Shalat Tahajjud
Sholat
sunnah yang dilaksanakan di waktu malam hari, memiliki sejumlah nama. Ia bisa
disebut qiyamul lail sesuai dengan pelaksanaan waktunya malam hari, sholat
tahajjud kalau dilaksanakan setelah tidur dahulu, karena kata tahajjud dalam
bahasa Arab berarti bergadang, atau sholat witir karena jumlah rakaatnya
ganjil.
Jadi kalau
ada pendapat yang menyatakan bahwa sholat tahajjud boleh dilaksanakan sebelum
tidur, pendapat tersebut adalah benar karena inti dari sholat tahajud dan
qiyamul lail adalah sama. Hanya saja secara bahasa mungkin kurang tepat. Meskipun sholat malam boleh dilaksanakan sebelum tidur –setelah pelaksanan sholat Isya-, akan tetapi waktu yang paling utama untuk melaksanakan sholat malam atau tahajjud ini adalah sepertiga malam terakhir atau menjelang fajar. Hal tersebut berdasrakan sejumlah hadit, antara lain;




***
A. Sholat
tahajjud lebih diutamakan dilaksanakan pada pertengahan atau sepertiga malam
terakhir, Hal tersebut berdasarkan sejumlah hadis antara lain : 

B. Sholat Tahajud diperbolehkan dilaksanakan secara berjama’ah dan imam diperbolehkan untuk mengeraskan bacaannya sebagaimana dalam pelaksanaan sholat qiyam Ramadhan, Hanya saja para ulama mensyaratkan bahwa pelaksanaan sholat malam secara berjamah agar tidak dijadikan suatu kebiasaan dan tidak boleh di tempat yang terkenal dan hal tersebut dilakukan karena kebetulan saja.

C. Sholat yang dilakukan oleh orang tersebut adalah sah. Hanya yang perlu anda ketahui adalah banyak sekali pemahaman yang salah mengenai masalah ini. Sebenarnya para ulama tidak membeda-bedakan antara Qiyamul Lail, tahajjud, dan sholat witir. Dinamakan sholat malam, karena memang pelakasannannya adalah malam hari. Disebut tahajjud karena pelaksanaannya dilakukan setelah bangun tidur (tahjjud dalam bahsa arab berarti bergadang) sedang dinamakan sholat witir karena memang jumlah rakaatnya ganjil.
***
Tahajjud
Berjamaah
Kalau kita membolak-balik kitab-kitab fiqih dari setiap mazhab, maka kita mendapati bahwa ternyata para ulama memang berbeda pendapat tentang masalah shalat tahajuud berjamaah ini. Sebagian mereka memakruhkannya dan sebagian lagi membolehkannya.
Diantara pendapat yang memakruhkan shalat tahajjud dengan berjamaah adalah para ulama dari kalangan Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi`iyah. Mereka berpendapat bahwa ijtima` (berkumpulnya) manusia untuk menghidupkan malam hanya dibenarkan untuk shalat tarawih di bulan Ramadhan. Di luar itu menurut mereka disunnahkan untuk melakukannya dengan secara sendiri sendiri.
Namun sebaliknya, para ulama dari kalangan Al-Hanabilah membolehkan untuk melakukan shalat tahajjud dengan cara berjamaah yang terdiri dari banyak orang. Meski demikian, mereka tetap membolehkan untuk melakukannya dengan sendiri-sendiri.
Hal itu karena Rasulullah SAW pernah melakukannya dengan berjamaah dan juga pernah melakukannya dengan sendiri.
Namun bila dihitug-hitung, memang benar bahwa frekuensi dimana Rasulullah SAW shalat tahajjud sendirian lebih banyak dibadingkan dengan berjamaah. Rasulullah SAW pernah melakukannya sekali dengan Huzaifah, sekali dengan Ibnu Abbas, dan sekali dengan Anas dan ibunya.
Sehingga Al-Malikiyah memberikan kesimpulan bahwa bila jamaah shalat tahajjud itu tidak terlalu banyak dan bukan di tempat yang masyhur, hukumnya boleh tanpa karahah. Sedangkan bila ada dalil yang yang membid’ahkan untuk menghidupkan malam dengan shalat tahajjud berjamaah, maka hukumnya tidak tidak dianjurkan. Seperti shalat tahajjud berjamaah pada malam nisfu sya’ban atau malam asyuro’.
Sedangkan untuk membid’ahkannya, para ulama tidak ada yang sampai melakukannya, kecuali hanya memakruhkan saja. Karena tuduhan bid’ah itu lumayan dahsyat sehingga biasanya para ulama tidak terlalu mudah untuk mengeluarkannya kecuali memang benar-benar sudah melampaui batas. Apalagi masih ada riwayat dimana Rasulullah SAW pernah berjamaah ketika melakukan shalat tahajjud.
Semoga kita semua terhindar dari fitnah lisan dan dari sikap terlalu mudah membid’ahkan orang lain sebelum mendapatkan ilmu dan keterangan yang yakin.
No comments:
Write komentar