BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Merebaknya isu-isu moral di kalangan remaja seperti penggunaan narkoba, tawuran pelajar, pornografi, perkosaan, merusak milik orang, merampas, menipu, mencari bocoran soal ujian, perjudian, pelacuran, pembunuhan, dan lain-lain sudah menjadi masalah sosial yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tuntas. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan tidak dapat lagi dianggap sebagai suatu persoalan sederhana, karena sudah menjurus kepada tindak kriminal. Kondisi ini sangat memprihatinkan masyarakat khususnya para orang tua dan para guru ( pendidik ), sebab pelaku-pelaku beserta korbannya adalah kaum remaja, terutama para pelajar dan mahasiswa.
Banyak orang berpandangan bahwa kondisi demikian diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikanlah yang sebenarnya paling besar memberi kontribusi terhadap situasi seperti ini. Masalah moral yang terjadi pada siswa tidak hanya menjadi tanggung jawab guru namun juga menjadi tanggung jawab seluruh pendidik.
Apalagi jika komunitas suatu sekolah terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, dan ras,berbagai konflik akan dengan mudah bermunculan. Jika kondisi semacam ini tidak di atasi maka akan timbul konflik-konflik yang lebih besar. Akibatnya masalah moral, etika akan terabaikan begitu saja.
Padahal tujuan dari pendidikan di Indonesia adalah membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Manusia yang mempunyai kepribadian, beretika, bermoral, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian tujuan pendidikan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya seperti yang disarikan dari UU No 20. tahun 2003, bab II, pasal 3, bahwa “manusia Indonesia seutuhnya adalah manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”,belum terwujud.
Untuk itu perlu ditanamkan sikap jujur, saling menghargai, bertoleransi dalam diri setiap siswa, karena sikap ini mempunyai dampak luas bagi kehidupan orang lain dalam masyarakat dan negara. Dampak yang luas dan serius ini dapat dirasakan sejak Juli 1997 hingga sekarang. Krisis yang berkepanjangan tersebut tidak hanya krisis moneter dan ekonomi saja, tetapi sudah menjadi krisis multidimensi, yaitu menyentuh banyak bidang, termasuk krisis kepemimpinan, kepercayaan, dan moral ( Indah dkk, 2003:14 ). Sikap jujur, bertoleransi, berdisiplin akan menjadi budaya masyarakat bangsa apabila perilaku religius menjadi kebiasaan sehari-hari. Perilaku religius akan mendekatkan insan manusia terhadap Tuhannya sehingga dapat meningkatkan iman dan takwa.
1.2 Tujuan
Ø untuk menambah pengetahuan calon pendidik dalam memahami peran guru professional.
Ø mengetahui peran guru dalam membentuk etika, moral, dan akhlak agar siswa mampu menjadi anggota masyarakat yang patuh dan taat terhadap norma-norma yang berlaku pada masyarakat.
1.3 Rumusan masalah
apa saja yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam membentuk etika, moral, dan akhlak agar siswa mampu menjadi anggota masyarakat yang patuh dan taat terhadap norma-norma yang berlaku pada masyarakat ?
1.4 Sistematika penulisan makalah
Sistematika penulisan makalah disusun sebagai berikut :
1. Pendahuluan yang berisi halaman judul, kata pengantar dan daftar isi.
2. Bagian isi dari makalah terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Rumusan masalah
1.4 Sistematika Penulisan makalah
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep etika, moral dan akhlak
2.2 Tugas guru professional
2.3 Peranan Guru dalam Pendidikan Moral,Etika dan Akhlak
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan
4.2 Saran
3. Bagian akhir makalah berisi daftar pustaka.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep etika, moral dan akhlak
a. Etika
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani,ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak ( moral ). Dari pengertian kebahasaan ini terlihat bahwa etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia. Adapun arti etika dari segi istilah, telah dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut para ulama’ etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.
Berikutnya, dalam encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sitematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya.
Sementara itu menurut Profesor Robert Salomon, etika dapat dikelompokan menjadi dua definisi:
1. Etika merupakan karakter individu, dalam hal ini termasuk bahwa orang yang beretika adalah orang yang baik. Pengertian ini disebut pemahaman manusia sebagai individu yang beretika. Etika merupakan hukum sosial.
2. Etika merupakan hukum yang mengatur, mengendalikan serta membatasi perilaku manusia.
Dari definisi etika tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut:
Ä Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Ä Kedua dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya. Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi dan sebagainya.
Ä Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.
Ä Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Dengan ciri-cirinya yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan antroposentris yakni bersifat pada pemikiran manusia dan diarahkan pada manusia. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
b. Moral
Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa moral adalah penentuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai ( ketentuan ) baik atau buruk, benar atau salah.
Jika pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengatakan bahwa antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk. Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan:
ü Pertama, jika dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep- konsep, sedangkan moral berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di masyarakat. Hal ini berarti tolak ukur yang digunakan dalam moral untuk mengukur tingkah laku manusia adalah adat istiadat, kebiasaan dan lainnya yang berlaku di masyarakat.
ü Kedua, etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis.
ü Ketiga, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal ( umum ), sedangkan moral secara lokal.
ü Keempat, moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.
ü Kelima, moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.
Kesadaran moral serta pula hubungannya dengan hati nurani yang dalam bahasa asing disebut conscience, conscientia, gewissen, geweten, dan bahasa arab disebut dengan qalb,fu'ad. Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal:
1. Perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral.
2. Kesadaran moral dapat juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umum dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis.
3. Kesadaran moral dapat pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih mengacu kepada suatu nilai atau sistem hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh masyarakat. Nilai atau sistem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau paksaan dari luar.
c. Akhlak
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik ( kebahasaan ), dan pendekatan terminologik ( peristilahan ). Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar ( bentuk infinitif ) dari kataal-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan ( wazan ) tsulasi majid af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah( perangai ), at- thobi'ah ( kelakuan, tabiat, watak dasar ), al-adat( kebiasaan, kelaziman ),al-maru'ah ( peradaban yang baik ) danal-din ( agama ). Namun akar kata akhlak dariakhlaqa sebagai mana tersebut di atas tampaknya kurang pas, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlak, tetapi ikhlak. Berkenaan dengan ini, maka timbul pendapat yang mengatakan bahwa secara linguistic, akhlak merupakan isim jamid atau isim ghair mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah demikian adanya.
Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih ( w. 421 H/1030 M ) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Sementara itu, Imam Al-Ghazali ( 1015-1111 M ) yang selanjutnya dikenal sebagai hujjatul Islam ( pembela Islam ), karena kepiawaiannya dalam membela Islam dari berbagai paham yang dianggap menyesatkan, dengan agak lebih luas dari Ibn Miskawaih, mengatakan akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gambling dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiaannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila.
3. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan.
4. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5. Sejalan dengan ciri yang keempat perbuatan akhlak ( khususnya akhlak yang baik ) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
Akhlak itu terbagi dua yaitu Akhlak yang Mulia atau Akhlak yang Terpuji ( Al-Akhlakul Mahmudah ) dan Akhlak yang Buruk atau Akhlak yang Tercela ( Al-Ahklakul Mazmumah ). Akhlak yang mulia yaitu akhlak yang diridhoi oleh Allah SWT , akhlak yang baik itu dapat diwujudkan dengan mendekatkan diri kita kepada Allah yaitu dengan mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan semua larangannya, mencintai ajaran-ajaran dari sunnah Rasulullah SAW. Akhlak yang buruk itu berasal dari penyakit hati yang keji seperti iri hati, ujub, dengki, sombong, nifaq ( munafik ), hasud, suudzaan ( berprasangka buruk ), dan penyakit-penyakit hati yang lainnya, akhlak yang buruk dapat mengakibatkan berbagai macam kerusakan baik bagi orang itu sendiri, orang lain yang di sekitarnya maupun kerusakan lingkungan sekitarnya.
2.2 Tugas guru profesional
Guru memiliki tugas yang beragam yang berimplementasi dalam bentuk pengabdian. Tugas tersebut meliputi bidang profesi, bidang kemanusiaan dan bidang kemasyarakatan. Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup dan kehidupan. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.
Tugas guru dalam bidang kemanusiaan adalah memposisikan dirinya sebagai orang tua ke dua. Dimana ia harus menarik simpati dan menjadi idola para siswanya. Adapun yang diberikan atau disampaikan guru hendaklah dapat memotivasi hidupnya terutama dalam belajar. Bila seorang guru berlaku kurang menarik, maka kegagalan awal akan tertanam dalam diri siswa. Guru adalah posisi yang strategis bagi pemberdayaan dan pembelajaran suatu bangsa yang tidak mungkin digantikan oleh unsur manapun dalam kehidupan sebuah bangsa sejak dahulu. Semakin signifikannya keberadaan guru melaksanakan peran dan tugasnya semakin terjamin terciptanya kehandalan dan terbinanya kesiapan seseorang. Dengan kata lain potret manusia yang akan datang tercermin dari potret guru di masa sekarang dan gerak maju dinamika kehidupan sangat bergantung dari "citra" guru di tengah-tengah masyarakat.
Manajemen peningkatan kompetensi guru bermuara pada pertumbuhan manusiawi dan profesionalisme guru (Mantja, 2002: kutipan dari :www.freewebs.com/santyasa/ ). Guru sebagai pihak yang berkepentingan secara operasional dan mental harus dipersiapkan dan ditingkatkan profesionalnya, karena hanya dengan demikian kinerja mereka dapat efektif, Apabila kinerja guru efektif maka tujuan pendidikan akan tercapai. Yang dimaksud dengan profesionalisme disini adalah kemampuan dan keterampilan guru dalam merencanakan, melaksanakan pengajaran dan keterampilan guru merencanakan dan melaksanakan evaluasi hasil belajar siswa. Perubahan peran guru yang tadinya sebagai penyampai pengetahuan dan pengalihan pengetahuan dan pengalih keterampilan, serta merupakan satu-satunya sumber belajar, berubah peran menjadi pembimbing, pembina, pengajar, dan pelatih. Dalam kegiatan pembelajaran, guru akan bertindak sebagai fasilisator yang bersikap akrab dengan penuh tanggung jawab, serta memperlakukan peserta didik sebagai mitra dalam menggali dan mengolah informasi menuju tujuan belajar mengajar yang telah direncanakan. dari fakta dan keterangan diatas dapat diketahui bahwa guru merupakan media yang dapat meningkatkan kualitas produk-produk pendidikan pada umunya dan hasil belajar siswa pada khususnya.
2.3 Peranan Guru dalam Pendidikan Moral,Etika dan Akhlak
Guru professional harus sadar bahawa anak-anak yang datang ke sekolah telah mempelajari pendidikan moral di rumah dari keluarga dan masyarakat. Ini bermakna anak-anak telah mempunyai sikap, kepercayaan dan tabiat tentang moral yang dipelajari mereka daripada berbagai sumber sebelum mereka ke sekolah. Latar belakang ini mewujudkan berbagai persoalan moral dari segi pengetahuan dan prinsip hidup anak-anak. Guru juga harus sadar bahwa sekolah itu sendiri merupakan sumber pembelajaran moral secara tidak langsung. Suasana sosial di sekolah dan bagaimana guru-guru bertingkah laku akan memberikan pengaruh secara tidak langsung kepada pembelajaran moral anak-anak di sekolah. Anak-anak yang belajar di sekolah ternama dan tinggi penghayatan moralnya sudah tentu lebih beruntung dan lebih mudah proses pemupukan nilai dilakukan dibandingkan dengan sekolah yang sebaliknya. Guru Profesional harus menerima hakikat bahawa nilai-nilai moral sudah tertanam dalam diri siswa. Guru haruslah bersedia untuk mengajar dengan mengambil kira pengetahuan dan pembelajaran moral yang ada. Guru dikehendaki mengembangkan pengetahuan moral murid-murid ini dan membimbing mereka semasa pengajaran dilaksanakan. Pendidikan di sekolah digunakan untuk mengembangkan pengetahuan moral anak-anak ke arah mencapai kesuksesan kurikulum untuk melahirkan individu yang bermoral,beretika dan berakhlak tinggi.
Selain itu, guru Profesional haruslah bertanggungjawab menyalurkan objektif- objektif seiring dengan penerapan nilai-nilai murni Pendidikan di kalangan anak didiknya. Nilai-nilai murni diterapkan bukan saja dalam mata pelajaran Pendidikan tertentu tetapi juga dalam semua mata pelajaran yang lain. Berdasarkan prinsip kesepaduan unsur-unsur ini yang membolehkan potensi individu berkembang secara menyeluruh dan seimbang. Justru itu, untuk mencapai Pendidikan yang sukses, pelajar-pelajar sekolah akan diberi peluang menghayati nilai-nilai murni serta mengamalkannya dalam kehidupan mereka melalui kegiatan belajar-mengajar melalui mata pelajaran-mata pelajaran secara tidak langsung.
Pembelajaran yang dapat dilakukan menggunakan model terintegrasi dan model di luar pengajaran. Hal ini memerlukan kerjasama yang baik antara guru sebagai tim pengajar dengan pihak-pihak luar yang terkait. Antara moral dan etika sebenarnya tidak sama. Moral adalah hal yang mengatakan bagaimana kita hidup. Etika adalah usaha manusia untuk memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau ia mau menjadi baik ( Suseno, 2000:14-17 ).
Guru mempunyai peranan strategis dalam upaya peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi pembelajaran. Oleh karena itu peningkatan profesionalisme seorang guru merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakan. Ini mengingat banyaknya tuntutan dan harapan masyarakat terhadap perubahan dalam sistem pembelajaran. Sejalan dengan hal itu , tuntutan peningkatan kemampuan guru semakin besar. Dalam kondisi demikian, seorang guru harus mampu meningkatkan mutu serta kemampuan untuk membina moral dan suri tauladan kepada siswanya. Masalah guru merupakan topik yang tidak habis-habisnya menjadi buah bibir masyarakat. Bahkan, dalam forum ilmiahpun masalah itu menjadi bahan perdebatan. Ini merupakan indikasi bahwa dibenak guru ada beberapa masalah yang perlu dipecahkan dalam menjalankan tugas sebagai pengajar. Apalagi peran guru merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan peserta didik dalam melakukan tranformasi ilmu serta internalisasi etika dan moral.
Seorang guru yang profesional harus mampu memiliki persyarakatan minimal antara lain, memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuni, memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan anak didiknya, memiliki jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya dan melakukan pengembangan diri secara terus menerus ( Continous improvemen ) melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar ( Sidi. 2002: 39 ). Dengan demikian tugas guru bukan lagi sebagai knowledge base tetapi sebagai competency based, yang menekankan pada penguasaan secara optimal konsep keilmuan dan perekayasaan yang berdasarkan nilai- nilai etika dan moral .
Dengan profesionalisasi guru, maka guru bukan lagi sebagai pengajar tetapi tugas guru beralih menjadi Coach, Conselor dan learning manager. Sebagai coach, seorang guru harus mampu mendorong siswanya untuk menguasai konsep-konsep keilmuan, memotivasi untuk mencapai prestasi siswa setinggi-tingginya serta membantu untuk menghargai nilai-nilai dan konsep-konsep keilmuan. Sebagai conselor, guru berperan sebagai sahabat dan teladan dalam pribadi siswa serta mengundang rasa hormat dan keakraban pada diri siswa. Sebagai manager, guru membimbing siswanya untuk belajar, mengambil prakarsa dan mengekspresikan ide-ide baik yang dimilikinya. Dengan demikian, diharapkan siswa mampu mengembangkan kreativitas dan mendorong adanya penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga siswa mampu bersaing dengan bangsa lain di dunia.
Seorang guru yang profesional harus mampu memiliki persyarakatan minimal antara lain, memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuni, memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan anak didiknya, memiliki jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya dan melakukan pengembangan diri secara terus menerus ( Continous improvemen ) melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar ( Sidi. 2002: 39 ). Dengan demikian tugas guru bukan lagi sebagai knowledge base tetapi sebagai competency based, yang menekankan pada penguasaan secara optimal konsep keilmuan dan perekayasaan yang berdasarkan nilai- nilai etika dan moral .
Dengan profesionalisasi guru, maka guru bukan lagi sebagai pengajar tetapi tugas guru beralih menjadi Coach, Conselor dan learning manager. Sebagai coach, seorang guru harus mampu mendorong siswanya untuk menguasai konsep-konsep keilmuan, memotivasi untuk mencapai prestasi siswa setinggi-tingginya serta membantu untuk menghargai nilai-nilai dan konsep-konsep keilmuan. Sebagai conselor, guru berperan sebagai sahabat dan teladan dalam pribadi siswa serta mengundang rasa hormat dan keakraban pada diri siswa. Sebagai manager, guru membimbing siswanya untuk belajar, mengambil prakarsa dan mengekspresikan ide-ide baik yang dimilikinya. Dengan demikian, diharapkan siswa mampu mengembangkan kreativitas dan mendorong adanya penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga siswa mampu bersaing dengan bangsa lain di dunia.
2.4 Perilaku siswa dan keteladanan guru professional untuk membentuk akhlak siswa sebagai anggota masyarakat
Setiap lembaga pendidikan memiliki tujuan yang sama yaitu membentuk manusia cerdas baik jasmani maupun rohani. Tujuan ini dapat tercapai atau tidak, tak dapat di ukur tanpa peserta didik atau siswa. Maka sasaran utama pendidikan adalah manusia dalam hal ini peserta didik, begitu pun manusia atau siswa sangat membutuhkan pendidikan fitrah rasa ingin tahu yang dimiliki. Jadi ada keterkaitan timbal balik antara siswa dan pendidikan.
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungan dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam diri peserta didik. Perubahan ini merupakan ciri-ciri dasar dari pertumbuhan dan perkembangan yang dialami peserta didik.
Prof. Dr. Oemar Hamalik dalam bukunya Proses Belajar Mengajar, mengemukakan bahwa konsep-konsep dasar yang berkenaan dengan perkembangan siswa ialah :
* Pertumbuhan
* Kematangan
* Kedewasaan
* Perkembangan,dan
* Perkembangan normal.
* Kematangan
* Kedewasaan
* Perkembangan,dan
* Perkembangan normal.
Perkembangan ini juga tidak lepas dari pengaruh luar maupun dalam diri siswa. Sebab manusia ditentukan oleh lingkungan karena proses interaksi terus menerus antara individu denga lingkungannya. Faktor dalam diri siswa adalah bakat, sedangkan faktor dari luar adalah lingkungan. Faktor dari dalam dan dari luar ini saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Kendatipun tidak dapat ditolak tentang adanya kemungkinan dimana pertumbunhan dan perkembangan itu semata-mata hanya di sebabkan oleh faktor bakat saja atau oleh lingkungan saja.
Faktor dalam dan luar yang dijelaskan di depan menjadi sebab akibat timbulnya perilaku dari seseorang siswa, baik itu perilaku negatif maupun positif. Perilaku negatif siswa timbul bila kedua faktor tidak seimbang dan seiring dalam mempengaruhi perkembangan siswa atau salah satunya lebih dominan. Faktor dari luar ini begitu besar dan banyak sebab seiring dengan zaman semakin maju dan teknologi baru semakin canggih, serta modern dan merupakan fitrah manusia selalu ingin mencoba hal baru.
Hal-hal baru ini yang berupa kemajuan teknologi, memberikan pengaruh negatif bagi siswa. Seperti tontonan – tontonan yang menggugah moral peserta didik menjadi malas, membantah orang tua, dan bahkan tidak jarang kita dapatkan peserta didik yang senang menyakiti teman, saudara atau orang lain. Terlebih lagi jika siswa tinggal dalam lingkungan yang tidak mengedepankan agama sebagai landasan utama dalam hidup bermasyarakat. Pengaruh-pengaruh yang ada ini dapat diatasi dengan adanya guru sebagai pengontrol, pembimbing dan pendidik bagi peserta didik. Pendidikan yang diberikan guru bukan hanya menyangkut materi atau pengetahuan saja. Tapi juga tingkah laku, akhlak serta kepribadian. Karena sekolah merupakan rumah kedua bagi peserta didik dan sebagian besar dari waktu dihabiskan di sekolah bersama teman-teman serta guru. Pendidikan memberikan pengetahuan yang belum diketahui peserta didik, meluruskan atau memperbaiki kesalahan peserta didik serta membimbing pengetahuan yang dimiliki peserta didik agar menjadi lebih cerdas lagi.
Tugas pendidik adalah sebagai teladan bagi siswa. Sukses tidaknya seorang pendidik adalah dilihat dari hasil didikan seorang pendidik. Pendidik yang sukses akan mengikat peserta didik dengan nilai-nilai universal dan menjauhkan peserta didik dari pengaruh budaya dan pemikiran yang merusak. Sebagai seorang guru yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mendidik peserta didik dalam mengembangkan kepribadian, guru dituntut memiliki kepribadian ideal yang patut untuk dicontoh. Peserta didik tidak akan mudah untuk tergugah hati dan pikiran atas ajaran pendidik, bila tidak melihat bukti aktualisasinya pada diri pendidik. Sebagai contoh siswa tidak akan disiplin dalam mengikuti pelajaran guru yang sering terlambat masuk dan memulai pelajaran.
Prof. Dr. H. Mohammad Surya dalam buku Percikan Perjuangan Guru, mengemukakan hal berikut :
“Pada umumnya siswa sangat mengidamkan gurunya memiliki sifat-sifat yang ideal sebagai sumber keteladanan, bersikap ramah dan penuh kasih sayang, penyabar, menguasai materi ajar, mampu mengajar dengan suasana menyenangkan, dsb.”
Dengan berbagai penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku siswa sangat erat kaitannya dengan keteladanan yang dimiliki guru. Karena seorang guru yang teladan akan mudah menggugah, mempengaruhi siswa untuk lebih giat belajr dan berusaha menciptakan perilaku yang baik dalam pribadinya. Sebagaimana yang telah dicontohkan guru sesuai dengan tuntunan profesional, guru harus memiliki kualitas kepribadian yang sedemikian rupa sebagai pribadi panutan.
BAB III
PEMBAHASAN
Pendidikan mempunyai dua proses utama, yaitu mengajar dan diajar. Mengajar ditingkat pendidikan formal dilakukan oleh guru. Proses belajar mengajar atau dikenal dengan istilah kegiatan pengajaran merupakan inti dari proses pendidikan, atau dengan kata lain pengajaran merupakan bagian dari pendidikan. Dalam proses belajar mengajar ada tiga peranan guru yaitu guru sebagai pengajar berperan dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, guru sebagai pembimbing diharapkan dapat memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi dan guru sebagai admninistrator kelas berperan dalam pengelolaan proses belajar mengajar kelas. Dapat disimpulkan bahwa dalam proses pengajaran guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan, guru memegang peranan penting dalam menciptakan situasi pengajaran sehingga proses belajar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Ada dua macam proses untuk menggambarkan pentingnya pengembangan sumber daya guru. Pertama, jabatan guru diumpamakan sebagai air. Sumber air itu harus terus bertambah, agar sungai itu dapat mengalirkan air terus-menerus sehingga tidak menjadi kering. Jika seorang guru tidak pernah membaca informasi yang baru, tidak menambah ilmu pengetahuan tentang apa yang akan diajarkan, seorang guru tidak akan mungkin memberi ilmu dan pengetahuan dengan cara yang lebih baik kepada peserta didik. Kedua, jabatan guru diumpamakan dengan sebatang pohon berbuah. Pohon itu tidak akan berbuah lebat, bila akar induk pohon tidak menyerap zat-zat makanan yang berguna bagi pertumbuhan pohon itu. Begitu juga dengan jabatan guru yang terus tumbuh dan berkembang, setiap guru perlu menyadari bahwa pertumbuhan dan perkembangan profesi merupakan suatu keharusan untuk menghasilkan pendidikan berkualitas.
Dalam makalah ini diuraikan beberapa hal pokok, yaitu sebagai berikut:
(1) Guru Sebagai Pendidik
Guru sebagai pendidik adalah seorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan bangsa. Tinngi rendahnya kebudayaan masyarakat, maju atau mundurnya tingkat kebudayaan suatu masyarakat dan negara sebagian besar bergantung pada pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh guru. Pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan yang mulia, baik ditinjau dari sudut masyarakat dan negara maupun dari keagamaan. Tugas seorang guru tidak hanya mendidik. Oleh karena itu, untuk melaksanakan tugas sebagai guru tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Sebagai guru yang baik harus memenuhi syarat, yang ada dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia, yaitu: (1) Berijazah, (2) Sehat jasmani dan rohani, (3) Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkelakuan baik, (4) Bertanggung jawab, dan (5) Berjiwa nasional.
(2) Hakikat Sebagai Guru
Pandangan tradisional mengatakan guru sebagai penyalur pengetahuan dan sumber dari segala ilmu pengetahuan. Pandangan itu haruslah berubah, yaitu guru harus lebih berperan sebagai: (1) fasilitator dalam kegiatan belajar mengajar, dalam hal ini guru tidak hanya menyampaikan pengetahuan kepada siswa namun sebaliknya guru membantu siswa dalam membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar sehingga selain memperoleh ilmu pengetahuan, siswa juga dapat berpikir kreatif. (2) Guru merupakan penasihat siswa, yaitu guru harus mampu memahami kebutuhan belajar siswa sehingga dapat memberikan pelayanan belajar yang tepat kepada siswa dan dapat membantu kesulitan belajar siswa. (3) Pengamat kegiatan siswa, yaitu guru selalu mengontrol dan mengawasi sikap dan tingkah laku siswa terutama pada saat berlangsungnya proses belajar di kelas maupun di sekolah, (4) Mengevaluasi kemajuan belajar siswa, tugas guru menilai keberhasilan proses belajar siswa dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru.
(3) Komponen-Komponen Pengajaran
Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar ini tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran. Dianne Lapp, dkk (1975 : 1) menanamkan pola umum tingkah laku mengajar yang dimiliki guru dengan istilah “Gaya Mengajar atau Teaching Style“. Gaya mengajar ini tercermin dalam pelaksanaan pengajaran guru bersangkutan yang dipengaruhi oleh pandangannya sendiri tentang mengajar, konsep–konsep psikologi yang digunakan serta kurikulum yang dilaksanakan. Peran guru dalam proses belajar mengajar yang efektif memiliki berbagai bentuk sesuai dengan pengaruhnya terhadap sikap, struktur motivasi dan katerampilan kognitif anak/siswa ( Saputro, 1993 : 6).
- Dalam sikap, guru membantu siswa untuk berpikir kreatif dalam proses balajar mengajar, membantu siswa berpikir kritis dalam menghadapi masalah-masalah termasuk dalam masalah belajar dan juga membantu siswa untuk memperoleh pengalaman.
- Dalam hal motivasi, tugas guru adalah membangkitkan atau mendorong keinginan dan memelihara semangat siswa untuk secara kontinyu melaksanakan aktivitas belajar.
- Sedangkan kognitif, tugas guru adalah melengkapi kemampuan untuk belajar dalam pengetahuan dan keterampilan, yang dapat dikembangkan melalui pembinaan dalam mengenal dan menggunakan metode–metode ilmiah untuk menemukan informasi/pengetahuan dan keterampilan serta mengenal sumber-sumber belajar.
(4) Profesionalisme Guru
Profesionalisme menjadi tuntutan dalam setiap pekerjaan. Guru yang profesional adalah mereka yang memiliki kemampuan profesional dengan berbagai kapasitasnya sebagai pendidik. Studi yang dilakukan oleh Ace Suryani menunjukkan bahwa guru yang bermutu dapat diukur dengan lima indikator, yaitu: Pertama, kemampuan profesional, sebagaimana terukur dari ijazah, jenjang pendidikan, jabatan dan golongan serta pelatihan. Kedua, upaya profesional, sebagaimana terukur dari kegiatan mengajar, pengabdian dan penelitian. Ketiga, waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional, sebagaimana terukur dari masa jabatan, pengalaman mengajar serta lainnya. Keempat, kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya, sebagaimana terukur dari mata pelajaran yang diampu apakah telah sesuai spesialisasinya atau tidak, dan kelima, tingkat kesejahteraan, sebagaimana terukur dari tingkat upah, honor dan penghasilan rutinnya.
Jurnal terkemuka manajemen pendidikan, Educational Leadership edisi Maret 1983, untuk menjadi profesional, seorang guru dituntut memiliki lima hal, yaitu:
- Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, berarti komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswa.
- Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkan serta cara mengajarkannya pada siswa.
- Guru bertanggungjawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan melalui perilaku siswa sampai tes hasil belajar.
- Guru mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan belajar dari pengalamnya.
- Guru merupakan bagian dari masyarakat, belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya PGRI dan organisasi profesi lainnya.
(5) Usaha Peningkatan Profesionalisme Guru
Pertama, dari sisi lingkungan tempat guru mengajar, setiap guru mengikuti pelatihan dan penataran, diharapkan dari dirinya akan ada peningkatan dalam hal kemampuan dan kemauan. Serta mengembangkan wawasan keilmuannya dengan memiliki pembekalan materi. Kedua, pola pengelolaan pendidikan yang selama ini sangat sempit telah memposisikan para guru hanya sekedar operator pendidikan. Jadi guru cenderung mengajar hanya memindahkan pengetahuan saja. Pola pengelolaan pendidikan ini perlu diubah menjadi pola yang luas. Pengembangan kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif perlu dilaksanakan. Mutu pendidikan tidak hanya mengukur aspek pengetahuan tetapi juga keahlian, perilaku budi pekerti serta keterampilan. Perubahan perilaku ini dapat dilakukan melalui pelatihan dan penataran.
Secara rinci dalam melaksanakan proses belajar mengajar, guru dituntut untuk memiliki berbagai keterampilan, yakni cara menyelenggarakan pengajaran yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan yang direncanakan. Adapun syarat-syarat yang perlu dimilki oleh seorang guru, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan berhasil yaitu meliputi:
1. Penguasaan materi pelajaran
Materi pelajaran merupakan isi pengajaran yang dibawakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Karena itu, dalam mengajar, seorang guru dituntut untuk menguasai materi pelajaran, dan juga diperlukan penguasaan yang lebih luas terhadap materi itu sendiri sehingga dapat menuntun hasil belajar yang lebih baik.
2. Kemampuan menerapkan prinsip-prisip psikologi
Prinsip-prinsip psikologi yang biasanya merupakan hasil penelitian para ahli, menjelaskan kepada kita tentang tingkah laku manusia dalam berbagai konteks. Mengajar pada intinya merupakan proses mengubah tingkah laku. Agar memperoleh hasil yang diinginkan secara baik, perlu menerapkan prinsip-prinsip, terutama berkaitan dengan belajar.
3. Kemampuan menyelenggarakan proses balajar mengajar
Di lembaga-lembaga pendidikan yang mendidik calon guru, menyiapkan para calon guru dengan memberikan bekal-bekal teoritis dan pengalaman praktik kependidikan. Bekal teoritis meliputi berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang dapat menunjang pemahaman mengenai teori dan konsep belajar mengajar. Sedangkan bekal praktis diperoleh melalui kegiatan pengamatan terhadap guru dalam mengajar serta melakukan praktik.
4. Kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai situasi baru
Secara formal maupun profesional tugas guru seringkali menghadapi berbagai permasalahan yang timbul akibat adanya berbagai perubahan yang terjadi dilingkungan tugasnya, seperti perubahan kurikulum, pembaharuan dalam sistem pengajaran dan sebagainya, baik yang datang dari dalam sekolah, maupun dari pemerintah. Maka diperlukan kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai pembaharuan yang pada dasarnya muncul seiring dengan adanya sikap positif untuk mau meningkatkan diri dalam karir dan profesionalnya. Sikap ini dapat muncul bila guru memiliki kecakapan yang memadai mengenai hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, sehingga perubahan yang terjadi di lingkungan tidak terlalu mengejutkan, bahkan guru yang bersangkutan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan atau situasi yang dihadapi.
Guru Profesional haruslah bertanggungjawab menyalurkan objektif- objektif seiring dengan penerapan nilai-nilai murni Pendidikan Moral di kalangan anak didiknya. Selaras dengan Falsafah Pendidikan Kebangsaan, berdasarkan kepada prinsip kesepaduan unsur-unsur ini yang membolehkan potensi individu berkembang secara menyeluruh dan seimbang. Oleh karena itu, untuk mencapai Pendidikan yang mampu menjadikan peserta didik yang memiliki moral,etika dan akhlak yang baik, pelajar-pelajar sekolah akan diberi peluang menghayati nilai-nilai murni serta mengamalkannya dalam kehidupan mereka melalui kegiatan belajar -mengajar secara langsung, dan melalui mata pelajaran-mata pelajaran secara tidak langsung.
Sehubungan dengan hal tersebut, tugas memupuk nilai-nilai murni dalam jiwa pelajar kita adalah tanggungjawab guru profesional. Dengan menjalankan tugas penuh dedikasi sebagai seorang pendidik, adalah diharapkan bahwa matlamat pendidikan kebangsaan dapat dicapai, yaitu menghasilkan pelajar-pelajar yang bertanggungjawab dan mempunyai akhlak yang bermoral tinggi serta mulia. Selain memahami bidang pembelajaran, guru profesional perlu ‘menghidupkan‘ kelas dengan aktivitas-aktivitas yang menarik dan memberikan pengalaman langsung kepada murid. tanamkanlah nilai kasih sayang, hormat menghormati dan membalas budi ke dalam jiwa anak-anak yang masih mentah itu. Melalui pengalaman tersebut mereka akan dewasa dengan jiwa prihatin yang kaya dengan nilai kemanusiaan.
Guru professional yang komited ibarat dokter yang mampu memberikan penawar, mengobati dan memberikan harapan kepada murid-murid yang diibaratkan sebagai rebung yang masih bisa dibentuk.
A. Kode Etika Perguruan
Kode etika perguruan merupakan satu sistem prinsip yang mengawal kemoralan dan perlakuan guru profesional. Kode ini merupakan satu panduan perlakuan atau etika kerja untuk profesionalisme keguruan. Guru sebagai seorang profesional harus mematuhi peraturan yang terkandung dalam kode etika di samping mengamalkan peribadi mulia selaras dengan etika profesional dalam menjalankan tugas harian.
Tanggungjawab terhadap pelajar
1. Mengutamakan kebajikan dan keselamatan pelajar daripada hal-hal lain.
2. Adil terhadap setiap pelajar tanpa memandang faktor-faktor jasmani, mental,emosi, politik, ekonomi, sosial, keturunan atau agama.
3. Membimbing atau mengajar seseorang pelajar.
4. Menunjukkan suatu cara pakaian yang baik, pertuturan dan tingkah laku yang dapat memberikan contoh yang baik kepada pelajar.
Tanggungjawab Terhadap Masyarakat Dan Negara
1. Memupuk diri setiap pelajar sikap dan nilai yang dapat membantu, dan membimbing mereka untuk menjadi warganegara yang taat setia, bertanggungjawab dan berguna, menghormati adanya perbedaan kebudayaan, keturunan dan agama.
2. Menghormati masyarakat tempat berdomisili dan memenuhi segala tanggungjawab sebagai seorang warganegara dan rela berkorban .
3. Menggalakkan kerjasama antara guru dengan orang tua murid,institusi pendidikan dengan masyarakat. Menjunjung tinggi kehidupan moral,kebudayaan dan kecendiakawan masyarakat.
4. Berpegang kepada tingkah laku yang sopan yang diterima oleh masyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan baik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Profesional adalah suatu bidang pekerjaan yang memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Dengan kata lain sebuah profesi rnemerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru secara maksimal. Dengan kata lain,guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memilki pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik dalam KBM ( Kegiatan Belajar Mengajar ) serta landasan-landasan kependidikan seperti tercantum dalam kompetensi guru dalarn uraian selanjutnya. Dalam melakukan kewenangan profesionalismenya, guru dituntut memiliki seperangkat kemampuan ( kompetensi ) yang beraneka ragam. Namun sebelum sampai pada pembahasan kompetensi ada beberapa syarat profesi yang harus dipahami terlebih dahulu.
4.2 Saran
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbasan dan kekurangan,baik dalam pengetahuan maupun pengalaman. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak, khususnya dosen mata kuliah Profesi Pendidikan, serta bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Amir Syamsuddin, “Asas Umum Pemerintahan yang Baik”, Jurnal Keadilan, Vol. 2 No. 5 Tahun 2005, Jakarta
Indah Ivonna dkk. 2003. Pendidikan Budi Pekerti. Yogyakarta. Kanisius.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas.
Suseno-Franz Magnis. 2000. Etika Dasar. Yogyakarta. Kanisius
Paul B. Horton & Chester LH, Terj. Aminuddin Ram, 1992, Sosiologi, Erlangga, Jakarta
Poerwadaminta WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hal. 1230.
Bafadal, Ibrahim. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar. Jakarta: Sinar Grafika Offset
Saputro, Suprihadi. 1993. Dasar-dasar Metodologi Pengajaran Umum. Malang: Penerbit IKIP MALANG
Umar, Syahwani. 1998. ”Teori Belajar dan Pembelajaran” Jurnal Udukatif. Pontianak: FKIP UNTAN PONTIANAK
Sukardi, Joko Sri. 2008. Upaya Memperbaiki Kualitas Mengajar Yang Mendidik Guru IPA Dengan Memaksimalkan Terpenuhnya Kompetensi Kepribadian Dan Profesional Guru.
http://www.docstoc.com/ ( diakses tanggal 1 Maret 2011 )
www.freewebs.com/santyasa/ ,( diakses tanggal 1 Maret 2011 )
Relevansi pendidikan etika dan moral bisa dibilang dimulai dari sekolah dengan guru sebagai sentral. Pendidikan moral dan budi pekerti seharusnya mendapat porsi yang lebih apalagi anak-anak masih usia dini. Hal ini harus juga sepenuhnya disadari oleh orang tua dan tidak hanya mendewakan prestasi dari pada pendidikan etika dan budi pekerti.
ReplyDelete