Thursday, 3 November 2011

[Kompetensi Sosial Pengawas] Mengembangkan Komunikasi Efektif

[Diambil dari: Depdiknas.2009. Dimensi Kompetensi Kepribadian & Kompetensi Sosial (Bahan Belajar Mandiri Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah), Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan]
Pengantar:
Pengawas satuan pendidikan memiliki peran dan fungsi strategis dalam mendorong kemajuan sekolah-sekolah yang menjadi binaannya. Berbekal pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, mereka dapat memberikan inspirasi dan mendorong para kepala sekolah, guru serta tenaga kependidikan lainnya untuk terus mengembangkan profesionalisme dan meningkatkan kinerja mereka. Bagi kepala sekolah, pengawas layaknya mitra tempat berbagi serta konsultan tempat meminta saran dan pendapat dalam pengelolaan sekolah. Sementara itu bagi guru, pengawas selayaknya menjadi konselor dan konsultan dalam memecahkan problema dan meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pengawas dituntut memiliki kompetensi sosial, khususnya dalam menjalin mitra dengan para kepala sekolah, guru, shareholder dan stakeholder lainnya. Hal ini karena dalam bekerja pengawas bertemu banyak orang dengan berbagai latar belakang, kondisi, kepentingan serta persoalan yang dihadapi. Mereka juga harus mampu bermitra baik dengan individu maupun kelompok, selain itu pengawas juga berperan untuk mengembangkan jaringan kemitraan dengan berbagai pihak yang terkait dengan peningkatan mutu sekolah, dan mengembangkan tim kerjasama yang kokoh di dalam sekolah.
Dalam tulisan ini akan dikemukakan tentang kedudukan dan fungsi komunikasi  dan membangun komunikasi yang efektif kaitannya dengan peran dan tugas pengawas.
1. Kedudukan dan Fungsi Komunikasi
Organisasi tidak akan efektif apabila interaksi diantara orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tidak pernah ada komunikasi. Komunikasi menjadi sangat penting karena merupakan aktivitas tempat pimpinan mencurahkan waktunya untuk menginformasikan sesuatu dengan cara tertentu kepada seseorang atau kelompok orang. Dengan Komunikasi, maka fungsi manajerial yang berawal dari fungsi perencanaan, implementasi dan pengawasan dapat dicapai.
Komunikasi tergantung pada persepsi, dan sebaliknya persepsi juga tergantung pada komunikasi. Persepsi meliputi semua proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya. Baik buruknya proses komunikasi tergantung persepsi masing-masing orang yang terlibat di dalamnya. Ketidaksamaan pengertian antara penerima dan pengirim informsi akan menimbulkan kegagalan berkomunikasi. Dalam hal ini Barnard (1968,175-181) mengemukakan tentang faktor komunikasi yang berperan dalam menciptakan dan memelihara otoritas yang objektif dalam organisasi sebagai berikut.
  1. Saluran komunikasi harus diketahui secara pasti
  2. Seyogyanya harus ada saluran komunikasi formal pada setiap anggota organisasi
  3. Jalur komunikasi seharusnya langsung dan sependek mungkin
  4. Garis komunikasi formal hendaknya dipergunakan secara normal
  5. Orang-orang yang bekerja sebagai pusat pengatur komunikasi haruslah
  6. orang-orang yang berkemampuan cakap
  7. Garis komunikasi seharusnya tidak mendapat gangguan pada saat organisasi sedang berlangsung
  8. Setiap komunikasi haruslah disahkan.
Dalam memahami komunikasi menurut perilaku organisasi bahwa komunikasi adalah suatu proses antar orang atau antar pribadi yang melibatkan suatu usaha untuk mengubah perilaku. Perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi adalah merupakan unsur pokok dalam proses komunikasi tersebut (Thoha, 1990,167).
Perkembangan teknologi komunikasi yang sangat cepat, tidaklah mengurangi arti pentingnya komunikasi diantara orang yang tergabung dalam organisasi. Komunikasi antara orang dengan orang tidak selalu tergantung pada teknologi, akan tetapi tergantung dari kekuatan dalam diri orang dan dalam lingkungannya. Komunikasi merupakan suatu proses interaksi antara orang itu sendiri. Proses yang berjalan dari komunikator yang menyampaikan pesan (message) melalui jalur tertentu (medium), kemudian ditangkap oleh penerima (receiver) dan bila memungkinkan menjadi umpan balik (feedback) kepada komunikator. Gambaran umum proses komunikasi dijelaskan sebagai berikut.
komunikasi5
  1. Tahap Ideasi (Ideation), yaitu tahap proses penciptaan gagasan, pesan atau informasi. Pada umumnya ideasi muncul karena ada rangsangan dari luar atau ada kebutuhan untuk berkomunikasi pada diri peserta.
  2. Tahap Penyandian (Encoding), yaitu proses penyusunan gagasan atau pesan menjadi suatu bentuk informasi (simbol, lambang, sandi) yang akan dikirimkan; termasuk pemilihan dan penentuan cara maupun alat(media)untuk menyampaikannya.
  3. Tahap Pengiriman (Transmitting), merupakan kegiatan penyampaian pesan atau informasi yang terjadi di antara peserta komunikasi. Pengiriman pesan ini dapat dilakukan dengan cara berbicara (verbal/lisan), atau non-verbal dengan tulisan, gambar, warna atau gerakan (kial); disampaikan secara langsung atau melalui media tertentu.
  4. Tahap Penerimaan (Receiving), yakni proses penerimaan atau pengumpulan pesan yang terjadi pada para peserta komunikasi. Penangkapan atau pengumpulan pesan ini dapat terjadi dengan cara mendengarkan, membaca, mengamati atau memperhatikan, tergantung pada cara dan alat yang digunakan dalam berkomunikasi tersebut.
  5. Tahap Penafsiran (Decoding), yakni usaha pemberian arti terhadap informasi/pesan di antara peserta komunikasi. Peserta komunikasi yang berkepentingan, melalui proses berpikir, berusaha menginterpretasikan atau menafsirkan informasi yang telah terkumpul dalam pikirannya. Pengertian “berpikir” di sini diartikan secara luas, baik menggunakan pikiran manusia (komunikasi manusiawi) maupun naluri binatang (komunikasi dengan hewan) dan sistem memori mekanis yang terdapat dalam mesin atau peralatan otomatis.
  6. Tahap Respon (Pemberian Tanggapan), merupakan tindak lanjut dari penafsiran yang telah dilakukan, yakni pemberian reaksi terhadap pesan yang telah disampaikan. Jadi para peserta komunikasi menggunakan arti atau makna suatu pesan sebagai dasar untuk memberikan reaksi. Apabila respon/reaksi yang diberikan “sesuai” dengan maksud pengirim pesan berarti terjadi komunikasi yang efektif; dan sebaliknya apabila “tidak sesuai” berarti terjadi mis-communication.
  7. Tahap Balikan (Feedback), berlangsung seiring dengan tahap-tahap komunikasi lainnya, yang berupa gejala atau fenomena yang dapat dijadikan petunjuk keberhasilan atau kegagalan suatu proses komunikasi. Jadi pengertian feedback ini harus dibedakan dengan hasil (respons).
Dengan demikian, komunikasi dapat dipahami sebagai penyampaian pesan, informasi atau pemikiran ide-ide dari satu orang atau lebih kepada orang lain atau kelompok orang dengan menggunakan lambang yang sama.
Secara sederhana komunikasi dapat dirumuskan sebagai proses pengoperasian isi pesan berupa lambang-lambang dari komunikator ke komunikan. Sekarang timbul pertanyaan, apa yang dinamakan komunikasi antar pribadi?
Dimensi komunikasi organisasi mencakup pula komunikasi antar pribadi. Efektivitas komunikasi antarpribadi sangat tergantung pada pribadi penerima maupun pengirim pesan seperti yang dijelaskan berikut ini:
  1. Keterbukaan, mencakup aspek keinginan untuk terbuka bagi setiap orang yang berinteraksi dengan orang lain, dan keinginan untuk menanggapi secara jujur semua stimulus yang datang kepadanya
  2. Empati, yaitu merasakan sebagaimana yang dirasakan oleh orang lain atau mencoba merasakan dalam cara yang sama dengan perasaan orang lain
  3. Dukungan, adakalanya perlu diucapkan namun dapat juga tidak diucapkan
  4. Kepositifan, mencakup adanya perhatian yang positif terhadap diri seseorang, suatu perasaan positif itu dikumunikasikan, dan mengefektifkan kerjasama
  5. Kesamaan, mencakup kesamaan suasana dan kedudukan antara orang­orang yang berkomunikasi (De Vito,1976,44-46).
Keberhasilan komunikasi merupakan kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan hubungan sekolah dengan masyarakat (communication is a key to successful team effort). Artinya kalau pengawas sekolah ingin berhasil dalam memberdayakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, maka kunci pertama yang harus dikuasai adalah kemampuan berkomunikasi. Pengawas harus mampu membangun komunikasi efektif.
2. Membangun Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif bagi pimpinan merupakan keterampilan penting karena perencanaan, pengorganisasian, dan fungsi pengendalian dapat berjalan hanya melalui aktivitas komunikasi. Dalam beberapa situasi di dalam organisasi, kadangkala muncul sebuah pernyataan di antara anggota organisasi, apa yang kita dapat adalah kegagalan komunikasi. Pernyataan tersebut mempunyai arti bagi masing-masing anggota organisasi, dan menjelaskan bahwa yang menjadi masalah dasar adalah komunikasi, karena kemacetan atau kegagalan komunikasi dapat terjadi antar pribadi, antarpribadi dalam kelompok, atau antar kelompok dalam organisasi.
Komunikasi bagi pimpinan merupakan aspek pekerjaan yang penting sebagai bagian dari fungsi organisasi. Masalah bisa berkembang serius manakala pengarahan menjadi salah dimengerti; gurauan yang membangun dalam kelompok kerja malah menyulut kemarahan; atau pembicaraan informal oleh pimpinan terjadi distorsi (penyimpangan). Dengan kata lain bahwa masalah komunikasi dalam organisasi adalah apakah anggota organisasi dapat berkomunikasi dengan baik atau tidak?
Komunikasi merupakan keterampilan dasar seorang pengawas sekolah, dan merupakan elemen penting dalam pelayanan, karena menyangkut kompetensi pengawas sekolah sebagai orang yang melayani kepentingan dan kebutuhan sekolah, utamanya kepala sekolah dan guru. Keterampilan dasar berkomunikasi bagi seorang pengawas sekolah adalah:
  1. Mampu saling memahami kelebihan dan kekurangan individu
  2. Mampu mengkomunikasikan pikiran dan perasaan
  3. Mampu saling menerima, menolong, dan mendukung
  4. Mampu mengatasi konflik yang terjadi dalam komunikasi
  5. Saling menghargai dan menghormati
Mengembangkan keterampilan berkomunikasi bagi pengawas sekolah dapat dilakukan dengan memperhatikan:
  1. Manfaat dan pentingnya komunikasi
  2. Penguasaan perilaku individu
  3. Komponen-komponen komunikasi,
  4. Praktek keterampilan berkomunikasi
  5. Bantuan orang lain
  6. Latihan yang terus-menerus
  7. Partner berlatih, untuk meningkatkan kemampuan adaptif berkomunikasi
Seorang pengawas sekolah perlu membangun jaringan komunikasi yang sehat, baik dengan Dinas Pendidikan, pihak sekolah, dunia usaha, maupun lembaga mitra lain. Analisis jaringan komunikasi dapat dilakukan untuk mengetahui:
  1. Peranan individu (karyawan) dalam penyaluran informasi organisasi, yang sekaligus juga menunjukkan pola interaksi antara individu tersebut dengan individu lain
  2. Bentuk hubungan atau koneksi orang-orang dalam organisasi dan kelompok tertentu (klik)
  3. Keterbukaan/ketertutupan individu atau kelompok.
Peranan seorang pengawas sekolah dalam suatu jaringan komunikasi dapat sebagai :
  1. Opinion leader, individu yang diakui menguasai informasi (kuantitas dan kualitas) dan dengan informasi tersebut mampu mempengaruhi perilaku dan keputusan-keputusan yang diambil oleh individu, kelompok, atau organisasi. Opinion leader tidak selalu memiliki otoritas formal, bahkan pada umumnya merupakan pimpinan informal.
  2. Gate keepers, individu yang mengontrol arus informasi di antara anggota organisasi. Individu yang menentukan apakah suatu informasi itu penting atau tidak untuk diteruskan/diberikan kepada pimpinan atau pegawai organisasi.
  3. Cosmopolites, individu yang menghubungkan organisasi dengan lingkungannya. Mengumpulkan informasi dari berbagai sumber di lingkungan dan menyampaikan informasi organisasi kepada lingkungan.
  4. Bridge, anggota kelompok atau klik dalam suatu organisasi yang menghubungkan kelompok itu dengan kelompok lain.
  5. Liaison, individu penghubung antar kelompok, dan bukan sebagai anggota salah satu kelompok tersebut.
  6. Isolate, anggota organisasi yang mempunyai kontak minimal dengan orang lain dalam organisasi.
Posisi atau peranan pengawas sekolah dalam jaringan arus informasi akan mempengaruhi, antara lain:
  1. Tingkat kekuasaan (power), hubungan sosial, atau pengaruh individual dalam organisasi.
  2. Partisipasi dalam pelaksanaan tugas (intensitas dan kuantitas kegiatan organisasi, yang dapat berimbas pada peningkatan keterampilan/keahlian).
  3. Kepuasan terhadap arus informasi.
  4. Konsep diri.
Keterampilan dan sikap dalam berkomunikasi akan sangat menentukan bagaimana pengembangan kualitas pendidikan oleh pengawas sekolah. Terutama dalam membentuk jaringan kemitraan dengan share/stake holder dan tim kerjasama untuk melayani pelanggan. Jaringan kemitraan yang kuat dan saling menguntungkan yang dilayani oleh anggota tim kerjasama yang saling melayani, sudah pasti akan memperlancar pengembangan kualitas pendidikan. Pengawas yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan memadai dapat menyelesaikan berbagai masalah di lapangan. Masalah komunikasi antara lain disebabkan oleh pola birokrasi dan hubungan yang kaku sehingga tidak terpelihara situasi sesuai harapan pengawas maupun pihak-pihak yang disupervisi.
Daftar Pustaka
Berry LM, dan Houston, JP.1993. Psychology at Work. Madison: WCB Brown and Benchmark.
Bischof, L.J. 1970. Interpreting Personality Theories. New York : Harper and Row.
Bruce, R.A. ; Scott, S.G. 1999. The Moderating Effect of Decision Making Style on The Turnover Process : An Extention of Previous Research.
Eysenck, H.J. 1950. Dimensions of Personality. London: Routledge & Kegan Paul limited.
Eysenck, H.J. & Wilson, G.D. 1976. A Text Book of Human Psychology.London: TP.Press. Ltd., St Leonard’s House.
Eysenck, H.J. & Wilson, G. D. 1982. Know Your Own Personality. Anglesburg: Elican.
Hall, C.S., & Lindzey, G. 1978. Theories of Personality. New York:
John Wiley and Harren, V.A.; Kass, R.A.; Trusky, H.E.A. & Moreland, J.R. 1978. Influence of sex role attitude and cognitive style on career decision making. Journal of Counselling Psychology . 25, 390-398.
Herscovitch L. dan Meyer, JP. 2002. Commitment to Organizational Change: Extension of a Three Component Model, Journal of Applied Psychology, (3), 479-487.
Judge, Timothy A., dan Ilies, Remus. 2002. Relationship of Personality to Performance Motivation: A Meta-Analytic Review, Journal of Applied Psychology, 87, (4), 797-807.
Kreitner, Robert dan Konicki, Angelo. 2004. Organizational Behavior. McGraw Hill.
Meyer JP., Allen NJ., dan Gellatly LR. 1990. Affective and Continuance Commitment to Organization, Evaluation of Measures and Analysis of Concurrent and Tine Lagged Relations, Journal of Applied Psychology, 75: 710-720.
Meyer JP., Allen NJ., dan Smith CA.. 1993. Commitment to Organizations and Occupations: Extension and Test of Three – Component Conseptualization, Journal of Applied Psychology, 78 (4), 538-551.
Meyer JP., dan Allen NJ. 1988. Links between Work Experience and  Organizational Commitment during The First Year of Employment A Longitudinal Analysis, Journal of Applied Psychology, 61: 195-209. Porter, Steers, Bigley. 1996. Motivation and Leadership at Work. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Robbins, SP. 2002. Organizational Behavior, Concepts, Controversies Applications, Eight Edition. New Jersey: Prentice-Hall International Inc. Sigit Soehardi. 2003. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Fak. Ekonomi UST. Suryabrata, S. 1998. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Steers. 1980. Efektivitas Organisasi, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Steers, R.M., Porter, L.W. 1983. Motivation and Work Behavior. New York: McGraw-Hill Book Company.

No comments:
Write komentar