BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar merupakan suatu tindakan dan perilaku siswa yang sangat kompleks dalam mencari dan menerima suatu ilmu pengetahuan. Dalam belajar terdapat interaksi antara guru (pendidik) dengan siswa (peserta didik) untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan tercapai jika penerapan pembelajaran sesuai dengan kondisi peserta didik yang beragam.
Banyak teori – teori belajar yang bermunculan seperti behavioristik, kontruktivistik, kognitif, humanistic dan lain – lian dengan tokoh – tokoh pencetus yang berbeda. Teori – teori tersebut tentunya menpunyai kelemahan atau kelebihan yang berbeda satu sama lain. Kelemahan atau pun kelebihan dari teori-teori tersebut bukan lah sebuah persoalan yang harus diperdebatkan.
Seperti contoh, teori belajar behavioristik salah satunya yang lebih melaksanakan keteraturan artinya bahwa pelajar diharapkan pada aturan-aturan yang jelas dan pembiasaan disiplin sangat esensial. Berbeda dengan teori belajar kontruktivistik sebaliknya bahwa pelajar sifatnya dibebaskan kepada lingkungan yang bebas.
Dalam tulisan ini akan diterangkan lebih lanjut tentang bagaimana teori-teori belajar yang timbul dalam dunia pendidikan, perbedaannya serta implikasinya terhadap kehidupan pendidikan sehari – hari.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian teori –teori Behavioristik, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik beserta siapa saja tokoh penggagasnya ?
2. Bagaimana perbedaan dan pengertian dari jenis teori behavioristik, Respondent Conditioning, Operant Conditioning, Observation Learning atau Social-Cognitive Learning beserta hukum – hukumnya?
3. Bagaimana pengertian dari teori belajar perkembangan kognitif, teori kognisi social dan teori pemrosesan diri?
4. Apa saja contoh kongkrit untuk konteks siswa SMP atau SMA dari pemahaman teori belajar konstruktif dan humanism?
5. Bagaimana implementasinya dalam proses pembelajaran nyata disekolah, kecenderungan penggunaan teori belajar apa yang sering kali dilakukan oleh guru?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian teori –teori Behavioristik, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik beserta siapa saja tokoh penggagasnya.
2. Menjelaskan perbedaan dan pengertian dari jenis teori behavioristik, Respondent Conditioning, Operant Conditioning, Observation Learning atau Social-Cognitive Learning beserta hukum – hukumnya.
3. Menjelaskan pengertian dari teori belajar perkembangan kognitif, teori kognisi social dan teori pemrosesan diri.
4. Menyebutkan contoh kongkrit untuk konteks siswa SMP atau SMA dari pemahaman teori belajar konstruktif dan humanism.
5. Menguraikan implementasinya dalam proses pembelajaran nyata disekolah, kecenderungan penggunaan teori belajar apa yang sering kali dilakukan oleh guru.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Behavioristik, Kognitif, Konstruktivistik dan Humanistik
a. Teori belajar Behavioristik
Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fifik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori Behavioristik:
1. Mementingkan faktor lingkungan
2. Menekankan pada faktor bagian
3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
4. Sifatnya mekanis
5. Mementingkan masa lalu
b. Teori Belajar Kontruktivistik
Pembelajaran konstruktivistik merupakan pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam menggali pengetahuan serta upaya dalam mengkonstruksi pengalaman. Dalam proses belajarnya pun, memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar peserta didik atau siswa termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan.
Selanjutnya beberapa aspek konstruktivistik menurut Fornot adalah sebagai berikut:
(1) adaptasi (adaptation), (2) konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan (3) pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget diperbarui yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Proses asimilasi akan terus berjalan dan tidak akan menyebabkan perubahan atau pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Karena asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru.
Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Penyebabnya dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman barunya dengan skemata yang telah dipunyai, karena pengalaman barunya sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.
Bagi Piaget, adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Karena bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Proses asimilasi akan terus berjalan dan tidak akan menyebabkan perubahan atau pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Karena asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru.
Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Penyebabnya dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman barunya dengan skemata yang telah dipunyai, karena pengalaman barunya sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada.
Bagi Piaget, adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Karena bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan.
c. Teori Kognitif
Dalam tahun 1980-an, konsep kognisi, sebagian besarnya mewarnai konsep sikap. Istilah "kognisi" digunakan untuk menunjukan adanya proses mental dalam diri seseorang sebelum melakukan tindakan. Teori kognisi kontemporer memandang manusia sebagai agen yang secara aktif menerima, menggunakan, memanipulasi, dan mengalihkan informasi. Kita secara aktif berpikir, membuat rencana, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Manusia memproses informasi dengan cara tertentu melalui struktur kognitif yang diberi istilah "schema" (Markus dan Zajonc, 1985 ; Morgan dan Schwalbe, 1990; Fiske and Taylor, 1991). Struktur tersebut berperan sebagai kerangka yang dapat menginterpretasikan pengalaman-pengalaman sosial yang kita miliki. Jadi struktur kognisi bisa membantu kita mencapai keterpaduan dengan lingkungan, dan membantu kita untuk menyusun realitas sosial. Sistem ingatan yang kita miliki diasumsikan terdiri atas struktur pengetahuan yang tak terhitung jumlahnya.
Intinya, teori-teori kognitif memusatkan pada bagaiamana kita memproses informasi yang datangnya dari lingkungan ke dalam struktur mental kita Teori-teori kognitif percaya bahwa kita tidak bisa memahami perilaku sosial tanpa memperoleh informasi tentang proses mental yang bisa dipercaya, karena informasi tentang hal yang obyektif, lingkungan eksternal belum mencukupi.
d. Teori Belajar Humanistik
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. \proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
1. Proses pemerolehan informasi baru,
2. Personalia informasi ini pada individu.
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
2.2 Tiga Teori Behavioristik, Respondent Conditioning, Operant Conditioning, dan Observational Learning atau Social – Cognitive Learning
a. Respondent Conditioning
Teori belajar Respondent Conditioning (pengkondisian respon) diperkenalkan oleh Pavlov, yang didasarkan pada pemikiran bahwa perilaku atau tingkah laku
merupakan respon yang dapat diamati dan diramalkan. Guy R. Lefrancois (1985)
menjelaskan bahwa kondisi tertentu (yang disebut stimuli atau rangsangan) dapat
mempengaruhi individu dan membawanya ke arah perilaku (respon) yang
diharapkan. Keterpakuannya pada perilaku yang aktual dan yang dapat diamati atau
terukur itu yang menyebabkan teori ini digolongkan ke dalam teori behaviorisme.
Fisiolog Pavlov (1849-1936) mengkaji stimuli (rangsangan tak bersyarat) yang
secara spontan memanggil respon. Stimuli di lingkungan misalnya sorotan lampu
memancing respon refleks. Respon, berupa refleks yang terpancing stimuli, disebut
responden. Responden (respon tak bersyarat) muncul di luar kendali kemauan bebas
seseorang. Hubungan rangsangan bersyarat dengan respon itu spontan, bukan hasil
belajar. Namun perilaku refleks dapat muncul sebagai respon atas stimuli yang
sebenarnya tidak otomatis memancing respon. Melalui conditioning, stimuli netral
(netral spontan) memancing refleks namun sengaja dibuat agar mampu memancing
respon refleks. Bila satu stimuli menghasilkan respon, maka stimuli kedua yang tidak
relevan dihadirkan serempak dengan stimuli pertama, dan akhirnya respon tadi
muncul tanpa perlu menghadirkan stimuli pertama. Contohnya adalah, apabila lampu
disorotkan ke mata, pupil mata menyempit. Jika lonceng dibunyikan tiap kali lampu
disorotkan ke mata, bunyi lonceng saja membuat pupil mata menyempit. Pebelajar
terkondisi oleh bunyi lonceng. Pengkondisian melemah kemudian sirna, jika secara
berulang individu mendengar lonceng tanpa sorotan lampu. Setelah stimuli netral
(bunyi lonceng berulang-ulang) dipasangkan pada stimuli efektif (sorot lampu),
maka stimuli netral akan membuahkan respon yang sama dengan yang dimunculkan
oleh stimuli efektif.
merupakan respon yang dapat diamati dan diramalkan. Guy R. Lefrancois (1985)
menjelaskan bahwa kondisi tertentu (yang disebut stimuli atau rangsangan) dapat
mempengaruhi individu dan membawanya ke arah perilaku (respon) yang
diharapkan. Keterpakuannya pada perilaku yang aktual dan yang dapat diamati atau
terukur itu yang menyebabkan teori ini digolongkan ke dalam teori behaviorisme.
Fisiolog Pavlov (1849-1936) mengkaji stimuli (rangsangan tak bersyarat) yang
secara spontan memanggil respon. Stimuli di lingkungan misalnya sorotan lampu
memancing respon refleks. Respon, berupa refleks yang terpancing stimuli, disebut
responden. Responden (respon tak bersyarat) muncul di luar kendali kemauan bebas
seseorang. Hubungan rangsangan bersyarat dengan respon itu spontan, bukan hasil
belajar. Namun perilaku refleks dapat muncul sebagai respon atas stimuli yang
sebenarnya tidak otomatis memancing respon. Melalui conditioning, stimuli netral
(netral spontan) memancing refleks namun sengaja dibuat agar mampu memancing
respon refleks. Bila satu stimuli menghasilkan respon, maka stimuli kedua yang tidak
relevan dihadirkan serempak dengan stimuli pertama, dan akhirnya respon tadi
muncul tanpa perlu menghadirkan stimuli pertama. Contohnya adalah, apabila lampu
disorotkan ke mata, pupil mata menyempit. Jika lonceng dibunyikan tiap kali lampu
disorotkan ke mata, bunyi lonceng saja membuat pupil mata menyempit. Pebelajar
terkondisi oleh bunyi lonceng. Pengkondisian melemah kemudian sirna, jika secara
berulang individu mendengar lonceng tanpa sorotan lampu. Setelah stimuli netral
(bunyi lonceng berulang-ulang) dipasangkan pada stimuli efektif (sorot lampu),
maka stimuli netral akan membuahkan respon yang sama dengan yang dimunculkan
oleh stimuli efektif.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985).
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang didinkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kin sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
b. Operant Conditioning
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan.
Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.
Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :
Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut “skinner box”, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yangdapat diatur nyalanya, dan lantai yanga dapat dialir listrik. Karena dorongan lapar tikus beruasah keluar untuk mencari makanan. Selam tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.
Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner mengatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Beberapa prinsip Skinner antara lain :
- Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika bebar diberi penguat.
- Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
- Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
- Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untukmenghindari adanya hukuman.
- dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri.
- Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
- Dalam pembelajaran digunakan shaping.
c. Observational Learning atau Social-Cognitive Learning
Perhatikan beberapa kejadian berikut ini sebagai contoh teori belajar pengamatan atau teori belajar sosio-kognitif. Seorang anak memergoki ayahnya memeluk ibu ketika sang ayah pulang kerja. Tampak betapa ayah-ibu bergembira dan berwajah cerah. Sewaktu adiknya berlega hati meminjamkan mainan baru, anak itu berterimakasih dengan mencium pipi si adik. Pertama kali menyimak dialog di TV Help me, please! pengamatan itu. Ketika bica
aku main, please please kejadian tersebut merupakan contoh belajar sekedar coba-coba meniru dan berhasil? Apakah kebetulan saja anak menyimak dan tertarik pada pengamatannya? Contoh di atas adalah perilaku wajar dan dapat diterima dalam pergaulan rumah tangga. Bahkan itu dipandang sebagai perilaku antarpribadi yang diharapkan ditempuh guna mengungkap keakraban dan kebutuhan saling peduli. Contoh itu disebut imitasi atau peniruan, yang pada teori belajar sosial dipandang sebagai pusat atau sumber dari proses – proses sosialisasi.
Proses belajar yang bersangkut-paut dengan peniruan disebut belajar observasi (observational learning). Albert Bandura (1969) menjelaskan bahwa berlajar observasi merupakan sarana dasar untuk memperoleh perilaku baru atau mengubah pola perilaku yang sudah dikuasai. Belajar observasi biasa juga disebut belajar sosial (social learning) karena yang menjadi obyek observasi pada umumnya perilaku belajar orang lain. Belajar sosial mencakup belajar berperilaku yang diterima dan diharapkan publik agar dikuasai individu. Di dalam belajar sosial, berlangsung proses belajar berperilaku yang tidak diterima publik. Perilaku yang diterima secara sosial itu bervariasi sesuai budaya, sub-budaya dan golongan masyarakat. Masyarakat menghendaki setiap orang mampu menempatkan diri sesuai usia, kedudukan, pendidikan dan jenis kelamin dalam konteks relasi antar pribadi. Hal ini berkenaan dengan penyikapan diri di hadapan orang lain.
aku main, please please kejadian tersebut merupakan contoh belajar sekedar coba-coba meniru dan berhasil? Apakah kebetulan saja anak menyimak dan tertarik pada pengamatannya? Contoh di atas adalah perilaku wajar dan dapat diterima dalam pergaulan rumah tangga. Bahkan itu dipandang sebagai perilaku antarpribadi yang diharapkan ditempuh guna mengungkap keakraban dan kebutuhan saling peduli. Contoh itu disebut imitasi atau peniruan, yang pada teori belajar sosial dipandang sebagai pusat atau sumber dari proses – proses sosialisasi.
Proses belajar yang bersangkut-paut dengan peniruan disebut belajar observasi (observational learning). Albert Bandura (1969) menjelaskan bahwa berlajar observasi merupakan sarana dasar untuk memperoleh perilaku baru atau mengubah pola perilaku yang sudah dikuasai. Belajar observasi biasa juga disebut belajar sosial (social learning) karena yang menjadi obyek observasi pada umumnya perilaku belajar orang lain. Belajar sosial mencakup belajar berperilaku yang diterima dan diharapkan publik agar dikuasai individu. Di dalam belajar sosial, berlangsung proses belajar berperilaku yang tidak diterima publik. Perilaku yang diterima secara sosial itu bervariasi sesuai budaya, sub-budaya dan golongan masyarakat. Masyarakat menghendaki setiap orang mampu menempatkan diri sesuai usia, kedudukan, pendidikan dan jenis kelamin dalam konteks relasi antar pribadi. Hal ini berkenaan dengan penyikapan diri di hadapan orang lain.
seakrab apapun sikap guruterhadap peserta didik ataiu pelajar,
peserta didik menahan diri untuk berperilaku polos, dan bebas pada gurunya. Paling tidak ada rasa segan yang membatasi peserta didik, dan guru bersikap apa adanya dalam pergaulan mereka. Pada masyarakat demokratis perilaku sosial seseorang diselaraskan dengan peran yang dipikul. Hal ini berkaitan dengan harapan sosial agar orang berperilaku sesuai dengan peran sosial. Pergaulan sosial yang selaras antara lawan jenis kelamin sangat tergantung pada pola berperilaku yang dipandang sesuai dengan budaya yang berlaku di masyarakat, tetapi masih terdapat perbedaan pada kelompok usia dan karakteristiknya.
peserta didik menahan diri untuk berperilaku polos, dan bebas pada gurunya. Paling tidak ada rasa segan yang membatasi peserta didik, dan guru bersikap apa adanya dalam pergaulan mereka. Pada masyarakat demokratis perilaku sosial seseorang diselaraskan dengan peran yang dipikul. Hal ini berkaitan dengan harapan sosial agar orang berperilaku sesuai dengan peran sosial. Pergaulan sosial yang selaras antara lawan jenis kelamin sangat tergantung pada pola berperilaku yang dipandang sesuai dengan budaya yang berlaku di masyarakat, tetapi masih terdapat perbedaan pada kelompok usia dan karakteristiknya.
Diterima atau tidak diterimanya perilaku sosial ditentukan oleh situasiantempat. Perilaku di tempat pekerjaan tentu lebih formal. Seorang atasan dikunjungitafnya di rumah akan memperlakukan stafnya sebagai seorang tamu yang haruslebih dihargai karena posisi sebagai tamu itu. Contoh ini menunjukkan bahwa socialearning mengkaji rangkaian perilaku yang dapat diterima secara sosial dalamkondisi apa saja. Belajar meniru disebut belajar observasi (observation learning),yang meliputi aktifitas menguasai respon baru atau mengubah respon lama sebagaihasil dari mengamati perilaku model.
2.3 Teori – teori belajar kognitif, (teori perkembangan kogintif, teori kognisi social dan teori pemrosesan informasi.
a. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia:
- Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)
- Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)
- Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun)
Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa
Teori kognitif sosial, yang dikembangkan oleh Albert Bandura, didasarkan atas proposisi bahwa baik proses sosial maupun proses kognitif adalah sentral bagi pemahaman mengenai motivasi, emosi, dan tindakan manusia.
Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menjelaskan pemrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali pengetahuan dari otak (Slavin, 2000: 175). Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang memperoleh sejumlah informasi dan dapat diingat dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu perlu menerapkan suatu strategi belajar tertentu yang dapat memudahkan semua informasi diproses di dalam otak melalui beberapa indera.
Komponen pertama dari sistem memori yang dijumpai oleh informasi yang
masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan menerima sejumlah besar informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang disimpan dalam register penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang.Keberadaan register penginderaan mempunyai dua implikasi penting dalam pendidikan. Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran,
Interpretasi seseorang terhadap rangsangan dikatakan sebagai persepsi. Persepsi dari stimulus tidak langsung seperti penerimaan stimulus, karena persepsi dipengaruhi status mental, pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan lain lain. Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapat perhatian, akan ditransfer ke komponen kedua dari sistem memori, yaitu memori jangka pendek. Memori jangka pendek adalah sistem penyimpanan informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam beberapa detik. Satu cara untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek adalah memikirkan tentang informasi itu atau mengungkapkannya berkali-kali. Guru mengalokasikan waktu untuk pengulangan selama mengajar.
Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat menyimpan informasi untuk periode panjang. Tulving (1993) dalam (Slavin, 2000: 181) membagi memori jangka panjang menjadi tiga bagian, yaitu memori episodik, yaitu bagian memori jangka panjang yang menyimpan gambaran dari pengalaman-pangalaman pribadi kita, memori semantik, yaitu suatu bagian dari memori jangka panjang yang menyimpan fakta dan pengetahuan umum, dan memori prosedural adalah memori yang menyimpan informasi tentang bagaimana melakukan sesuatu.
Komponen pertama dari sistem memori yang dijumpai oleh informasi yang
masuk adalah registrasi penginderaan. Registrasi penginderaan menerima sejumlah besar informasi dari indera dan menyimpannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari dua detik. Bila tidak terjadi suatu proses terhadap informasi yang disimpan dalam register penginderaan, maka dengan cepat informasi itu akan hilang.Keberadaan register penginderaan mempunyai dua implikasi penting dalam pendidikan. Pertama, orang harus menaruh perhatian pada suatu informasi bila informasi itu harus diingat. Kedua, seseorang memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran,
Interpretasi seseorang terhadap rangsangan dikatakan sebagai persepsi. Persepsi dari stimulus tidak langsung seperti penerimaan stimulus, karena persepsi dipengaruhi status mental, pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan lain lain. Informasi yang dipersepsi seseorang dan mendapat perhatian, akan ditransfer ke komponen kedua dari sistem memori, yaitu memori jangka pendek. Memori jangka pendek adalah sistem penyimpanan informasi dalam jumlah terbatas hanya dalam beberapa detik. Satu cara untuk menyimpan informasi dalam memori jangka pendek adalah memikirkan tentang informasi itu atau mengungkapkannya berkali-kali. Guru mengalokasikan waktu untuk pengulangan selama mengajar.
Memori jangka panjang merupakan bagian dari sistem memori tempat menyimpan informasi untuk periode panjang. Tulving (1993) dalam (Slavin, 2000: 181) membagi memori jangka panjang menjadi tiga bagian, yaitu memori episodik, yaitu bagian memori jangka panjang yang menyimpan gambaran dari pengalaman-pangalaman pribadi kita, memori semantik, yaitu suatu bagian dari memori jangka panjang yang menyimpan fakta dan pengetahuan umum, dan memori prosedural adalah memori yang menyimpan informasi tentang bagaimana melakukan sesuatu.
3.4 Contoh dari pemahaman teori belajar konstruktif dan humanistic
Contoh dari teori belajar konstruktif. bahwa sifat pengetahuannya selalu berubah, sedangkan cara belajar peserta didik dengan pemahaman pengetahuan bukan memperoleh pengetahuan dan pelajar bisa memiliki pemahaman yang berbeda dari gurunya. Beberapa kelebihan pembelajaran konstruktivistik
a. Tujuan pembelajaran ditekankan pada belajar bagaimana belajar
b. mengutamakan proses,
c. Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan peserta didik atau siswa,
d. Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna.
b. mengutamakan proses,
c. Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan peserta didik atau siswa,
d. Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna.
Contoh dari teori belajar humanistic. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.
3.5 Implementasi Terhadap Proses Pembelajaran Nyata di Sekolah
Dari hasil observasi ke sekolah swasta SMA Karya Pembangunan Bandung di dapatka bahwa, guru tidak memahami tentang teori – teori pembelajaran, tetapi pada dasarnya dilihat dari hasil wawancara kami dapat bahwa si pendidik lebih memperankan siswa (Student Center), sesekali pelajar dihadapkan pada lingkungan yang bebas (Out Door) dan perolehan pengetahuan tidak hanya dari pendidik saja. Dapat disimpulkan bahwa pendidik tersebut lebih cenderung memakai teori humanistic.
BAB III
SIMPULAN
SIMPULAN
1. Pembelajaran konstruktivistik merupakan suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, dimana pembelajarannya menekankan pada proses dan pemahaman serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berpendapat.
2. Pada teori pembelajaran Humanistik Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendir
3. Pembelajaran Behavioristik Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Landasan Kependidikan: Prof. Dr. Made Pidarta
Landasan Kependidikan: Prof. Dr. Made Pidarta
http://rismarnawati.wordpress.com/2008/11/03/teori-operant-conditioning/
Trimanjuniarso.wordpress.com
Blogspot (Dina Gasong, Mahasiswa Teknologi Pendidikan, PPs UNJ)
No comments:
Write komentar