PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pentingnya tentang peningkatan profesionalisme guru dalam kerangka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah tidak dapat terlepas dari kajian tentang pentingnya keberadaan guru yang profesional. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu mengapa diperlukan adanya guru yang profesional, apa saja karakteristik guru yang propesional, dan apa kerangka kerja peningkatan profesionalisme guru sekolah. Dalam dunia pendidikan, guru memegang peranan penting dan strategis. Seorang guru diharapkan dapat berkomunikasi , pandai mengasuh dan menjadi teman belajar bagi para siswa untuk tumbuh dan berkembang. Terjalinnya komunikasi antar guru dan siswa, serta siswa dengan siswa, tidak bisa dilepaskan dari cara guru tersebut menciptakan suasana belajar-mengajar yang efektif. Ia harus mampu membangun motivasi siswa, melibatkan siswa dalam proses belajar-mengajar serta pandai menarik minat dan perhatian siswa.
Sikap profesional seorang guru dapat menumbuhkan konsep diri positif para siswa. Bila tepat aplikasinya, para siswa lambat laun menjadi manusia yang dapat memandang dirinya secara positif. Tapi kenyataan berkata lain, sikap keguruan dari calon guru dewasa ini seolah-olah berkembang dengan sendirinya sebagai hasil sampingan (efek penggiring) dari apa yang telah dipelajarinya. Akibatnya sikap keguruan para guru banyak yang belum muncul, padahal sikap merupakan salah satu unsur yang penting dalam menjalankan pengajaran.
Penguasaan kecerdasan Spiritual, emosional dan intelektual dari calon guru banyak yang salah kaprah, bahkan terkesan banyak yang menghindari penerapan ketiga komponen kecerdasan ini. Melihat begitu pentingnya sikap bagi seorang guru, maka judul yang saya angkat ini membahas bagaimana kita dapat mengetahui, melakukan dan menjadi (to know, to do dan to be) seorang guru masa depan yang powerfull dan menjadi idola. Bisa menjalankan tugas sesuai dengan kemampuan modalitas karakter kepribadian yang unik dari setiap siswanya. Mengenali lebih dekat kecerdasan emosional dan spiritual dan bagaimana melejitkannya, mengkoneksikan dan mensinergikan dalam aktivitas sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah ciri-ciri seorang guru professional?
2. Bagaimankah konsep diri, sikap dan tipe-tipe guru yang profesional?
3. Bagaimanakah pengaruh kreativitas guru profesional dalam proses belajar mengajar dan fasilitas belajar terhadap hasil belajar?
4. Adakah pengaruh kreativitas guru profesional dalam proses belajar mengajar terhadap hasil belajar
5. Adakah pengaruh fasilitas belajar terhadap hasil belajar
6. Seberapa besar pengaruh kreativitas guru dalam proses belajar mengajar dan fasilitas belajar terhadap hasil belajar?
7. Adakah hubungan antara keprofesionalan guru terhadap prestasi belajar siswa?
8. Bagaimanakah membangun sikap profesional dengan melejjitkan kecerdasan emosional dan spiritual?
1.3 Maksud dan Tujuan
a. Maksud
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh mata kuliah Profesi Pendidikan
b. Tujuan
1. Untuk mengetahui cirri-ciri seorang guru profesional
2. Untuk mengetahui bagaimanakah konsef diri, sikap dan tipe-tipe guru yang profesional
3. Untuk mengetahui bagaimanakah pengaruh kreativitas guru dalam proses belajar mengajar dan fasilitas belajar terhadap hasil belajar
4. Untuk mengetahui adakah pengaruh kreativitas guru dalam proses belajar mengajar terhadap hasil belajar
5. Untuk mengetahui adakah pengaruh fasilitas belajar terhadap hasil belajar
6. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kreativitas guru dalam proses belajar mengajar dan fasilitas belajar terhadap hasil belajar
7. Untuk mengetahui hubungan antara keprofesionalan guru terhadap prestasi belajar siswa?
8. Untuk mengetahui bagaimanakah membangun sikap profesional dengan melejjitkan kecerdasan emosional dan spiritual
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Maksud dan Tujuan
1.4.Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP
4.1.Kesimpulan
4.2.Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB 11
LANDASAN TEORI
2.1 Posisi Guru Profesional
Sekolah merupakan institusi yang kompleks (Gorton, 1976; Hanson,1985; Synder & Anderson,1985), bahkan paling kompleks diantara keseluruhan institusi social (Harson,1985). Kompleksitas tersebut, bukan saja dari masuknya yang bervariasi, melainkan drai proses pembelajaran yang diselenggarakan di dalamnya (McPherson,dkk., 1986). Sebagian institusi yang kompleks, sekolah tidak akan menjadi baik dengan sendirinya, melainkan melalui proses peningkatan tertentu.
Dalam rangka proses peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah diperlukan guru, baik secara individual maupun kolaboratif untuk melakukan sesuatu, mengubah “status quo” agar pendidikan dan pembelajaran menjadi lebih berkualitas. Sebenarnya menuju pendidikan dan pembelajaran yang berkualitas tidak bergantung kepada satu komponen saja misalnya guru, melainkan sebagai sebuah sistem kepada beberapa komponen antara lain berupa program kegiatan pembelajaran, murid, sarana dan prasarana pembelajaran, dana, lingkungan masyarakat, dan kepemimpinan kepala sekolah. Semua komponen dalam system pembelajaran tersebut sangat penting dan menentukan kenerhasilan pencapaian tujuan institusional.
Namun, semua komponen yang teridentifikasi di atas tidak akan berguna bagi terjadinya perolehan pengalaman belajar maksimal bagi murid bila mana tidak didukung oleh keberadaan guru yang professional. Guru merupakan unsur manusiawi yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan (Adler, 1982). Guru merupakan unsur manusiawi yang sangat dekat hubungannya dengan anak didik dalam upaya pendekatan sehari-hari disekolah. Lebih-lebih guru yang unggul (the excellen teacher) merupakan criticalthe resource in any excellen teaching learning activities (shapero,1985).”....a school system is only as good as the people who make it,” demikian yang dapat disitir Griffit (1963). Dalam latar pembelajaran di sekolah sitiran tersebut dapat di artikan bahwa peningkatan mutu pendidikan di sekolah sangat tergantung kepada tingkat profesionalisme guru. Jadi, diantara keseluruhan komponen pada sistem pembelajaran sekolah ada sebuah komponen yang paling esensial dan menentukan kuwalitas pembelajaran , yaitu guru. Keberadaanya sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Bilamana kita di suruh memilih satu di antara dua pilihan sarana yang lengkap ataukah guru yang profesional, maka posisi bargaining guru lebih tinggi dari pada sarana. Posisi bargaining keberadaan guru secara implisit pernah di kemukakan Adler (1982) bahwa”... there are no unteachable children. There are... any teacher who fail to teach them.” Oleh karena itu, tidak berlebihan kiranya bilamana di hipotesiskan bahwa peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah tidak mungkin ada peningkatan profesionalisme gurunya.
2.2. GURU PROFESIONAL
Dalam manajemen sumber daya manusia, menjadi profesional adalah tuntutan jabatan, pekerjaan ataupun profesi. Ada satu hal penting yang menjadi (dari bahasa Inggris) berarti ahli, pakar, maupun dalam bidang yang digeluti seperti pilot, ataupun profesi yang telah familiar ditengah masyarakat. Akan tetapi guru...? Sudahkan menjadi profesi dengan kriteria diatas. Guru jelas sebuah profesi. Akan tetapi sudahkah ada sebuah profesi yang profesional...? Minimal menjadi guru harus memiliki keahlian tertentu dan distandarkan secara kode keprofesian. Apabila keahlian tersebut tidak dimiliki, maka tidak dapat disebut guru. Artinya tidak sembarangan orang bisa menjadi guru.
Namun pada kenyataanya, banyak ditemui menjadi guru seperti pilihan profesi terakhir. Kurang bonafide, kalau sudah mentok tidak ada pekerjaan lain atau sebuah status sosial yang lekat dengan kemarginalan, gaji kecil, tidak sejahtera malah dibawah garis kemisikinan. Bahkan guru ada yang dipilih asal comot yang penting ada yang mengajar. Padahal guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan. Ujung tombak pejuang pengentas kebodohan.
Mengingat guru adalah profesi yang sangat idealis, pertanyaannya adakah guru profesional itu...? Dan bagaimana melahirkan sosok guru yang profesional tersebut..?
Mengingat guru adalah profesi yang sangat idealis, pertanyaannya adakah guru profesional itu...? Dan bagaimana melahirkan sosok guru yang profesional tersebut..?
Kalau mengacu pada konsep di atas, menjadi profesional adalah meramu kualitas dengan intergiritas, menjadi guru pforesional adalah keniscayaan. Namun demikian, profesi guru juga sangat lekat dengan peran yang psikologis, humannis bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Karena ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa. Ada beberapa kriteria untuk menjadi guru profesional.
Perihal teori tetang guru profesional telah banyak di kemukakan oleh para pakar menejemen pendidikan, seperti Rice dan Bishoprick (1971) menurut Rice dan Bishoprick guru profesianal adalah guru yang mampu mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugas - tugasnya sehari – hari. Profesionalisasi guru oleh ke dua pasangan penulis tersebut dipandang sebagai satu proses yang bergerak dari ketidaktahuan menjadi tahu, dari ketidak matangan menjadi matang, dari di arahkan oleh orang lain menjadi mengarahkan diri sendiri. Sedangkan Glickman (1981) menegaskan bahwa seseorang akan bekerja secara profesional bila mana orang tersebut memiliki kemampuan dan motivasi. Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara profesional bila mana memiliki kemampuan kerja yang tinggi dan kesungguhan hati untuk menggerjakan dengan sebaik – baiknya. Sebaliknya, seseorang tidak akan bekerja secara profesional bila mana hanya memenuhi salah satu dua persyaratan di atas.
Jadi, betapapun tingginya kemampuan seseorang profesional apabila tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja seseoang ia tidak akan sempurna dalam menyelsaikan tugas – tugasnya bila mana tidak di dukung oleh kemampuan. Menurut Glickman sesuai dengan pemikiranya seorang guru dapat di katakan profesional bila mana memiliki kemampuan tinggi dan motivasi kerja tinggi. Komitmien lebih luas dari pada concern sebab komitmen itu mencakup waktu dan usaha. Guru yang memiliki komitmen yang rendah biasanya kurang memberikan perhatian kepada murid demikian pula waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk meninggkatan mutu pembelajaran pun sangat sedikit sebaliknya seorang guru yang memiliki komitmen tinggi biasanya tinggi sekali perhatiannya kepada murid demikian pula waktu yang di sediakan untuk peningkatan mutu pendidikan sangat banyak.
Sedangkan tingkat abstraksi yang di maksudkan di sini adalah tingkat kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, mengklarifikasi masalah – masalah pembelajaran dan menentukan alternatif pemecahannya.
Guru yang memiliki tingkat abstaksi yang tinggi adalah guru yang mampu mengelola tugas, menentukan berbagai masalah dalam tugas, dan mampu secara mandiri memecahkannya.
1. Guru dan Visi yang tepat
Ada dua tinjauan konsep sederhana tentang visi. Perertama, visi dapat diartikan secara sederhana sebagai pandandangan. Guru dengan visi yang tepat berarti guru memiliki pandangan yang tepat tentang pembelajaran, yaitu (1) pembelajaran merupakan jantung dalam proses pendidikan, sehingga kualitas pendidikan terletak pada kualitas pembelajarannya, dan sama sekali bukan pada aksesori sekolahan (2) pembelajaran tidak akan menjadi baik dengan sendirinya, merupakan inovasi tertentu, sehingga guru dituntut melakukan sebagi pembaruan dalam hal pendekatan, metode, teknik, stategi, langkah-langkah, media pembelajaran mengubah” status quo” agar pembelajaran menjadi lebih berkualitas: dan (3) harus dilaksanakan atars dasar pengabdian, sebagai mana pandangan bahwa pendidikan merupakan sebuah pengabdian bukan sebagai sebiuah proyek. Kedua, visi dapat diartikan sebagai suatu yang dinamis, yaitu sebagai harapan yang ingin di capai di masa yang akan datang. Harapan tersebut menimbulkan inspirasi, berfungsi sebagai pijakan, dan fokus seluruh pengeluaran energi guru
2. Guru dengan aksi inovasi dan mandiri
Telah ditegaskan di atas bahwa visi tanpa aksi adalah bagaikan sebuah impian. Inovasi pembelajaran pada hakikatnya merupakan sesuatu yang baru mengenai pembelajaran, bisa berupa ide, program, layanan, metode, dan proses pembelajaran. Dalam kaitannya dengan inovasasi pembelajaran, ada perbedaan persektif diantara para teoretisi tentang dapat tidaknya sesuatu yang bisa disebut sebagai inovasi. Sebelumnya tidak diketahui orang-orang yang terlibat berorientasi pada persektif tersebut maka proses inovasi pembelajaran di sekolah tidak saja mengandung unsur implementasi, melainkan juga, atau diawali dengan penciptaan inovasi pembelajaran.
Kedua, diantara para teoritisi ada yang berpendapat bahwa sesuatu yang baru itu, untuk dikatakan sebagai sebuah inovasi, tidak harus diciptakan sendiri oleh pihak internal lembaga. Dalam pengertian, sesuatu yang baru itu dapat dikatakan sebagai inovasi apabila sesuatu tang baru tersebut betul-betul baru, belum pernah diterapkan, terlepas apakah diciptakan sendiri oleh lembaga yang bersangkutan maupun diadopsi oleh lembaga lain. Bagi para penganut teori kedua tersebut, kriteria agar sesuatu dapat dikatakan sebagai sebuah inovasi adalah kebaruan dari lembaga yang menerapkannya. Demikianlah, sehingga proses inovasi pembelajaran boleh jadi sekedar proses adopsi ide, teknik, proses baru dalam pembelajaran di dalam sekolah.
2.3 Memiliki keahlian/skill dalam mengajar
Menjadi guru mungkin semua orang bisa. Tetapi menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidikan atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan dan jam terbang yang memadai. Dalam kontek diatas, untuk menjadi guru seperti yang dimaksud standar minimal yang harus dimiliki adalah:
- Memiliki kemampuan intelektual yang memadai
- Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan
- Keahlian mentrasfer ilmu pengetahuan atau metodelogi pembelajaran
- Memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan
- Kemampuan mengorganisir dan problem solving
F. Kreatif dan memiliki seni dalam mendidik
2.4 Personaliti Guru
Profesi guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Ibarat sebuah contoh lukisan yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung dari contonya. Guru (digugu dan ditiru) otomatis menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal ini sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge) tetapi juga menanamkan nilai-nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak.
2.5 Program Profesionalisme Guru
- Pola rekruitmen yang berstandar dan selektif
- Pelatihan yang terpadu, berjenjang dan berkesinambungan (long life eduction)
- Penyetaraan pendidikan dan membuat standarisasi mimimum pendidikan
- Pengembangan diri dan motivasi riset
- Pengayaan kreatifitas untuk menjadi guru karya
2.6 Tinjauan Kreativitas Guru Dalam Proses Belajar Mengajar
2.6.1 Pengertian Kreativitas
Pengertian kreativitas sudah banyak dikemukakan oleh para ahli berdasarkan pandangan yang berbeda-beda, seperti yang dikemukakan oleh Utami Munandar (1992: 47) menjelaskan pengertian kreativitas dengan mengemukakan beberapa perumusan yang merupakan kesimpulan para ahli mengenai kreativitas.
Pertama, kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinas baru berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada.
Kedua, kreativitas (berpiki kreatif ata berpikir divergen) adalah kemampuan berdasarkan data atau informas yang tersedia, menemukan banyak kemungkina jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanaannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban (Utam Munandar 1992: 48). Ketiga secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampun yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas ), dan orisinilitas dalam berpikir, serta kemampua untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, merinci) suatu gagasan.
Slameto (2003: 145) menjelaskan bahwa pengertian kreativitas berhubungan dengan penemuan sesuatu, mengenai hal yang menghasilkan sesuatu yang baru dengan menggunakan sesuatu yang telah ada. Sesuatu yang baru itu mungkin berupa perbuatan atau tingkah laku, bangunan, dan lain-lain. Menurut Moreno dalam Slameto (2003: 146) yang penting dalam kreativitas itu bukanlah penemuan sesuatu yang belum pernah diketahui orang sebelumnya, melainkan bahwa produk kreativitas itu merupakan sesuatu yang baru bagi diri sendiri dan tidak harus merupakan sesuatu yang baru bagi orang lain atau dunia pada umumnya, misalnya seorang guru menciptakan metode mengajar dengan diskusi yang belum pernah ia pakai.
Menurut Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan (1991:189), kreativitas biasanya diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan suatu produk baru, baik yang benar-benar baru sama sekali maupun yang merupakan modifikasi atau perubahan dengan mengembangkan hal-hal yang sudah ada. Bila konsep ini dikaitkan dengan kreativitas guru, guru yang bersangkutan mungkin menciptakan suatu strategi mengajar yang benar-benar baru dan orisinil (asli ciptaan sendiri), atau dapat saja merupakan modifikasi dari berbagai strategi yang ada sehingga menghasilkan bentuk baru. Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah pengetahuan kepada anak didik di sekolah (Djamarah, 1995: 126).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru maupun mengembangkan hal-hal yang sudah ad untuk memberi sejumlah pengetahuan kepada anak didik di sekolah.
2.6.2 Ciri-ciri Kreativitas
Untuk disebut sebagai seorang yang kreatif, maka perlu diketahui tentang ciri-ciri atau karakteristik orang yang kreatif. Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat orang ahli tentang ciri-ciri orang yang kreatif. Menurut Utami Munandar dalam Reni Akbar Hawadi dkk. (2001:5-10) menjabarkan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif sebagai berikut:
a. Ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif (Aptitude)
1). Keterampilan berpikir lancar yaitu
(a) mencetuska banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan,
(b) memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal,
(c) selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
2). Keterampilan berpikir luwes (Fleksibel) yaitu
(a) menghasilkan gagasan, jawaban atau pertanyaan yang bervariasi,
(b) dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda,
(c) mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda,
d) mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
3) Keterampilan berpikir rasional yaitu
(a) mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik,
(b) memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri,
(c) mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.
4) Keterampilan memperinci atau mengelaborasi yaitu
(a) mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk,
(b) menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik.
5) Keterampilan menilai (mengevaluasi) yaitu
(a) menentukan patokan penilaian sendiri dan menentukan apakah suatu pertanyaan benar, suatu rencana sehat, atau suatu tindakan bijaksana,
(b) mampu mengambil keputusan terhadap situasi yang terbuka,
(c) tidak hanya mencetuskan gagasan, tetapi juga melaksanakannya.
b.Ciri-ciri Afektif (Non-aptitude)
1) Rasa ingin tahu yaitu
(a) selalu terdorong untuk mengetahui lebih banyak,
(b) mengajukan banyak pertanyaan,
(c) selalu memperhatikan orang, objek dan situasi,
(d) peka dalam pengamatan dan ingin mengetahui/meneliti.
2) Bersifat imajinatif yaitu
(a mampu memperagakan atau membayangkan hal-hal yang belum pernah terjadi,
(b) menggunakan khayalan dan kenyataan.
3) Merasa tertantang oleh kemajuan yaitu
(a) terdorong untuk mengatasi masalah yang sulit,
(b) merasa tertantang oleh situasi-situasi yang rumit,
(c) lebih tertarik pada tugas-tugas yang sulit.
4) Sifat berani mengambil resiko yaitu
(a) berani memberikan jawaban meskipun belum tentu benar,
(b) tidak takut gagal atau mendapat kritik,
(c) tidak menjadi ragu-ragu karena ketidakjelasan, hal-hal yang tidak konvensional, atau yang kurang berstruktur.
5) Sifat menghargai yaitu
(a) dapat menghargai bimbingan dan pengarahan dalam hidup,
(b) menghargai kemampuan dan bakat-bakat sendiri yang sedang berkembang.
Sedangkan menurut pendapat Sund dalam Slameto (2003:147-148) menyatakan bahwa individu dengan potensi kreatif dapat dikenal melalui pengamatan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Hasrat keingintahuan yang cukup besar;
b. Besikap terbuka terhadap pengalaman baru;
c. Panjang akal;
d. Keinginan untuk menemukan dan meneliti;
e. Cenderung lebih menyukai tugas yang berat dan sulit;
f. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan;
g. Memiliki dedikasi bergairah serta aktif dalam melaksanakan tugas;
h. Berpikir fleksibel ;
i. Menanggapi pertanyaan yang diajukan serta cenderung memberi jawaban lebih banyak;
j. Kemampuan membuat analisis dan sitesis;
k. Memiliki semangat bertanya serta meneliti;
l. Memiliki daya abstraksi yang cukup baik;
m. Memililki latar belakang membaca yang cukup luas.
Menurut Sidneu Parnes, Ruth Noller, M.O. Edwards dalam Reni Akbar Hawadi dkk. (2001:42) mengemukakan tentang teknik pemecahan masalah secara kreatif melalui 5 (lima) tahap yaitu : pertama, menemukan fakta (fact finding ) dalam tahapan ini diajukan pertanyaan-pertanyaan faktual, yang menanyakan tentang apa yang terjadi dan yang ada sekarang atau di masa lalu. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dikelompokkan kedalam dua fase , yaitu fase divergen dimana pertanyaan-pertanyaan ditulis berdasarkan apa yang muncul dari pikiran kita dengan tidak mempersoalkan apakah pertanyaan tersebut bisa memperoleh data yang relevan atau tidak. Fase konvergen, dimana pertanyaan- pertanyaan faktual diseleksi mana yang penting dan relevan dan selanjutnya dicari jawaban yang paling tepat. Kedua, menemukan masalah (problem finding ) dalam tahap ini diajukan banyak kemungkinan pertanyaan kreatif. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diangkat dalam penemuan fakta. Ketiga, menemukan gagasan (idea finding) dalam tahap ini diinginkan untuk diperoleh alternatif jawaban sebanyak mungkin untuk pemecahan masalah yang telah ditentukan dalam tahap sebelumnya yaitu mengumpulkan alternatif jawaban sebanyak-banyaknya dan menyeleksi jawaban atau gagasan yang paling relevan dan tepat untuk memecahkan masalah. Keempat, menemukan jawaban (solution finding ) dalam tahap ini disusun kriteria, tolok ukur, atau persyaratan untuk menentukan jawaban. Melalui pemikiran divergen, tolak ukur disusun berdasarkan antisipasi terhadap semua kemungkinan yang bakal terjadi baik yang bersifat positif maupun negativ sekiranya salah satu gagasan dipakai dalam pemecahan masalah. Sedangkan berpikir konvergen, alternatif jawaban yang ditemukan berdasarkan tolak ukur yang telah disusun diseleksi mana yang lebih tepat dan relevan atau berisiko paling rendah apabila diangkat sebagai jawaban yang akan dipakai untuk memecahkan masalah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa orang yang kreatif mempunyai suatu motivasi yang tinggi dalam mengenal masalah-masalah yang bernilai. Mereka dapat memusatkan perhatiannya pada suatu masalah secara alamiah dan mengkaitkannya baik secara sadar atau tidak, untuk memecahkannya. Ia menerima ide yang baru, yang muncul dari dirinya sendiri atau yang dikemukakan oleh orang lain. Kemudian ia mengkombinasikan pikirannya yang matang dengan intuisinya secara selektif, sebagai dasar pemecahan yang baik. Ia secara energik menterjemahkan idenya melalui tindakan dan mengakibatkan hasil pemecahan masalah yang sangat berguna. Ciri-ciri perilaku yang ditemukan pada orang-orang yang memberikan sumbangan kreatif yang menonjol terhadap masyarakat dikemukakan oleh Munandar (1999: 36) sebagai berikut:
(1) Berani dalam pendirian/keyakinan;
(2) Ingin tahu;
(3) Mandiri dalam berpikir dan mempertimbangkan;
(4) Menyibukkan diri terus menerus dengan kerjanya;
(5) Intuitif;
(6) Ulet;
(7) Tidak bersedia menerima pendapat dan otoritas begitu saja.
Berbagai macam karakteristik diatas jarang sekali tampak pada seseorang secara keseluruhan, akan tetapi orang-orang yang kreatif akan lebih banyak memiliki ciri-ciri tersebut. Dari berbagai karakteristik orang yang kreatif dapat disimpulkan bahwa guru yang kreatif cirinya adalah : punya rasa ingin tahu yang dimanfaatkan semaksimal mungkin, mau bekerja keras, berani, kemampuan intelektualnya dimanfaatkan semaksimal mungkin, mandiri, dinamis, penuh inovasi, gagasan dan daya cipta, bersedia menerima informasi, menghubungkan ide dan pengalaman yang diperoleh dari berbagai sumber yang berbeda, cenderung menampilkan berbagai alternatif terhadap subyek tertentu.
2.6.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa kreativitas dapat ditumbuhkembangkan melalui suatu proses yang terdiri dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya. Menurut Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan (1991:189-190) kreativitas secara umum dipengaruhi kemunculannya oleh adanya berbagai kemampuan yang dimiliki, sikap dan minat yang positif dan tinggi terhadap bidang pekerjaan yang ditekuni, serta kecakapan melaksanakan tugas-tugas. Tumbuhnya kreativitas di kalangan guru dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya:
a. Iklim kerja yang memungkinkan para guru meningkatkan pengetahuan dan kecakapan dalam melaksanakan tugas
b. Kerja sama yang cukup baik antara berbagai personel pendidikan dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi
c. Pemberian penghargaan dan dorongan semangat terhadap setiap upaya yang bersifat positif bagi para guru untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
d. Perbedaan status yang tidak terlalu tajam di antara personel sekolah sehingga memungkinkan terjalinnya hubungan manusiawi yang lebih harmonis.
e. Pemberian kepercayaan kepada para guru untuk meningkatkan diri dan mempertunjukkan karya dan gagasan kreatifnya.
f. Menimpakan kewenangan yang cukup besar kepada para guru dalam melaksanakan tugas dan memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas
g. Pemberian kesempatan kepada para guru untuk ambil bagian dalam merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang merupakan bagian dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang berkaitandengan kegiatan pendidikan di sekolah yang bersangkutan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan hasil belajar.
2.6.4 Kreativitas guru dalam proses belajar mengajar
Mengajar adalah suatu perbuatan yang kompleks, disebut kompleks karena dituntut dari guru kemampuan personil, profesional, dan sosial kultural secara terpadu dalam proses belajar mengajar. Dikatakan kompleks karena dituntut dari guru tersebut integrasi penguasaan materi dan metode, teori dan praktek dalam interaksi siswa. Dikatakan kompleks karena sekaligus mengandung unsur seni, ilmu, teknologi, pilihan nilai dan keterampilan dalam proses belajar mengajar.
Dalam proses belajar mengajar sesuai dengan perkembangannya guru tidak hanya berperan untuk memberikan informasi terhadap siswa, tetapi lebih jauh guru dapat berperan sebagai perencana, pengatur dan pendorong siswa agar dapat belajar secara efektif dan peran berikutnya adalah mengevaluasi dari keseluruhan proses belajar mengajar. Jadi dalam situasi dan kondisi bagaimanapun guru dalam mewujudkan proses belajar mengajar tidak terlepas dari aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi karena guru yang baik harus mampu berperan sebagai planner, organisator, motivator dan evaluator. Dari uraian diatas jelas bahwa dalam proses belajar mengajar diperlukan guru-guru yang profesional dan paling tidak memiliki tiga kemampuan yaitu kemampuan membantu siswa belajar efektif sehingga mampu mencapai hasil yang optimal, kemampuan menjadi penghubung kebudayaan masyarakat yang aktif dan kreatif serta fungsional dan pada akhirnya harus memiliki kemampuan menjadi pendorong pengembangan organisasi sekolah dan profesi. Dengan kemampuan ini diharapkan guru lebih kreatif dalam proses belajar mengajarnya.
Ada beberapa syarat untuk menjadi guru yang kreatif sebagaimana yang dikemukakan oleh munandar (1985:67) yaitu
1. profesional, yaitu sudah berpengalaman mengajar, menguasai berbagai teknik dan model belajar mengajar, bijaksana dan kreatif mencari berbagai cara, mempunyai kemampuan mengelola kegiatan belajar secara individual dan kelompok, disamping secara klasikal, mengutamakan standar prestasi yang tinggi dalam setiap kesempatan, menguasai berbagai teknik dan model penelitian.
2. memiliki kepribadian, antara lain : bersikap terbuka terhadap hal-hal baru, peka terhadap perkembangan anak, mempunyai pertimbangan luas dan dalam, penuh perhatian, mempunyai sifat toleransi, mempunyai kreativitas yang tinggi, bersikap ingin tahu.
3. menjalin hubungan sosial, antara lain : suka dan pandai bergaul dengan anak berbakat dengan segala keresahannya dan memahami anak tersebut, dapat menyesuaikan diri, mudah bergaul dan mampu memahami dengan cepat tingkah laku orang lain. Apabil syarat diatas terpenuhi maka sangatlah mungkin ia akan menjadi guru yang kreatif, sehingga mampu mendorong siswa belajar secara aktif dalam proses belajar mengajar. Menurut Budi Purwanto (2004:36-41) tahapan dalam kegiatan belajar mengaja pada dasarnya mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Pada kreativitas guru dalam proses belajar mengajar mencakup cara guru dalam merencanakan PBM, cara guru dalam pelaksanaan PBM dan cara guru dalam mengadakan evaluasi.
1. Cara guru dalam merencanakan proses belajar mengajar
Seorang guru didalam merencanakan proses belajar mengajar diharapkan mampu berkreasi dalam hal:
a. Merumuskan tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional dengan baik dalam perencanaan proses belajar mengajar, perumusan tujuan pembelajaran merupakan unsur terpenting, sehingga perlu dituntut kreativitas guru dalam menentukan tujuan-tujuan yang dipandang memiliki tingkatan yang lebih tinggi. Dibidang kognitif siswa diharapkan mampu memahami secara analisa, sintesa, dan mampu mengadakan evaluasi tidak hanya sekedar ingatan atau pemahaman saja. Disamping itu diharapkan dapat mengembangkan berpikir kritis yang akhirnya digunakan untuk mengembangkan kreativitas.
b. Memilih buku pendamping bagi siswa selain buku paket yang ada yang benar-benar berkualitas dalam menunjang materi pelajaran sesuai kurikulum yang berlaku. Untuk menentukan buku-buku pendamping diluar buku paket yang diperuntukkan siswa menuntut kreativitas tersendiri yang tidak sekedar berorientasi kepada banyaknya buku yang harus dimiliki siswa, melainkan buku yang digunakan benar- benar mempunyai bobot materi yang menunjang pencapaian kurikulum bahkan mampu mengembangkan wawasan bagi siswa dimasa datang.
c. Memilih metode mengajar yang baik yang selalu menyesuaikan dengan materi pelajaran maupun kondisi siswa yang ada. Metode yang digunakan guru dalam mengajar akan berpengaruh terhadap lancarnya proses belajar mengajar, dan menentukan tercapainya tujuan dengan baik. Untuk itu diusahakan dalam memilih metode yang menuntut kreativitas pengembangannalar siswa dan membangkitkan semangat siswa dalam belajar. Suatu misal penggunaan metode diskusi akan lebih efektif dibanding dengan menggunakan metode ceramah, karena siswa akan dituntut lebih aktif dalam pelaksanaan proses belajar mengajar nantinya.
d. Menciptakan media atau alat peraga yang sesuai dan menarik minat siswa. Penggunaan alat peraga atau media pendidikan akan memperlancar tercapainya tujuan pembelajaran. Guru diusahakan untuk selalu kreatif dalam menciptakan media pembelajaran sehingga akan lebih menarik perhatian siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Penggunaan media/alat peraga yang menarik akan membangkitkan motivasi belajar siswa. Diusahakan seorang guru mampu menciptakan alat peraga sendiri yang lebih menarik dibandingkan dengan alat peraga yang dibeli dari toko walaupun bentuknya lebih sederhana.
2. Cara guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar
Unsur-unsur yang ada dalam pelaksanaan proses belajar mengajar adalah bagaimana seorang guru dituntut kreasinya dalam mengadakan persepsi. Persepsi yang baik akan membawa siswa memasuki materi pokok atau inti pembelajaran dengan lancar dan jelas. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, bahasan yang akan diajarkan dibahas dengan bermacam-macam metode dan teknik mengajar. Guru yang kreatif akan memprioritaskan metode dan teknik yang mendukung berkembangnya kreativitas. Dalam hal ini pula, keterampilan bertanya sangat memegang peranan penting. Guru yang kreatif akan mengutamakan pertanyaan divergen, pertanyaan ini akan membawa para siswa dalam suasana belajar aktif. Dalam hal ini guru harus memperhatikan cara-cara mengajarkan kreativitas seperti tidak langsung memberikan penilaian terhadap jawaban siswa. Jadi guru melakukan teknik ”brainstorming”. Diskusi dalam belajar kecil memegang peranan didalam mengembangkan sikap kerjasama dan kemampuan menganalisa jawaban-jawaban siswa setelah dikelompokkan dapat merupakan beberapa hipotesa terhadap masalah.
Selanjutnya guru boleh menggugah inisiatif siswa untuk melakukan eksperimen. Dalam hal ini ide-ide dari para siswa tetap dihargai meskipun idenya itu tidak tepat. Yang penting setiap anak diberi keberanian untuk mengemukakan pendapatnya, termasuk didalam hal ini daya imajinasinya. Seandainya tidak ada sa tupun cara yang sesuai atau memadai yang dikemukakan oleh para siswa, maka guru oleh membimbing cara-cara melaksanakan eksperimennya. Tentu saja guru tersebut harus menguasai seluruh langkah-langkah pelaksanannya. Dianjurkan supaya guru mengutamakan metode penemuan.
Pendayagunaan alat-alat sederhana atau barang bekas dalam kegiatan belajar mengajar sangat dianjurkan ,guru yang kreatif akan melakukannya, ia dapat memodivikasi atau menciptakan alat sederhana untuk keperluan belajar mengajar, sehingga pada prinsipnya guru dalam pelaksanaan proses belajar mengajar dituntut kreativitasnya dalam mengadakan apersepsi, penggunaan teknik dan metode pembelajaran sampai pada pemberian teknik bertanya kepada siswa, agar pelaksanakan proses belajar mengajar mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Cara guru dalam mengadakan evaluasi
Proses belajar mengajar senantiasa disertai oleh pelaksanaan evaluasi. Namun demikian, didalam kegiatan belajar mengajar seorang guru yang kreatif tidak akan cepat memberi penilaian terhadap ide-ide atau pertanyaan dan jawaban anak didiknya meskipun kelihatan aneh atau tidak biasa. Hal ini sangat penting di dalam pelaksanaan diskusi. Kalau dikatakan bahwa untuk mengembangkan kreativitas, maka salah satu caranya adalah dengan menggunakan keterampilan proses dalam arti pengembangan dan penguasaan konsep melalui bagaimana belajar konsep, maka dengan sendirinya evaluasi harus ditujukan kepada keterampilan proses yang dicapai siswa disamping evaluasi kemampuan penguasaan materi pelajaran. Adapun kecenderungan melakukan penilaian hanya menggunakan tes pilihan berganda, ataupun pertanyaan yang hanya menuntut satu jawaban benar, merupakan tantangan atau hambatan bagi pengembangan, sehingga perlu kiranya diperlukan
penilaian seperti yang dikembangkan dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi yaitu penilaian dengan portofolio, dimana mencakup penilaian dari segi kognitif, penilaian yang menyangkut perilaku siswa (afektif), dan penilaian yang menyangkut keterampilan motorik siswa (psikomotorik), sehingga guru mempunyai perangkat penilaian yang lengkap dari masing-masing siswa yang nantinya akan berbarengan dalam penentuan akhir dari keberhasilan siswa tersebut.
2.7 Tinjauan Fasilitas Belajar
2.7.1 Pengertian Fasilitas Belajar
Fasilitas adalah sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana sendiri adalah:
Sarana belajar meliputi semua peralatan serta perlengkapan yang langsung digunakan dalam pendidikan disekolah misalnya gedung sekolah, ruangan, meja, kursi, alat peraga dan lain-lain. Sedangkan prasarana merupakan semua komponen yang secara tidak lansung menunjang jalannya proses belajar mengajar serta pendidikan sekolah, misalnya jalan menuju ke sekolah, halaman sekolah, tata tertib dan lain-lain. Proses belajar mengajar akan semakin sukses jika ditunjang dengan adanya fasililtas belajar atau yang disebut sarana dan prasarana pendidikan. Menurut Djamarah (1995:92) fasilitas belajar merupakan kelengkapan yang menunjang belajar anak didik di sekolah. Dengan adanya fasilitas belajar akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Menurut Tim Penyusun Pedoman Pembakuan Media Pendidikan Depdikbud dalam Arikunto (1988:23), yang dimaksud dengan: “Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan berjalan lancar, teratur, efektif dan efisien”.
Sedangkan Aswarni Sudjud, Tatang M. Amirin & Sutiman (1988:70) mengemukakan bahwa : Sarana pendidikan lazim dimaksudkan sebagai fasilitas fisik yang langsung mendukung proses pendidikan (alat pelajaran, alat peraga, media pendidikan, pendapat lain memasukkan meja, kursi belajar, papan tulis dan gedung). Prasarana pendidikan dimaksudkan sebagai fasilitas fisik yang tidak langsung mendukung proses belajar mengajar (proses pendidikan) yakni: gedung/ruang belajar, meubeler, jalan menuju sekolah, asrama, kantin dan sebagainya.
2.7.2 Ruang Lingkup Fasilitas Belajar
Fasilitas belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, jelaslah bila dalam kegiatan belajar mengajar akan berhasil jika ditunjang dengan fasilitas yang memadai dan dalam hal ini akan diuraikan mengenai ruang lingkup fasilitas belajar. Ditinjau dari fungsi dan peranannya terhadap pelaksanaan proses belajar mengajar, Arikunto (1987:10) mengemukakan bahwa sarana pendidikan atau sarana materil dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
1) Alat Pelajaran
2) Alat Peraga
3) Media Pengajaran.
Berdasarkan pendapat diatas dapat diketahui bahwa fasilitas belajar adalah semua peralatan dan perlengkapan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar yang terdiri dari alat pelajaran, alat peraga dan media pengajaran/media pendidikan.
1) Alat pelajaran adalah benda yang dipergunakan langsung dalam proses belajar mengajar baik itu oleh guru maupun siswa. Menurut Arikunto (1987:11-12) alat pelajaran di sekolah dibagi menjadi beberapa bentuk antara lain:
(a) Buku-buku termasuk didalamnya buku-buku yang ada diperpustakaan, buku-buku dikelas baik itu sebagai buku pegangan untuk guru maupun buku pelajaran untuk siswa
(b) Alat-alat peraga digunakan oleh guru pada saat mengajar, baik yang sifatnya tahan lama dan disimpan disekolah maupun yang diadakan seketika oleh guru pada jam pelajaran
(c) Alat-alat praktek, baik itu yang ada dilaboratorium, bengkel kerja, ataupun ruang-ruang praktek (kearsipan, mengetik, dan sebagainya)
(d) Alat tulis menulis, seperti papan tulis, penghapus, kapur, kayu penggaris, dan sebagainya
2) Alat peraga adalah segala sesuatu yang dipergunakan oleh guru untuk memperagakan atau memperjelas pelayanan”. (Arikunto,1987:13). Adapun menurut Anwar Yastin Med (1987:13), yang dikutip oleh
Arikunto (1987:13) bahwa : “Alat peraga adalah alat pembantu pendidikan dan pengajaran, dapat berupa perbuatan-perbuatan/benda-benda yang mudah memberikan pengertian kepada anak didik berturut-turut dari perbuatan yang abstrak sampai kepada benda yang sangat konkret”.
3) Media pengajaran/pendidikan
Menurut Arikunto (1987:14) “media pengajaran adalah suatu sarana yang digunakan untuk menampilkan pelajaran”. Sedangkan menurut Umar Suwito (1978:13) bahwa “media pendidikan adalah sarana pendidikan yang digunakan sebagai perantara dalam proses belajar mengajar untuk lebih mempertinggi efektivitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pendidikan”. Menurut The Liang Gie, (2002:33) dalam bukunya yang berjudul “Cara Belajar Yang Efisien” mengatakan bahwa untuk belajar yang baik hendaknya tersedia fasilitas belajar yang memadai antara lain tempat/ruangan belajar, penerangan yang cukup, buku-buku pegangan dan kelengkapan peralatan praktek.
a. Tempat atau ruang belajar
Salah satu syarat untuk dapat belajar dengan sebaik-baiknya ialah tersedianya tempat atau ruang belajar. Tempat/ruang belajar inilah yang digunakan oleh siswa untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Dengan tempat/ruang belajar yang memadai dan nyaman untuk belajar maka siswa akan memperolah hasil belajar yang baik.
b. Penerangan
Penerangan yang terbaik ialah sinar matahari karena warnanya putih dan sangat intensif. Namun apabila cuaca tidak baik pihak sekolah juga harus menyediakan penerangan sehingga tidak akan mengganggu proses belajar mengajar dikelas.
c. Buku-buku pegangan
Syarat yang lain dalam kegiatan belajar mengajar yaitu buku-buku pegangan. Buku-buku pegangan yang dimaksud disini adalah buku-buku pelajaran yang dapat menunjang pemahaman siswa dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru.
d. Kelengkapan peralatan praktek
Selain buku-buku pegangan, peralatan praktek juga penting untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Belajar tidak dapat dilakukan peralatan praktek yang lengkap. Menurut Tu’u (2004:84) faktor sarana sekolah yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa seperti gedung, ruangan, penerangan, meja kursi, buku-buku, alat-alat praktek dan sebagainya. Dengan sarana sekolah yang memadai akan membantu pencapaian hasil belajar yang baik pula. Dengan demikian indikator fasilitas belajar dalam penelitian ini mengingat fasilitas yang dimaksud disini adalah fasilitas yang disediakan oleh pihak sekolah guna menunjang proses belajar mengajar yang nantinya akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa adalah :
a. Tempat/ruang belajar
b. Penerangan
c. Buku-buku pegangan
d. Kelengkapan peralatan praktek
2.4 Kerangka Berpikir
Hakikat hasil belajar adalah hasil interaksi antara faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah kreativitas guru dalam proses belajar mengajar. Secara garis besar yang menjadi inidikator dari faktor kreativitas guru adalah cara guru dalam merencanakan proses belajar mengajar (PBM), cara guru dalam pelaksanaan PBM, dan cara guru dalam mengevaluasi PBM.
Di samping faktor kreativitas guru dalam proses belajar mengajar, fasilitas belajar . Dengan adanya fasilitas belajar yang memadai akan menunjang proses belajar mengajar yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar siswa. Adapun yang menjadi indikator dari fasilitas belajar adalah tempat atau ruang belajar, penerangan, buku-buku pegangan, dan kelengkapan peralatan praktek.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Ciri-ciri seorang guru profesional
Ada beberapa ciri-ciri guru profesional antara lain
1. Selalu punya energi untuk siswanya
Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuam mendengar dengan seksama.
2. Punya tujuan jelas untuk Pelajaran
Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.
3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas.
4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik
Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas.
5. Bisa berkomunikasi dengan Baik Orang Tua
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi panggilan telepon, rapat, email dan sekarang, twitter.
6. Punya harapan yang tinggi pada siswa nya
Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.
7. Pengetahuan tentang Kurikulum
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.
8. Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan
Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.
9. Selalu memberikan yang terbaik untuk Anak-anak dan proses Pengajaran
Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.
10. Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa
Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.
3.2 Konsef Diri , Sikap dan Tipe-tipe Guru
3.2.1 Konsef Diri
Konsep diri (KD) adalah sesuatu yang dijadikan pegangan hidup seseorang, bisa jadi konsepnya itu berbentuk motto hidup atau mengidolakan seseorang, tentunya kita sebagai umat islam seharusnya mengidolakan sosok rasulullah sebagai uswatun hasanah. Bagi seorang guru, kita harus dapat membangun KD yang positif, karena bila yang muncul dikemudian hari malah KD Negatif, maka ini akan berimbas pada diri si guru dan anak didiknya.
Menurut Clara R.Pudji Jogyanti (1988) individu yang memiliki KD negatif akan menunjukkan kecemasan yang tinggi, perasa, menolak diri, merasa tak berharga dan sulit berhubungan dengan orang lain. Seorang individu yang mempunyai KD negatif , secara umum menunjukkan penyesuaian emosi dan sosial yang buruk. Hal ini menimbukan asumsi bahwa cukup masuk akal apabila seorang guru memiliki KD negatif akan mengalami kesulitan emosi dan sosial dalam melaksanakan pengajaran.
Untuk membuat KD kita menjadi positif, pada awalnya kita ingat bahwa
Allah SWT dalam surah attin: “Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. jadi kita adalah mahluk yang sangat sempurna. Tetapi penciptaan Allah ini masih berupa potensi, ibarat suatu barang yang belum diolah menjadi sesuatu yang lebih ekonomis dan bermanfaat, maka acapkali potensi kita tidak tergali dengan baik. Untuk memiliki sikap yang baik dihadapan anak didiknya, seorang guru perlu mengembangkan 3 potensi dirinya, yaitu :
Allah SWT dalam surah attin: “Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. jadi kita adalah mahluk yang sangat sempurna. Tetapi penciptaan Allah ini masih berupa potensi, ibarat suatu barang yang belum diolah menjadi sesuatu yang lebih ekonomis dan bermanfaat, maka acapkali potensi kita tidak tergali dengan baik. Untuk memiliki sikap yang baik dihadapan anak didiknya, seorang guru perlu mengembangkan 3 potensi dirinya, yaitu :
1. Mental (ruhiyah)
Menjadi seorang guru harus senantiasa disertai dengan komitmen yang tinggi, perlu diingat setiap perbuatan tergantung pada niatnya, begitu pula dalam mendidik, kita harus selalu ikhlas.
2. Akal (aqliyah)
Mencari ilmu itu kewajiban bagi setiap orang muslim
Belajar itu mulai dari buaian ibumu, hingga ke liang lahat. Jadi seorang guru harus berparadigma pembelajaran dan terus menigkatkan diri.
Belajar itu mulai dari buaian ibumu, hingga ke liang lahat. Jadi seorang guru harus berparadigma pembelajaran dan terus menigkatkan diri.
3. Fisik (jasadiyah
3.2.2 Sikap
Sikap merupakan sesuatu yang menampilkan karakter unik dan kecenderungan kepribadian seseorang. Untuk mengetahui sikap seseorang, bisa diibaratkan pada sebuah teko. teko hanya mengeluarkan isi teko itu, bila isinya air teh maka yang keluar air teh, lain lagi kalau yang di dalam teko berisi kopi, tentunya yang keluar adalah kopi.
Jadi sikap seseorang bisa dilihat dari kata-katanya, bila kata-katanya kasar biasanya sikapnya juga kasar, sebaliknya bila kata-katanya sopan biasanya sikapnya juga sopan. Sikap seorang guru dalam mendidik ternyata sangat memberi pengaruh dalam sukses atau tidaknya pembelajaran, perlu diingat disini sukses bukanlah tujuan, “succes is just not a destination”, tetapi sukses adalah sebuah proses sampai kita masuk ke syurga ALLAH SWT. Guru yang sukses adalah guru yang pembelajarannya hari ini lebih baik dari kemarin.
3.2.3Tipe – tipe Guru
Ada empat tipe sikap dari seorang guru, yaitu :
A. Guru yang apa adanya
Guru yang apa adanya, ia tidak mau keluar dari keterpurukan, sebagai contoh pada diri seorang guru, ia berpendapat bahwa saya tidak mungkin menjadi guru yang sukses, yang diidolakan siswanya. Ia lebih memilih tetap pada kondisi dimana ia masih terpuruk dalam pemikiran yang sempit.
B. Guru yang ada ada saja
Guru yang ada ada saja, ia tahu harus menggunakan metode yang terkini untuk memaksimalkan potensi siswanya, tetapi ia malah menggunakan metode lama yang tidak lagi layak dijadikan acuan.
C. Guru yang mengada-ada
Tipe seperti ini, guru tersebut sudah tau ia memiliki potensi yang luar biasa, yang bisa mengantarkannya pada tataran kehidupan yang ‘layak’, tapi ia tidak mau meraihnya, ia malah menjauhi keyakinan bahwa ia berpotensi melejitkan multiple inteligence nya.
D. Guru yang lebih dari adanya
Guru yang lebih dari adanya ini memiliki dua ciri,yaitu :
a. Kedatangannya dinanti siswanya
Banyak fakta dilapangan betapa seorang guru yang tidak datang disambut gembira oleh siswanya, menyedihkan memang.
b. Kalau dia pergi orang merasa kehilangan
Rasulullah adalah salah satu contohnya, para sahabat tidak percaya dan sangat merasa kehilangan ketika rasulullah telah meninggalkan mereka selama-lamanya. Seorang gurupun harusnya begitu, ia memberi guratan makna bahwa ia pernah ada di dunia ini, caranya tentu mengajar dengan profesional yang salah satunya memerlukan sikap yang positif ,konstruktif dan solutif.
3.3 Pengaruh kreatifitas guru profesional dalam proses belajar mengajar
Dalam proses belajar mengajar sesuai dengan perkembangannya guru tidak hanya berperan untuk memberikan informasi terhadap siswa, tetapi lebih jauh guru dapat berperan sebagai perencana, pengatur dan pendorong siswa agar dapat belajar secara efektif dan peran berikutnya adalah mengevaluasi dari keseluruhan proses belajar mengajar. Jadi dalam situasi dan kondisi bagaimanapun guru dalam mewujudkan proses belajar mengajar tidak terlepas dari aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi karena guru yang baik harus mampu berperan sebagai planner, organisator, motivator dan evaluator. Dari uraian diatas jelas bahwa dalam proses belajar mengajar diperlukan guru-guru yang profesional dan paling tidak memiliki tiga kemampuan yaitu kemampuan membantu siswa belajar efektif sehingga mampu mencapai hasil yang optimal, kemampuan menjadi penghubung kebudayaan masyarakat yang aktif dan kreatif serta fungsional dan pada akhirnya harus memiliki kemampuan menjadi pendorong pengembangan organisasi sekolah dan profesi. Dengan kemampuan ini diharapkan guru lebih kreatif dalam proses belajar mengajarnya.
3.4 Pengaruh kreatifitas guru profesional dalam proses belajar mengajar terhadap hasil belajar
Seorang guru profesional akan dapat menciptakan kondisi belajar yang menimbulkan kesadran dan keseriusan dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, apa yang disampaikan seorang guru akan berpengaruh terhadap hasil pembelajaran. Sebaliknya, jika hal diatas tidak terrealisasi dengan baik maka akan berakibat ketidakpuasan siswa dalam proses belajar.
3.5 Pengaruh fasilitas terhadap hasil belajar
Fasilitas belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa, jelaslah bila dalam kegiatan belajar mengajar akan berhasil jika ditunjang dengan fasilitas yang memadai
Fasilitas belajar merupakan kelengkapan yang menunjang belajar anak didik di sekolah. Dengan adanya fasilitas belajar akan mempengaruhi hasil belajar siswa. “Sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan berjalan lancar, teratur, efektif dan efisien”.
Sarana pendidikan lazim dimaksudkan sebagai fasilitas fisik yang langsung mendukung proses pendidikan (alat pelajaran, alat peraga, media pendidikan, pendapat lain memasukkan meja, kursi belajar, papan tulis dan gedung). Prasarana pendidikan dimaksudkan sebagai fasilitas fisik yang tidak langsung mendukung proses belajar mengajar (proses pendidikan) yakni:gedung/ruang belajar, meubeler, jalan menuju sekolah, asrama, kantin dan sebagainya.
3.6 Seberapa besar pengaruh kreatifitas guru dalam proses belajar mengajar
Pengaruh kreatifitas guru dalam proses belajar mengajar sangat besar sekali, karena keberadaan guru merupakan faktor utama dalam keberhasilan suatu pembelajaran. Dan dalam latar pembelajaran di sekolah peningkatan mutu pendidikan mutu disekolah sangat tergantung pada tingkat profesionalisme guru.
3.7 Adakah hubungan antara kepropesionalan guru terhadap prestasi belajar
Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah kreativitas guru professional dalam proses belajar mengajar. Secara garis besar yang menjadi inidikator dari faktor kreativitas guru professional adalah cara guru dalam merencanakan proses belajar mengajar (PBM), cara guru dalam pelaksanaan PBM, dan cara guru dalam mengevaluasi PBM.
Di samping faktor kreativitas guru dalam proses belajar mengajar, fasilitas belajar . Dengan adanya fasilitas belajar yang memadai akan menunjang proses belajar mengajar yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar siswa. Adapun yang menjadi indikator dari fasilitas belajar adalah tempat atau ruang belajar, penerangan, buku-buku pegangan, dan kelengkapan peralatan praktek.
3.8 Membangun sikap profesional dengan melejjitkan kecerdasan emosional dan spiritual
Sikap kita adalah diri kita yang sebenarnya, yang diprogram dalam alam sadar dan bawah sadar kita. Sikap merupakan bentuk konkrit dari fikiran dan hati, baik fikiran dan hati kita. kita yang memiliki misteri spiritual,emosional dan intelektual perlu sedikit menggali potensi diri kita.
1. Kecerdasan emosi/ EI ( Emotional Intelligent)
Emosional menurut Oxford English Dictionary adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu atau setiap keadaan mental yang hebat.
Daniel Goleman merumuskan emosi sebagi perasaan dan fikiran khas, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Kecerdasan emosional menurut peter salovey, psikolog dari Yale University, ditentukan oleh lima hal. Kelimanya yaitu:
Daniel Goleman merumuskan emosi sebagi perasaan dan fikiran khas, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Kecerdasan emosional menurut peter salovey, psikolog dari Yale University, ditentukan oleh lima hal. Kelimanya yaitu:
a. Kemampuan mengenali emosi diri
Kemampuan mengenali emosi diri merupakan dasar kecerdasan emosional. Apakah guru tahu kapan perlu merasa marah atau merasa takut? kapan merasa gembira atau merasa iri? Mengarahkan diri untuk mengenali emosinya akan membantu diri mengenal situasi-situasi apa saja yang bisa menumbuhkan reaksi emosi tertentu dari siswanya.
b. Kemampuan mengelola emosi
Kemampuan mengelola emosi adalah dasar bagi guru untuk dapat menangani dan mengungkapkan perasaannya secara tepat, baik verbal maupun dalam perilaku.guru perlu melatih diri dan siswanya untuk menyatakan emosinya dengan kata-kata (aku senang, takut,marah,cemas,gembira,iri dll)serta memilih tindakan-tindakan positif untuk merefleksikannnya.
c. Kemampuan memotivasi diri sendiri
Kemampuan ini mencuat sebagai penguat ketika muncul reaksi emosi negatif. Kita boleh saja kecewa, marah,cemas,takut,dll, tetapi mengasah kemampuan ini membuat kita mengetahui hal-hal dan usaha apa saja yang bisa mengembalikan semangatnya.
d. Mengenali emosi orang lain
Empati adalah modal dasar dari keterampilan bergaul. Melatih empati diri akan membuat seorang guru mengenali emosi-emosi orang lain. Bahwa anak didik akan tersinggung bila kita mengejeknya, anak didik akan bahagia bila guru mengatakan kamu baik budi dll.
e. Kemampuan membina hubungan
Mengasah kemampuan guru dalam membina hubungan akan menghasilkan diri yang ceria, mudah bergaul dan disukai oleh banyak orang termasuk siswanya, semoga.
2. Kecerdasan Spiritual/ SI (spiritual intellegent)
Donah zohar dan Ian marshal mendefinisikan SI sebagai kecerdasan utuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai. Jauh sebelum Donah zohar dan Ian marshal memunculkan istilah SI, islam sesungguhnya telah memiliki konsepnya. Dr.Seto Mulyadi menggambarkan SI sebagai hablumminallah, hubungan manusia dengan Allah.SI mempertanyakan suatu kekuatan maha besar yang mengatur alam ini. kekuatan yang harus diikuti dan dilaksanakan semua perintah-Nya. Dr.H.Arief Rachman Mpd, Guru SMU Labschool, Jakarta, menggambarkan SI sebagai kecerdasan yang memiliki lima komponen.
Pertama kecerdasan yang meyakini tuhan sebagai penguasa, penentu, pelindung dan pemaaf dan kita percaya kehadiran-Nya. Artinya semua rukun iman diyakini dengan kuat. Bagi guru, ini dijadikan dasar dalam membina ruhiah diri.
Kedua didalam SI ada disebut kemampuan untuk bekerja keras, kemampuan untuk mencari ridho tuhan. Dengan demikian seorang guru misalnya, akan terdorong untuk memiliki etos kerja yang tinggi dan senantiasa bersungguh-sungguh dalam beraktivitas mengajar dan belajar.
Ketiga, SI adalah kemampuan untuk kokoh melakukan ibadah secara disiplin. Rasulullah Saw. Manusia yang sangat dicintai Allah swt dan telah dijanjikan untuk menempati surga, telah mencontohkan hal tersebut. Beliau pernah sampai bengkak-bengkak kakinya karena terlalu lama berdiri saat solat malam. Seorang guru mengajar dalam rangka ibadah, akan memberikan yang terbaik dan paling berkualias dari dirinya dengan senantiasa memohon ridho dari tuhan.
Keempat, SI diisi dengan kesabaran, ketahanan, kemampuan untuk melihat bahwa orang harus selalu berikhtiar supaya tidak putus asa. Apakah anda pernah menyaksikan seorang pemecah batu yang sedang memecahkan batu besar? Dia memukul batu itu dengna godam sampai seratus kali tanpa terlihat tanda akan pecahnya batu tersebut. Akhirnya batu itupun pecah. Seandainya ia berhenti pada pukulan 99, maka batu tersebut tidak akan pecah, padahal kalau ia mau bersabar maka satu pukulan berikutnya akan dapat menghancurkan batu itu. Begitu juga bagi seorang guru, perlu sebuah kesabaran yang ekstra dalam proses menuju kesuksesan membimbing siswanya kedalam perubahan ke arah positif dari waktu kewaktu.
Kelima, SI berarti menerima keputusan terakhir dari tuhan. Penerimaan penuh pada takdir Allah mendatangkan ketenangan dalam kehidupan.gambaran tentang menerima keputusan terakhir dari tuhan denga ikhlas ini dijelaskan oleh Ibn.Qudamah dalam buku Minhajul Qasidin. Sebagi seorang guru, kita perlu mengakhiri pembelajaran dengan meyerahkan segala hasil pada kehendak-Nya. Perubahan perilaku hanya dapat diubah oleh yang Maha Membolak balik Hati, kita selaku guru, hanyalah bisa berikhtiar, faidza azzamta, fatawakkal alallah (kita hanya berusaha, hasil Allah yang menentukan).
Ciri – ciri orang yang cerdas secara spiritual:
1. Kemampuan mentransedensikan yang fisik dan material
2. Kemampuan untuk mengalami kesadaran yang memuncak
3. Kemampuan mensakralkan peristiwa sehari-hari
4. Kemampuan menggunakan sumber spiritual untuk menyelesaikan masalah
5. Kemampuan memiliki kasih sayang yang tinggi kepada sesama
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari makalah yang kami sampaikan ini, kami mengambil kesimpulan yang menyiratkan seorang guru yang memiliki sikap yang profesional. Walaupun saya lebih fokus pada hubungan guru dan muridnya, aspek lainnya tetap terhubung dan saling melengkapi. Adapun kesimpulan yang dapat diambil, Bahwasanya seorang guru yang memiliki sikap yang profesional adalah guru yang menjadi idola bagi orang disekelilingnya, ia menajdi guru yang dapat menyelaraskan kata dan perbuatan. Seorang sosok guru yang profesional adalah guru yang pembelajar, yang memahami keunikan siswanya dan membimbing anak tersebut untuk mencapai keoptimalan potensinya.
Guru profesional adalah guru yang dapat menyeimbangkan kecerdasan spiritual, emosional dan intelektualnya, semua tersinergi dan terkoneksi dalam dirinya. Jadi dalam situasi dan kondisi bagaimanapun guru dalam mewujudkan proses belajar mengajar tidak terlepas dari aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi karena guru yang baik harus mampu berperan sebagai planner, organisator, motivator dan evaluator. Dari uraian diatas jelas bahwa dalam proses belajar mengajar diperlukan guru-guru yang profesional dan paling tidak memiliki tiga kemampuan yaitu kemampuan membantu siswa belajar efektif sehingga mampu mencapai hasil yang optimal, kemampuan menjadi penghubung kebudayaan masyarakat yang aktif dan kreatif serta fungsional dan pada akhirnya harus memiliki kemampuan menjadi pendorong pengembangan organisasi sekolah dan profesi.
Keberadaan guru merupakan faktor utama dalam keberhasilan suatu pembelajaran. Dan dalam latar pembelajaran di sekolah peningkatan mutu pendidikan mutu disekolah sangat tergantung pada tingkat profesionalisme guru.
4.2 Saran
Saran yang dapat kami utarakan adalah, segeralah menjadi guru yang keberadaannya itu berarti. Keberadaannya dinantikan, kepergiannya dirindukan. Segeralah mengenali diri, karena orang yang mengenal dirinya pasti mengenal tuhannya. Mulailah dari perubahan positif terkecil lalu bergerak ke perubahan positif yang besar. Mulailah dari diri sendiri, kembangkan potensi diri dan motivasilah diri selalu. Mulailah dari sekarang, mulai dari hari ini, jam ini, detik ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bafadal, Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.
http://gurukreatif.wordpress.com/2009/11/06/10-ciri-guru-profesional/ http://gudangmakalah.blogspot.com/2010_09_01_archive.html
Lampiran-lampiran
Pengertian Spiritual Quotient (SQ)
Diunduh pada tanggal 5 Maret 2011
Secara etimologi kata “sprit” berasal dari kata Latin “spiritus”, yang diantaranya berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas hidup, nyawa hidup.” Dalam perkembangannya, selanjutnya kata spirit diartikan secara lebih luas lagi. Para filosuf, mengonotasian “spirit” dengan (1) kekuatan yang menganimasi dan memberi energi pada cosmos, (2) kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3) makhluk immaterial, (4) wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas, kesucian atau keilahian).[1] Sedangkan kecerdasan adalah kemampuan untuk memahami sesuatu. Spiritual Quotient adalah kesadaran tentang gambaran besar atau gambaran menyeluruh tentang diri seseorang dan jagat raya (Imam Supriyono, 2006: 75).
Menurut Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) dikatakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (Spiritual Quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’.
Menurut Khalil Khavari Kecerdasan Spiritual (SQ) adalah fakultas dari dimensi nonmaterial kita-ruh manusia. Dan Marsha Sinetar mendefinisikan “Kecerdasan Spiritual adalah pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi, the is-ness atau penghayatan ketuhanan yang didalamnya kita semua menjadi bagian”.
Menurut Ary Ginanjar Kecerdasan Spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yakni kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding dengan yang lain. Dapat juga dikatakan bahwa Kecerdasan Spiritual merupakan kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang bersifat fitrah dalam upaya menggapai kualitas hanif dan ikhlas.
Buzan menyebutkan ada sepuluh konsep dasar yang menjadi tingginya spiritual quotient yakni: mendapatkan gambaran menyeluruh, menggali nilai-nilai, visi dan panggilan hidup, belas kasih (memahami diri sendiri dan orang lain), memberi dan menerima, kemurahan hati dan rasa syukur, kekuatan tawa, menjadi kanak-kanak kembali, kekuatan spritual, ketentraman, dan yang anda butuhkan hanyalah cinta. (Imam Supriyono, 2006: 77)
Selanjutnya Danah Zohar menyatakan Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan Agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan Spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang mempunyai SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. [2] Dan Spiritual Quotient (SQ) merupakan kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi (SQ)
(1) kemampuan untuk mentransendensikan yang fisik dan material;
(2) kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak;
(3) kemampuan untuk mensakralkan pengalaman sehari-hari;
(4) kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiritual buat menyelesaikan masalah;
(5) dan kemampuan untuk berbuat baik.
Pengertian Kecerdasan Emosional
Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas- kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut.EQ sebagai :“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yangmelibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain,memilah-milah semuanya dan,menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.” (Shapiro, 1998:8).Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992seorang ahli psikologi Israel,yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan.pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuanseseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututandan tekanan lingkungan (Goleman, 2000 :180).Salovey (Goleman, 200:57), menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri,mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati)dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.Menurut Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi(to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion andits expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi
Aspek - aspek kecerdasan emosi menurut Rakhmat, 1985 adalah sebagai berikut :
a. Pengelolaan diri Mengandung arti bagaimana seseorang mengelola diri dan perasaan-perasaan yang dilaminya.
b. Kemampuan untuk memotivasi diri Kemampuan ini berguna untuk mencapai tujuan jangka panjang, mengatasi setiapkesulitan yang dialami bahkan untuk melegakan kegagalan yang terjadi.
c. Empati Empati ini dibangun dari kesadaran diri dan dengan memposisikan diri senada, serasa dengan emosi orang lain akan membantu anda membaca dan memahami perasaan orang lain tersebut.
d. Ketrampilan sosial Merupakan ketrampilan yang dapat dipelajari seseorang semenjak kecil mengenaipola-pola berhubungan dengan orang lain.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
Walgito (1993) membagi faktor yang mempengruhi emosi menjadi dua faktor yaitu:
a. Faktor Internal. memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis.Segi jasmani adalah faktorfisik dan kesehatan individu. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal. Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor ekstemal meliputi:1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi.Goleman mengutip Salovey (2002:58-59) menempatkan kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluaskemampuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :a. Mengenali Emosi Dirikemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi.b. Mengelola Emosi Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.c. Memotivasi Diri Sendiri Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif,yaitu antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.d. Mengenali Emosi Orang Lain Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkanorang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain,
Menjadi guru profesional
Oct 18, '08 12:06 AM
Dalam manajemen sumber daya manusia, menjadi profesional adalah tuntutan jabatan, pekerjaan ataupun profesi. Ada satu hal penting yang menjadi aspek bagi sebuah profesi, yaitu sikap profesional dan kualitas kerja. Profesional (dari bahasa Inggris) berarti ahli, pakar, mumpuni dalam bidang yang digeluti.
Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua Ahli dapat menjadi berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadupadankan dengan skil atau keahliannya.
Menjadi profesional adalah tuntutan setiap profesi, seperti dokter, insinyur, pilot, ataupun profesi yang telah familiar ditengah masyarakat. Akan tetapi guru...? Sudahkan menjadi profesi dengan kriteria diatas. Guru jelas sebuah profesi. Akan tetapi sudahkah ada sebuah profesi yang profesional...? Minimal menjadi guru harus memiliki keahlian tertentu dan distandarkan secara kode keprofesian. Apabila keahlian tersebut tidak dimiliki, maka tidak dapat disebut guru. Artinya tidak sembarangan orang bisa menjadi guru.
Namun pada kenyataanya, banyak ditemui menjadi guru seperti pilihan profesi terakhir. Kurang bonafide, kalau sudah mentok tidak ada pekerjaan lain atau sebuah status sosial yang lekat dengan kemarginalan, gaji kecil, tidak sejahtera malah dibawah garis kemisikinan. Bahkan guru ada yang dipilih asal comot yang penting ada yang mengajar. Padahal guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan.Ujung tombak pejuang pengentas kebodohan. Bahkan guru adalah mata rantai dan pilar peradaban dan benang merah bagi proses perubahan dan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa.
Mengingat guru adalah profesi yang sangat idealis, pertanyaannya adakah guru profesional itu...? Dan bagaimana melahirkan sosok guru yang profesional tersebut...?
Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua Ahli dapat menjadi berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadupadankan dengan skil atau keahliannya.
Menjadi profesional adalah tuntutan setiap profesi, seperti dokter, insinyur, pilot, ataupun profesi yang telah familiar ditengah masyarakat. Akan tetapi guru...? Sudahkan menjadi profesi dengan kriteria diatas. Guru jelas sebuah profesi. Akan tetapi sudahkah ada sebuah profesi yang profesional...? Minimal menjadi guru harus memiliki keahlian tertentu dan distandarkan secara kode keprofesian. Apabila keahlian tersebut tidak dimiliki, maka tidak dapat disebut guru. Artinya tidak sembarangan orang bisa menjadi guru.
Namun pada kenyataanya, banyak ditemui menjadi guru seperti pilihan profesi terakhir. Kurang bonafide, kalau sudah mentok tidak ada pekerjaan lain atau sebuah status sosial yang lekat dengan kemarginalan, gaji kecil, tidak sejahtera malah dibawah garis kemisikinan. Bahkan guru ada yang dipilih asal comot yang penting ada yang mengajar. Padahal guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan.Ujung tombak pejuang pengentas kebodohan. Bahkan guru adalah mata rantai dan pilar peradaban dan benang merah bagi proses perubahan dan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa.
Mengingat guru adalah profesi yang sangat idealis, pertanyaannya adakah guru profesional itu...? Dan bagaimana melahirkan sosok guru yang profesional tersebut...?
Guru Profesional
Kalau mengacu pada konsep di atas, menjadi profesional adalah meramu kualitas dengan intergiritas, menjadi guru pforesional adalah keniscayaan. Namun demikian, profesi guru juga sangat lekat dengan peran yang psikologis, humannis bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Karena ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa.Ada beberapa kriteria untuk menjadi guru profesional.
Memiliki skill/keahlian dalam mendidik atau mengajar
Menjadi guru mungkin semua orang bisa. Tetapi menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidikan atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan dan jam terbang yang memadai. Dalam kontek diatas, untuk menjadi guru seperti yang dimaksud standar minimal yang harus dimiliki adalah:
- Memiliki kemampuan intelektual yang memadai
- Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan
- Keahlian mentrasfer ilmu pengetahuan atau metodelogi pembelajaran
- Memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan
- Kemampuan mengorganisir dan problem solving
- Kreatif dan memiliki seni dalam mendidik
Personaliti Guru
Profesi guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Ibarat sebuah contoh lukisan yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung dari contonya. Guru (digugu dan ditiru) otomatis menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal ini sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge) tetapi juga menanamkan nilai - nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak.
Program Profesionalisme Guru
Profesi guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Ibarat sebuah contoh lukisan yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung dari contonya. Guru (digugu dan ditiru) otomatis menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal ini sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge) tetapi juga menanamkan nilai - nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak.
Program Profesionalisme Guru
- Pola rekruitmen yang berstandar dan selektif
- Pelatihan yang terpadu, berjenjang dan berkesinambungan (long life eduction)
- Penyetaraan pendidikan dan membuat standarisasi mimimum pendidikan
- Pengembangan diri dan motivasi riset
- Pengayaan kreatifitas untuk menjadi guru karya (Guru yang bisa menjadi guru)
Peran Manajeman Sekolah
- Fasilitator program Pelatihan dan Pengembangan profesi
- Menciptakan jenjang karir yang fair dan terbuka
- Membangun manajemen dan sistem ketenagaan yang baku
- Membangun sistem kesejahteraan guru berbasis prestasi
(for : yang menghabiskan sisa waktunya untuk pendidikan)
by desi reminsa
by desi reminsa
terimakasih bp fauziii,, bermanfaat :) :D
ReplyDeletemohon izi copy-paste sebagai bahan referensi tesis. Terimakasih, sangat bermanfaat
ReplyDeletemohon izin copy-paste sebagai bahan referensi tesis. Terimakasih, sangat bermanfaat.
ReplyDeleteSemoga kebaikan Anda dibalas oleh Allah SWT dengan berlipat ganda kebaikan dan kemudahan dlm menghadapi masalah.