْغُرُوبِ رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari 'Uqbah bin 'Amir Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu berkata,"Ada tiga waktu shalat yang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kami untuk melakukan shalat
dan menguburkan orang yang meninggal di antara kami. [1] Ketika matahari terbit
hingga meninggi, [2] ketika matahari tepat berada di tengah-tengah cakrawala
hingga bergeser sedikit ke barat dan [3] berwarna matahari berwarna kekuningan
saat menjelang terbenam. .(HR. Muslim)
Sedangkan dua waktu lainnya terdapat di dalam satu hadits
berikut ini :
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ
اَلْخُدْرِيِّ t قَالَ: سَمِعْتَ رَسُولَ اَللَّهِ r يَقُولُ: لا صَلاةَ بَعْدَ اَلصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ اَلشَّمْسُ وَلا صَلاةَ
بَعْدَ اَلْعَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ اَلشَّمْسُ
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abi Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata,"Aku
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Tidak ada
shalat setelah shalat shubuh hingga matahari terbit. Dan tidak ada shalat
sesudah shallat Ashar hingga matahari terbenam.(HR.
Bukhari dan Muslim).
Kedua waktu ini hanya melarang orang untuk melakukan shalat
saja, sedangkan masalah menguburkan orang yang wafat, tidak termasuk larangan.
Jadi boleh saja umat Islam menguburkan jenazah saudaranya setelah shalat shubuh
sebelum matahari terbit, juga boleh menguburkan setelah shalat Ashar di sore
hari.
Maka kalau kedua hadits di atas kita simpulkan dan
diurutkan, kita akan mendapatkan 5 waktu yang di dalamnya tidak diperkenankan
untuk melakukan shalat, yaitu :
a. Setelah shalat shubuh
hingga matahari agak meninggi.
Tingginya matahari sebagaimana di sebutkan di dalam hadits
Amru bin Abasah adalah qaida-rumhin
aw rumhaini. Maknanya adalah matahari terbit tapi baru saja muncul dari
balik horison setinggi satu tombak atau dua tombak. Dan panjang tombak itu
kira-kira 2,5 meter 7 dzira' (hasta). Atau 12 jengkal sebagaimana
disebutkan oleh mazhab Al-Malikiyah.
b. Waktu Istiwa`
Yaitu ketika matahari tepat berada di atas langit atau di
tengah-tengah cakrawala. Maksudnya tepat di atas kepala kita. Tapi begitu
posisi matahari sedikit bergeser ke arah barat, maka sudah masuk waktu shalat
Zhuhur dan boleh untuk melakukan shalat sunnah atau wajib.
c. Saat Terbenam Matahari
Yaitu saat-saat langit di ufuk barat mulai berwarna
kekuningan yang menandakan sang surya akan segera menghilang ditelan bumi.
Begitu terbenam, maka masuklah waktu Maghrib dan wajib untuk melakukan shalat
Maghrib atau pun shalat sunnah lainnya.
d. Setelah Shalat Shubuh
Hingga Matahari Terbit
Namun hal ini dengan pengecualian untuk qadha' shalat sunnah
fajar yang terlewat. Yaitu saat seseorang terlewat tidak melakukan shalat
sunnah fajar, maka dibolehkan atasnya untuk mengqadha'nya setelah shalat
shubuh.
e. Setelah Melakukan Shalat
Ashar Hingga Matahari Terbenam.
Maksudnya bila seseorang sudah melakukan shalat Ahsar, maka
haram baginya untuk melakukan shalat lainnya hingga terbenam matahari, kecuali
ada penyebab yang mengharuskan. Namun bila dia belum shalat Ashar, wajib
baginya untuk shalat Ashar meski sudah hampir maghrib.
Bila Waktu Shalat Telah Lewat
Bila seseorang bangun kesiangan dari tidurnya dan belum
shalat shubuh, maka yang harus dilakukan adalahsegera shalat shubuh pada saat
bangun tidur. Tidak diqadha dengan zhuhur pada siangnya atau esoknya.
Sebab kita telah mendapatkan keterangan jelas tentang hal itu dari apa yang
dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri. Beliau dan
beberapa shahabat pernah bangun kesiangan dan melakukan shalat shubuh setelah
matahari meninggi.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ r قَالَ : مَنْ نَسِيَ صَلاةً فَلْيُصَلِّهَا
إذَا ذَكَرَهَا لا كَفَّارَةَ لَهَا إلا ذَلِكَ مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,"Barang siapa yang ketiduran (sampai tidak menunaikan shalat)
atau lupa melaksanakannya, maka ia hendaklah menunaikannya pada saat ia
menyadarinya”. (HR Muttafaq alaihi)
Oleh karena itu, orang-orang yang kesiangan wajib menunaikan
shalat shubuh tersebut pada saat ia tersadar atau terbangun dari tidurnya
(tentunya setelah bersuci terlebih dahulu), walaupun waktu tersebut termasuk
waktu-waktu yang terlarang melaksanakan shalat. Karena pelarangan shalat pada
waktu-waktu tersebut berlaku bagi shalat-shalat sunnah muthlak yang tidak ada
sebabnya. Sedangkan bagi shalat yang memiliki sebab tertentu, seperti halnya
orang yang ketiduran atau kelupaan, diperbolehkan melaksanakan shalat tersebut
pada waktu-waktu terlarang.
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ t أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ r
قَالَ: مَنْ أَدْرَكَ مِنْ اَلصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْل أَنْ تَطْلُعَ اَلشَّمْسُ
فَقَدْ أَدْرَكَ اَلصُّبْحَ, وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ اَلْعَصْرِ قَبْلَ
أَنْ تَغْرُبَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ اَلْعَصْرَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat sebelum matahari terbit
maka dia telah mendapatkan shalat tersebut (shalat shubuh)." (HR Bukhari
dan Muslim)
Salah satu rahasia untuk bisa bangun di waktu shubuh bukan
memasang alarm, tetapi dengan cara tidur di awal malam. Kebiasaan tidur terlalu
larut malam akan menyebabkan badan lesu dan juga sulit bangun shubuh.
Orang yang tidur di awal malam, pada jam 04.00 dini hari
sudah merasakan istirahat yang cukup. Secara biologis, tubuh akan bangun dengan
sendirinya, bergitu juga dengan mata.
Sebaliknya, orang yang tidur larut malam, misalnya di atas
jam 24.00, sulit baginya untuk bangun pada jam 04.00 dini hari. Sebab secara
biologis, tubuhnya masih menuntut lebih banyak waktu istirahat lebih banyak.
Tapi yang paling utama dari semua itu adalah niat yang kuat
di dalam dada. Ditambah dengan kebiasaan yang baik, dimana setiap anggota
keluarga merasa bertanggung-jawab untuk saling membangunkan yang lain untuk
shalat shubuh.
Kalau mau memasang alarm, letakkan di tempat yang mudah
terjangkau, deringnya cukup lama dan harusa memekakkan telinga. Jangan diletakkan
di balik bantal, karena biasanya dengan mudah bisa dimatikan lalu tidur lagi. □
[1]
Di dalam kitab Nailul Authar karya Al-Imam Asy-Syaukani disebutkan bahwa
Al-Bukhari mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang paling shahih tentang
waktu-waktu shalat. Hadits ini berbicara tentang Jibril yang shalat menjadi
imam bagi nabi shallallahu 'alaihi wasallam.
[2]
As-Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, jilid 1 halaman 95
No comments:
Write komentar