1.
Sejarah
MASA PENJAJAHAN BELANDA
Keberadaan Museum Geologi berkaitan erat dengan sejarah penyelidikan
geologi dan tambang di wilayah Nusantara yang dimulai sejak pertengahan abad
ke-17 oleh ahli geologi dari Eropa. Setelah di Eropa terjadi revolusi industri
pada pertengahan abad ke-18, mereka sangat membutuhkan bahan tambang sebagai
bahan dasar industri. Pemerintah Belanda sadar akan pentingnya penguasaan bahan
galian di wilayah Nusantara. Dengan jalan itu diharapkan perkembangan industri
di Negeri Belanda dapat ditunjang. Maka dibentuklah Dienst van het Mijnwezen
pada tahun 1850. Kelembagaan ini berganti nama jadi Dienst van den
Mijnbouw pada tahun 1922, yang bertugas melakukan penyelidikan geologi dan
sumberdaya mineral. Hasil penyelidikan yang berupa contoh-contoh batuan,
mineral, fosil , laporan dan peta memerlukan tempat untuk penganalisaan dan
penyimpanan, sehingga pada tahun 1928 Dienst van den Mijnbouw membangun gedung
di Rembrandt Straat Bandung. Gedung tersebut pada awalnya bernama Geologisch
Laboratorium yang kemudian juga disebut Geologisch Museum. Gedung Geologisch
Laboratorium dirancang dengan gaya Art Deco oleh arsitek Ir.
Menalda van Schouwenburg, dan dibangun selama 11 bulan dengan 300 pekerja
dan menghabiskan dana 400 Gulden, mulai pertengahan tahun 1928 sampai
diresmikannya pada tanggal 16 Mei 1929. Peresmian tersebut bertepatan dengan
penyelenggaraan Konggres Ilmu Pengetahuan Pasifik ke-4 (Fourth Pacific Science
Congress) di Bandung pada tanggal 18-24 Mei 1929.
Foto Gedung Museum Geologi tahun
1929
Foto Peserta Kongres Ilmu
Pengetahuan Asia Pasifik ke-IV
MASA PENJAJAHAN JEPANG
Sebagai akibat dari kekalahan pasukan Belanda dari pasukan Jepang pada
perang dunia II, keberadaan Dienst van den Mijnbouw berakhir. Letjen. H. Ter
Poorten (Panglima Tentara Sekutu di Hindia Belanda) atas nama Pemerintah
Kolonial Belanda menyerahkan kekuasaan teritorial Indonesia kepada Letjen.
H. Imamura (Panglima Tentara Jepang) pada tahun 1942. Penyerahan itu
dilakukan di Kalijati, Subang. Dengan masuknya tentara Jepang ke Indonesia,
Gedung Geologisch Laboratorium berpindah kepengurusannya dan diberi nama
KOGYO ZIMUSHO dan setahun kemudian berganti nama CHISHITSU CHOSACHO.
Pada masa pendudukan Jepang, pasukan Jepang mendidik dan melatih para
pemuda Indonesia untuk menjadi: PETA (Pembela Tanah Air) dan HEIHO (pasukan
pembantu bala tentara Jepang pada Perang Dunia II). Laporan hasil kegiatan di
masa itu tidak banyak yang ditemukan, karena banyak dokumen (termasuk laporan
hasil penyelidikan) yang dibumihanguskan tatkala pasukan Jepang mengalami
kekalahan di mana-mana pada awal tahun 1945.
MASA KEMERDEKAAN
Setelah Indonesia merdeka pada Tahun 1945, pengelolaan Museum Geologi berada
dibawah Pusat Djawatan Tambang dan Geologi (PDTG/1945-1950). Pada
tanggal 19 September 1945, pasukan sekutu pimpinan Amerika Serikat dan Inggris
yang diboncengi oleh Netherlands Indiƫs Civil Administration (NICA) tiba di
Indonesia (mendarat di Tanjungpriuk, Jakarta). Di Bandung mereka berusaha
menguasai kembali kantor PDTG yang sudah dikuasai oleh para pegawai Indonesia.
Tekanan yang dilancarkan oleh pasukan Belanda memaksa kantor PDTG dipindahkan
ke Jl. Braga No. 3 dan No. 8 Bandung pada tanggal 12 Desember 1945. Kepindahan
kantor PDTG rupanya terdorong pula oleh gugurnya seorang pengemudi bernama Sakiman
dalam rangka berjuang mempertahankan kantor PDTG . Pada waktu itu, Tentara
Republik Indonesia Divisi III Siliwangi mendirikan Bagian Tambang, yang tenaganya
diambil dari PDTG. Setelah kantor di Rembrandt Straat ditinggalkan oleh pegawai
PDTG, pasukan Belanda pun di tempat itu mendirikan lagi kantor yang bernama Geologische
Dienst. Di mana-mana terjadi pertempuran, maka sejak Desember 1945 sampai
dengan Desember 1949, selama 4 tahun kantor PDTG terlunta-lunta pindah dari
satu tempat ke tempat lain. Pemerintah Indonesia berusaha menyelamatkan dokumen
- dokumen hasil penelitian geologi sehingga harus berpindah pindah tempat dari
Bandung – Tasikmalaya - Solo – Magelang - Yogyakarta, baru pada Th 1950 kembali
ke Bandung.
Dalam usaha menyelamatkan dokumen - dokumen tersebut, pada tanggal 7 mei
1949, Kepala PUSAT JAWATAN TAMBANG DAN GEOLOGI, Arie Frederik Lasut,
diculik dan dibunuh tentara belanda dan gugur sebagai kusuma bangsa di Desa
Pakem Yogyakarta.
Sekembalinya ke Bandung, Museum
Geologi mulai mendapat perhatian dari pemerintah RI, terbukti pada tahun 1960
Museum Geologi dikunjung oleh Presiden pertama RI , Ir. Soekarno. Pengelolaan
Museum Geologi yang tadinya dibawah PUSAT DJAWATAN TAMBANG DAN GEOLOGI (PDTG)
berganti nama menjadi: Djawatan Pertambangan Republik Indonesia (1950-1952),
Djawatan Geologi (1952-1956), Pusat Djawatan Geologi (1956-1957), Djawatan
Geologi (1957-1963), Direktorat Geologi (1963-1978), Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi (1978 - 2005) , Pusat Survei Geologi mulai akhir tahun
2005 sampai sekarang.
Seiring dengan perkembangan jaman, pada tahun 1999 Museum Geologi mendapat
bantuan dari Pemerintah Jepang senilai 754,5 juta yen untuk direnovasi. Setelah
ditutup selama satu tahun, Museum Geologi dibuka kembali dan pembukaannya
diresmikan pada tanggal 20 Agustus Tahun 2000 oleh Wakil Presiden RI waktu itu
Ibu Megawati Soekarnoputri yang didampingi oleh Menteri Pertambangan dan
Energi Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.
Dengan penataan yang baru ini peragaan Museum Geologi terbagi menjadi 3
ruangan yang meliputi Sejarah Kehidupan, Geologi Indonesia serta Geologi
untuk Kehidupan Manusia. Sedangkan untuk dokumentasi koleksi tersedia
sarana penyimpan koleksi yang lebih memadai diharapkankan pengelolaan contoh
koleksi di Museum Geologi lebih mudah diakses oleh pengguna baik peneliti
maupun grup industri. Mulai tahun 2002 Museum Geologi melalui Kepmen ESDM
Nomor: 1725 tahun 2002 statusnya menjadi Unit Pelaksana Teknis Museum Geologi
dilingkungan Balitbang ESDM. Mulai akhir 2005 Museum Geologi berada dibawah
Badan Geologi bersama dengan terbentuknya Badan Geologi sebagai Unit Eselon I
yang ada di lingkungan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Untuk
menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik Museum Geologi dibentuk 2 seksi dan
1 sub bagian yaitu Seksi Peragaan dan Seksi Dokumentasi serta
Subbag Tatausaha. Guna lebih mengoptimalkan perannya sebagai lembaga yang
memasyarakatkan ilmu geologi, Museum Geologi juga mengadakan kegiatan antara
lain seperti penyuluhan, pameran, seminar serta kegiatan survei
lapangan untuk pengembangan peragaan dan dokumentasi koleksi.
No comments:
Write komentar