Pertemuan
6
Sunnah-sunnah Shalat
1. Mengangkat kedua tangan
saat takbiratul Ihram
Al-Malikiyah dan As-Syafi'iyah menyebutkan bahwa disunnahkan
untuk mengangkat tangan saat takbiratul ihram, yaitu setinggi kedua pundak.
Dalilnya adalah hadits berikut ini :
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya setinggi pundaknya saat
memulai shalatnya (HR. Muttafaq 'Alaihi)
Dan Al-Hanafiyah menyebutkan bahwa laki-laki mengangkat
tangan hingga kedua telinganya sedangkan wanita mengangkat sebatas pundaknya
saja. Dalilnya adalah :
Dari Wail bin Hajr radhiyallahu ‘anhu bahwa dia melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya ketika memulai shalat,
lalu bertakbir dan meluruskan kedua tanggannya setinggi kedua telinganya.(HR.
Muslim)[1]
Dari Al-Barra' bin Azib bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bila shalat mengangkat kedua tanggannya hingga kedua jempol tangannya
menyentuh kedua ujung telinganya (HR. Ahmad, Ad-Daruquthny)
Sedangkan Al-Hanabilayh menyebutkan bahwa seseorang boleh
memilih untuk demikian atau mengangkat tangannya hingga kedua ujung telinganya.
Dalilnya adalah bahwa keduanya memang punya dasar hadits yang bisa dijadikan
sandaran. Saat mengangkat kedua tangan, dianjurkan agar jari-jari terbuka tidak
mengepal, sebagaimana pendapat jumhur. Serta menghadap keduanya ke arah kiblat.
2. Meletakkan tangan kanan di
atas tangan kiri
Jumhur ulama selain Al-Malikiyah mengatakan bahwa
disunnahkan untuk meletakkan tapak tangan kanan di atas tapak tangan kiri.
Dalilnya adalah hadits berikut ini :
Dari Wail bin Hajr radhiyallahu ‘anhu bahwa dia melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengangkat kedua tangannya ketika memulai shalat,
lalu bertakbir dan meletakkan tangan kanannya di atas tapak tangan kirinya,
atau pergelangannya atau lengannya (antara siku hingga pergelangan tangan)(HR.
Muslim, Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa'i)
Sedangkan dimana diletakkan kedua tangan itu, para ulama
sejak dahulu memang berbeda pendapat. Ada
yang mengatakan di bawah pusat, ada juga yang mengatakan di antara dada dan
pusat, dan ada juga yang mengatakan di dada.
a. Di bawah pusat
Mereka yang mengatakan bahwa posisi tangan itu di bawah
pusat diantaranya adalah Al-Hanafiyah, dengan landasan hadits berikut ini :
Diriwayatkan dari Ali bin abi Thalib ra,"Termasuk sunnah
adalah meletakkan kedua tangan di bawah pusat".(HR. Ahmad dan Abu Daud).
Tentu perkataan Ali bin Abi Thalib ini merujuk kepada
praktek shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana
beliau menyaksikannya.
b. Di antara pusat dan dada
Diantara yang berpendapat demikian adalah Asy-syafi'iyah.
Dan bahwa posisinya agak miring ke kiri, karena disitulah posisi hati, sehingga
posisi tangan ada pada anggota tubuh yang paling mulia. Dalilnya adalah hadits
berikut ini :
عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ t قَالَ : صَلَّيْتُ مَعَ اَلنَّبِيِّ r فَوَضَعَ يَدَهُ اَلْيُمْنَى عَلَى يَدِهِ
اَلْيُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ أَخْرَجَهُ
اِبْنُ خُزَيْمَةَ
Dari Wail bin Hajr radhiyallahu ‘anhu berakta,”Aku melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat dan meletakkan kedua tangannya
di atas dada.(HR. Ibnu Khuzaemah)[2]
Sedangkan Al-Malikiyah tidak menganggap meletakkan tangan di
atas dada dan lainnya itu sebagai sunnah. Bagi mazhab ini, posisi tangan
dibiarkan saja menjulur ke bawah. Bahkan mereka mengatakan bahwa hal itu kurang
disukai bila dilakukan di dalam shalat fardhu 5 waktu, namun dibolehkan bila
dilakukan dalam shalat sunnah (nafilah).
3. Melihat ke tempat sujud
As-Syafi'iyah dan para ulama lainnya mengatakan bahwa
melihat ke arah tempat sujud adalah bagian dari sunnah shalat. Sebab hal itu
lebih dekat ke arah khusyu'. Selain itu memang ada dalilnya.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bila memulai shalat, tidak melihat kecuali ke arah
tempat sujudnya. (Hadits Dhaif, Imam An-Nawawi mengatakan bahwa hadits ini
tidak diketahuinya)
Kecuali saat tahiyat, maka pandangan diarahkan ke jari
tangan kanannya. Sebagaimana hadits berikut :
Dari Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhu bahwa apabila
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk dalam tasyahhud, beliau
meletakkan tangan kanannya di atas paha kanannya dan meletakkan tangan kirinya
di atas tangan kirinya lalu menunjuk dengan telunjuknya dan pandangan matanya
tidak lepas dari telunjuknya itu". (HR. Ahmad, An-Nasai, Abu
Daud)
4. Doa istiftah (doa tsana`)
Doa istiftiftah juga seringkali disebut dengan doa iftitah
atau do'a tsana'. Semuanya merujuk pada lafadz yang sama. Hukum
membacanya adalah sunnah menurut jumhur ulama, kecuali Al-Malikiyah yang
menolak kesunnahannya.
Sedangkan lafadznya memang sangat banyak versinya. Dan bisa
dikatakan bahwa semuanya bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.
عَنْ عُمَرَ t أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ :سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ,
تَبَارَكَ اِسْمُكَ , وَتَعَالَى جَدُّكَ , وَلا إِلَهُ غَيْرُكَ رَوَاهُ مُسْلِمٌ
بِسَنَدٍ مُنْقَطِعٍ , وَاَلدَّارَقُطْنِيُّ مَوْصُولاً وَهُوَ مَوْقُوفٌ
Dari Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam membaca : “Maha suci Engaku dan segala puji untuk-Mu. Diberkahilah
asma-Mu, tinggilah keagungan-Mu. Dan tiada tuhan kecuali Engkau.(HR.
Muslim)[3]
Lafaz ini diriwayatkan oleh Asiyah radhiyallahu ‘anhu dengan
perawi Abu Daud dan Ad-Daruquthuny.
وَعَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ t عَنْ رَسُولِ اَللَّهِ r أَنَّهُ
كَانَ إِذَا قَامَ إِلَى اَلصَّلاةِ قَالَ : "وَجَّهْتُ وَجْهِي
لِلَّذِي فَطَّرَ اَلسّمَوَاتِ " . . . إِلَى قَوْلِهِ : "مِنْ
اَلْمُسْلِمِينَ , اَللَّهُمَّ أَنْتَ اَلْمَلِكُ لا إِلَهَ إِلا
أَنْتَ , أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ . . .
إِلَى آخِرِهِ . رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bila berdiri untuk shalat membaca
:”Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi, dengan
lurus dan berserah diri sedangkan aku bukan bagian dari orang musyrik.
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan
semesta alam.Tiada sekutu baginya dan dengan itulah aku diperintahkan. Dan aku
termasuk bagian dari orang-orang muslim.(HR. Muslim)
Lafaz ini sampai kepada kita lewat perawi yang kuat seperti
Imam Muslim, Ahmad dan Tirmizy dan dishahihkan oleh Ali bin Abi Thalib. Lafaz
ini sebenarnya juga lafadz yang juga ada di dalam ayat Al-Quran Al-Kariem,
kecuali bagian terakhir tanpa kata "awwalu".
Selain itu juga ada lafdaz lainnya seperti di bawah ini :
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ :كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ r
إِذَا كَبَّرَ لِلصَّلاةِ سَكَتَ هُنَيَّةً , قَبْلِ أَنْ يَقْرَأَ ,
فَسَأَلْتُهُ , فَقَالَ : "أَقُولُ : اَللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ
خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ اَلْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ , اَللَّهُمَّ
نقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى اَلثَّوْبُ اَلابْيَضُ مِنْ
اَلدَّنَسِ , اَللَّهُمَّ اِغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ
وَالْبَرَدِ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bila bertakbir memulai shalat, beliau diam sejenak sebelum
mulai membaca (Al-Fatihah). Maka aku bertanya padanya dan beliau menjawab,”Aku
membaca : Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana
Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, sucikanlah aku dari
kesalahan-kesalahan sebagaimana Engaku mensucikan pakaian dari kotoran. Ya
Allah, mandikan aku dengan air, salju dan embun". (HR.
Muttafaq ‘alaihi)
5. Mengucapkan Amin
Dalilnya adalah hadits nabi berikut ini
وَعَنْ نُعَيْمٍ اَلْمُجَمِّرِ t قَالَ : صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَرَأَ : (بِسْمِ اَللَّهِ
اَلرَّحْمَنِ اَلرَّحِيمِ) . ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ اَلْقُرْآنِ , حَتَّى إِذَا
بَلَغَ : (وَلا اَلضَّالِّينَ) , قَالَ : "آمِينَ" وَيَقُولُ
كُلَّمَا سَجَدَ , وَإِذَا قَامَ مِنْ اَلْجُلُوسِ : اَللَّهُ أَكْبَرُ . ثُمَّ
يَقُولُ إِذَا سَلَّمَ : وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لاشْبَهُكُمْ
صَلاةً بِرَسُولِ اَللَّهِ r
رَوَاهُ النَّسَائِيُّ وَابْنُ
خُزَيْمَةَ
Dari Nu;aim Al-Mujammir radhiyallahu ‘anhu berkata,”Aku shalat di
belakang Abu Hurairah, beliau membaca : bismillahirrahmanirrahim. Kemudian
beliau membaca ummul-quran (Al-Fatihah), hingga beliau sampai kata
(waladhdhaallin) beliau mengucapkan : Amien. Dan beliau mengucapkannya setiap
sujud. Dan bila bangun dari duduk mengucapkan : Allahu akbar. Ketika salam
beliau berkata : Demi Allah Yang jiwaku di tangan-Nya, aku adalah orang yang
paling mirip shalatnya dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. (HR.
An-Nasai dan Ibnu Khuzaemah).
Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Apabila imam mengucapkan
"Amien", maka ucapkanlah juga. Siapa yang amin-nya bersamaan dengan
ucapan amin para malaikat, maka Allah mengampunkan dosa-dosanya yang telah
lampau.(HR. Jamaah kecuali At-Tirmizy)
6. Merenggangkan kedua tumit
Disunnahkan merenggangkan kedua tumit saat berdiri kira-kira
selebar 4 jari. Sebab posisi yang demikian sangat dekat dengan khusyu'.
Sedangkan Imam As-syafi'i mengatakan bahwa jaraknya kira-kira sejengkal. Dan
makruh untuk menempelkan keduanya karena menghilangkan rasa khusyu'.
Sedangkan Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah mengatakan
disunnahkan untuk merenggangkannya tapi tidak terlalu lebar dan tidak terlalu
dekat.
7. Membaca sebagian surat Quran setelah
membaca Al-Fatihah
Dasarnya adalah hadits berikut ini :
Dari Qatadah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam membaca dalam shalat Zhuhur pada dua rakaatnya
yang pertama surat Al-Fatihah dan dua surat, beliau
memanjangkannya di rakaat pertama dan memendekkannya di rakaat kedua. Terkadang
beliau mendengarkan ayat. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam membaca dalam
shalat Ashar pada dua rakaatnya yang pertama surat
Al-Fatihah dan dua surat,
beliau memanjangkannya di rakaat pertama dan memendekkannya di rakaat kedua.
Dan beliau beliau memanjangkannya di rakaat pertama shalat shubuh dan
memendekkannya di rakaat kedua. (HR. Muttafaqun 'alaihi).
Dari Abu Bazrah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam membaca dalam shalat shubuh dari 60-an ayat hingga
100-an ayat.". (HR. Muttafaqun 'alaihi)
8. Takbir ketika ruku`, sujud,
bangun dari sujud dan berdiri dari
sujud.
Dasrnya adalah hadits berikut ini :
Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu ‘anhu berkata,"Aku melihat nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir setiap bangun atau turun, baik berdiri
atau duduk". (HR. Ahmad, An-Nasai dan At-Tirmizy dengan
status shahih).
Kecuali pada saat bangun dari ruku', maka bacaannya adalah
"Sami'allahu liman hamidah". Maknanya, Allah Maha Mendengar orang
yang memuji-Nya.
9. Meletakkan kedua lutut lalu
kedua tangan kemudian wajah ketika turun sujud dan sebaliknya
Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Kedua pendapat
yang anda tanyakan itu masing-masing memiliki dalil dari hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam. Baik yang mengatakan tangan dulu baru lutut atau yang
sebaliknya, lutut dulu baru tangan.
Pendapat Pertama: Tangan lebih dulu.
Dari Abi Hurairah ra. Berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,”bila kamu sujud, maka janganlah duduk seperti cara duduknya
unta. Hendaklah dia meletakkan tangannya terlebih dahulu sebelum lututnya.
Para fuqoha yang
berpendapat bahwa tangan terleib hdahulu sebelum lutut diantaranya adalah:
Al-Hadawiyah, Imam Malik menurut sebagian riwayat dan Al-auza‘i.
Pendapat Kedua: Lutut lebih dulu. Dari Wail bin Hujr
berjata,”Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bila sujud
meletakkanb kedua lututnya sebelum tangannya.
Sedangkan para fuqoha yang berpendapat bahwa tangan terleib
hdahulu sebelum lutut diantaranya adalah: mazhab Imam Abu Hanifah dan mazhab
Imam Asy-Syafi‘i serta menurut sebagian riwayat mazhab Imam Malik.
Mereka menolak pendapat yang mengatakan bahwa tangan yang
diletakkan terlebih dahulu sebelum lutut karena menurut anggapa nmereka hadits
yang digunakan ada masalah. Karena dalam matannya ada ketidak konsistenan.
Yaitu disebutkan bahwa jangan duduk seperti duduknya unta, lalu diteruskan
dengan perintah untuk meletakkan tangan terlebhi dahulu. Hal ini justru
bertentangan. Karena unta itu bila duduk, justru kaki depannya terlebih dahulu
baru kaki belakang. Sedangkan perintahnya jangan menyamai unta, artinya
seharusnya kaki terlebih dahulu baru tangan.
Ketidak-konsistenan ini dikomentari oleh Ibnul Qayyim bahwa
ada kekeliruan dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-bukhari ini. Yaitu
tebaliknya perintah, seharusnya bunyi perintahnya adalah untuk meletakkan lutut
terlebih dahulu bahru tangan. Dan kemungkinan terbaliknya suatu lafaz dalam
hadits bukan hal yang tidak mungkin.
10. Sunnah dalam sujud
Disunnahkan untuk memperbanyak doa pada saat sujud. Dengan
dalil sunnah beriku ini.
Seorang hamba terdekat dengan tuhannya pada saat sedang sujud,
maka perbanyaklah doa pada saat sujud itu, pastilah akan dikabulkan".(HR.
Muslim)
Dari Abi Said radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,"Wahai Muaz, bila kamu meletakkan wajahmu dalam
sujud, katakanlah : Ya Allah, tolonglah aku untuk bersyukur dan beribadah dengan
baik kepada-Mu."
11. Doa saat duduk di antara
dua sujud
Menurut mazhab As-Syafi'iyah, Al-Hanabilah dan Al-Malikiyah,
doa yang dibaca ketika duduk antara 2 sujud adalah lafadz berikut ini.
رَبِّ اغْفِرْلِي وَارْحَمْنِي وَاجْبُرْنِي
وَارْفَعْنِي وَارْزُقْنِي وَاهْدِنيِ وَعَافِنيِ
Artinya : Ya Allah, ampunilah aku, kasihilah aku, berikah aku
kekuatan, angkatlah aku, beri aku rezeki, tunjuki aku dan sehatkan aku".
Dalilnya adalah riwayat berikut ini :
Dari Huzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa dirinya shalat
bersama dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau mengucapkan
antara dua sujud : Rabbighfirli".(HR. An-Nasai dan Ibnu Majah)
12. Bertasyahhud awal
13. Meletakkan kedua tangan di
atas kedua paha.
14. Shalawat kepada nabi pada tasyahhud
akhir
Mazhab As-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa
shalawat kepada nabi dalam tasyahhud akhir hukumnya wajib. Sedangkan
shalawat kepada keluarga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hukumnya
sunnah menurut As-Syafi`iyah dan hukumnya wajib menurut Al-Hanabilah.[4]
Sedangkan menurut Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah, membaca
shalawat kepada nabi pada tasyahhud akhir hukumnya sunnah.[5]
Adapun lafaz shalawat kepada nabi dalam tasyahhud
akhir seperti yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
adalah :
Allahumma Shalli `ala Muhammad wa `ala aali Muhammad,
kamaa shallaita `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Wa baarik `ala `ala Muhammad
wa `ala aali Muhammad, kamaa barakta `ala Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Innaka
hamidun majid.(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Artinya : Ya Allah, sampaikanlah shalawat kepada Muhammad
dan kepada keluarganya, sebagaimana shalawat-Mu kepada Ibrahim dan kepada
keluarganya. Berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana barakah-Mu kepada
Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Agung.
* Masalah penggunaan lafaz
Sayyidina
Al-Hanafiyah dan As-Syafi`iyah menyunnahkan penggunaan kata
[sayyidina] saat mengucapkan shalawat kepada nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam (shalawat Ibrahimiyah). Landasannya adalah bahwa penambahan kabar
atas apa yang sesungguhnya memang ada merupakan bagian dari suluk adab. Jadi
lebih utama digunakan dari pada ditinggalkan. [6]
Sedangkan hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berkata,`Janganlah kamu memanggilku dengan sebuatan
sayyidina di dalam shalat`, adalah hadits maudhu` (palsu) dan dusta.[7]
15. Doa sesuadah shalawat pada
tasyahhud akhir
Diantara doa yang masyhur dan ma`tsur (diwariskan dari nabi shallallahu
‘alaihi wasallam) adalah lafaz berikut ini :
Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah
waqina azabannar.
Atau lafaz berikut ini
Allahumma inni zhalamtu nafsi zhulman katsira, wa innahu la
yaghfiruz-zunuba illa anta, faghfirli maghfiratan min indika, warhamni innaka
antal ghafururrahim. (HR. Bukhari dan Muslim)[8]
Artinya : Ya Allah, sungguh aku telah menzalimi diriku sendiri
dengan kezaliman yang besar. Tiada yang bisa mengampuni dosa-dosa itu kecuali
Engkau. Maka ampunilah diriku dengan ampunan dari-Mu. Kasihanilah diriku ini karena
sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. (HR.
Bukhari dan Muslim dan lafaznya dari Muslim)
Atau lafaz ini
Allahumma inni audzu bika min azabi jahannam, wa min azabil qabri,
wa min fityatil mahya wa mamat, wa min syarri fitnati masihid-dajjal.
Artinya : Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari dari
azab jahannam, dan dari azab kubur, dan dari fitnah makhluk hidup dan makhluk
mati, dan dari fitnah al-masih Dajjal.
Dalilnya adalah hadits berikut ini :
Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,`Bila kalian telah selesai dari tasyahhud akhir maka
berlindunglah kepada Allah dari empat hal : [1] dari azab jahannam, [2] dari
azab kubur, [3] dari fitnah makhluk hidup dan makhluk mati, [4] dari fitnah
al-masih Dajjal.
Bahkan sebagian ulama mewajibkan untuk membaca doa ini dalam
tasyahhud akhir.[9]
16. Menoleh ke kanan dan ke kiri saat mengucap dua salam
Dari Said bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu berkata,`Aku melihat
NAbi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan salam ke kanan dan ke kiri hingga
terlihat putih pipi beliau`.(HR. Muslim)
Dalam lain riwayat disebutkan
`NAbi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan salam ke kanan hingga
terlihat putih pipi beliau dan melakukan salam ke kiri hingga terlihat putih
pipi beliau`.(HR. Ad-Daruquthuny)
As-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah mengatakan bahwa ketika
memulai lafaz salam (assalamu `alaikum), wajah masih menghadap kiblat. Ketika
mengucapkan (warahmatullah), barulah menoleh ke kanan dan ke kiri.
17. Melirihkan salam yang
kedua
Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah menyunnahkan untuk melirihkan
ucapan salam kedua dan mengeraskan ucapan salam yang pertama. Demikian juga
dengan Al-Malikiyah, mereka mengatakan disunnahkan untuk melirihkan salam yang
kedua dan menjaharkan salam yang pertama, baik sebagai imam, sebagai makmum
atau pun bila shalat sendiri.
18. Menunggu bagi masbuq
hingga imam selesai dengan dua salamnya
Disunnahkan bagi makmum untuk tidak segera mengucapkan salam
kecuali setelah imam selesai dengan kedua salamnya. Hal itu dikarenakan untuk
berjaga-jaga apabila ternyata imam masih akan melakukan sujud sahwi. Menunda
salam bagi makmum hingga imam selesai dengan kedua salamnya adalah sunnah
menurut Al-Hanafiyah.
19. Khusyu`, tadabbur dalam
bacaan shalat dan zikir
AL-Imam As-Syafi`i menyebutkan bahwa disunnahkan untuk
melakukan shalat dengan khusyu` serta tadabbur (merenungkan) bacaan Al-Quran
pada shalat. Termasuk juga bacaan-bacaan lain (zikir) dalam shalat. Beliau juga
menyunnahkan untuk memulai shalat dengan segenap konsentrasi, mengosongkan hati
dari segala pikiran duniawi, karena hal itu lebih memudahkan seseorang untuk
bisa khusyu` dalam shalatnya.□
[1]
dalam
nashbur-Rayah
[2]
Hadits ini shahih meski lewat sanad yang lemah, namun banyak syawahid yang
menguatkannya.
[3]
Hadits riwayat Muslim ini derajatnya shahih, namun oleh Al-Hafidz ibnu Hajar
dikatakan sanadnya munqathi’ (terputus). Sedangkan riwayat Ad-Daruquthuni
maushul dan dia mauquf.
[4]
lihat kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halama 173 dan kitab Al-Mughni jilid 1
halaman 541
[5]
lihat kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 478 dan kitab Asy-Syarhu
Ash-Shaghir jilid 1 halaman 319
[6]
kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 479, kitab Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1
halaman 162 dan kitab Syarhu Al-Hadhramiyah halaman 253
[7]
lihat kitab Asna Al-Mathalib fi Ahaditsi Mukhtalaf Al-Marathib karya Al-Hut
Al-Bairuti halaman 253
[8]
lafaznya dari muslim diriwwayatkan dari hadits Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, lihat
Nailul Authar jilid 2 halaman 287
[9]
lihat Subulus Salam jilid 1 halaman 194
No comments:
Write komentar