Pertemuan
3
Adzan Sebelum Shalat
A. Perngertian Adzan
Adzan dari segi bahasa berarti pengumuman, permakluman atau
pemberitahuan. Sebagaimana ungkapan yang digunakan ayat Al-Quran Al-Kariem
berikut ini :
وَأَذَانٌ
مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الْحَجِّ الاكْبَرِ أَنَّ اللَّهَ
بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ فَإِنْ تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ
وَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللَّهِ وَبَشِّرِ
الَّذِينَ كَفَرُوا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
Dan suatu permakluman daripada Allah dan Rasul-Nya kepada umat
manusia pada hari haji akbar bahwa sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas
diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu bertobat, maka bertaubat
itu lebih baik bagimu. dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada
orang-orang kafir siksa yang pedih.(QS. At-Taubah : 3)
Selain itu, adzan juga bermakna seruan atau
panggilan. Makna ini digunakan ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam diperintahkan
untuk memberitahukan kepada manusia untuk melakukan ibadah haji.
وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ
يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
Dan panggillah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang
dari segenap penjuru yang jauh. (QS. Al-Hajj : 27)
Sedangkan secara syariat, definisi adzan adalah
perkataan tertentu untuk memberitahukan masuknya waktu shalat yang fardhu.[1]
Sedangkan dalam kitab Nailul Authar
disebutkan definisi adzan yaitu pengumuman atas waktu shalat dengan lafaz-lafaz
tertentu.
B. Pensyariatan Adzan
Adzan disyariatkan dalam Islam atas dasar dalil dari
al-Quran, As-sunnah dan ijma` para ulama.
§
Dalil dari Al-Quran
وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ
اتَّخَذُوهَا هُزُوًا وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لا يَعْقِلُونَ
Dan apabila kamu menyeru untuk shalat, mereka menjadikannya buah
ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum
yang tidak mau mempergunakan akal. (QS. Al-Maidah : 58)
§
Dalil dari sunnah :
وَعَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ t قَالَ : قَالَ لَنَا اَلنَّبِيُّ r وَإِذَا حَضَرَتِ اَلصَّلاَةُ فَلْيُؤَذِّنْ
لَكُمْ أَحَدُكُمْ أَخْرَجَهُ
اَلسَّبْعَةُ
Dari Malik bin Huwairits radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami,"Bila waktu shalat telah
tiba, hendaklah ada dari kamu yang beradzan".(HR.
Bukhari dan Muslim)
عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ
عَبْدِ رَبِّهِ t قَالَ: طَافَ بِي -وَأَنَا نَائِمٌ- رَجُلٌ
فَقَالَ: تَقُولُ: "اَللَّهُ أَكْبَرَ اَللَّهِ أَكْبَرُ, فَذَكَرَ اَلاذَانَ
- بِتَرْبِيع اَلتَّكْبِيرِ بِغَيْرِ تَرْجِيعٍ, وَالاقَامَةَ فُرَادَى,
إِلاَّ قَدْ قَامَتِ اَلصَّلاةُ - قَالَ: فَلَمَّا أَصْبَحْتُ أَتَيْتُ رَسُولَ
اَللَّهِ r فَقَالَ: "إِنَّهَا لَرُؤْيَا
حَقٍّ..."
Dari Abdullah bin Zaid bin
Abdirabbihi berkata,”Ada
seorang yang mengelilingiku dalam mimpi dan berseru : “Allahu akbar alahu
akbar”, dan (beliau) membacakan adzan dengan empat takbir tanpa tarji’, dan
iqamah dengan satu-satu, kecuali qad qamatishshalah”. Paginya Aku datangi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda,"Itu adalah mimpi yang
benar, Insya Allah. Pergilah kepada Bilal dan sampaikan apa yang kamu lihat
dalam mimpi. Sesungguhnya Bilal itu suaranya lebih terdengar dari
suaramu". (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Selain itu, adzan bukan hanya ditetapkan hanya dengan mimpi
sebagian shahabat saja, melainkan Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam
juga diperlihatkan praktek adzan ketika beliau diisra`kan ke langit.
Dari al-Bazzar meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam diperlihatkan dan diperdengarkan kepadanya di malam Isra`
di atas 7 lapis langit. Kemudian Jibril memintanya maju untuk mengimami
penduduk langit, dimana disana ada Adam ‘alaihissalam dan Nuh
‘alaihissalam Maka Allah menyempurnakan kemuliaannya di antara para
penduduk langit dan bumi.
Namun hadits ini riwayatnya teramat lemah dan gharib.
Riwayat yang shahih adalah bahwa adzan pertama kali berkumandang di Madinah
sebagaimana hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Muslim.
C. Keutamaan Adzan
Adzan memiliki keutamaan yang besar sehingga andai saja
orang-orang tahu keutamaan pahala yang didapat dari mengumandangkan Adzan,
pastilah orang-orang akan berebutan. Bahkan kalau berlu mereka melakukan undian
untuk sekedar bisa mendapatkan kemuliaan itu. Hal itu atas dasar hadits nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ tأَنَّ رَسُوْلَ اللهِ rقَالَ لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فيِ الاآذَانِ
وَالصَّفِ الأَوَّلِ ثُمَّ لمَ ْيَجِدُوا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوا
رواه البخاري وغيره
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,"Seandainya orang-orang tahu keutamaan adzan dan
berdiri di barisan pertama shalat (shaff), dimana mereka tidak bisa
mendapatkannya kecuali harus mengundi, pastilah mereka mengundinya di antara
mereka.."(HR. Bukhari)
Selain itu, ada keterangan yang menyebutkan bahwa
nanti di akhirat, orang yang mengumandangkan adzan adalah orang yang
mendapatkan keutamaan dan kelebihan. Di dalam hadits lainnya disebutkan :
عَنْ مُعَاوِيَةَ t أَنَّ النّبِيَّ rقَالَ: إِنَّ المُؤَذِّنِيْنَ أَطْوَلُ النَّاسِ
أَعْنَاقًا يَوْمَ القِيَامَةِ رواه
أحمد ومسلم وابن ماجه
Dari Muawiyah radhiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Orang yang
adzan (muazzin) adalah orang yang paling panjang lehernya di hari kiamat".
(HR. Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah)
Bahkan menurut Asy-syafi`iyah dan Al-Hanabilah,
menjadi muazzin (orang yang mengumandangkan adzan) lebih tinggi kedudukannya
dari pada imam shalat. Dalilnya adalah ayat Quran berikut ini :
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً ِمَّنْ
دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang menyerah diri?"(QS.
Fushshilat : 33)
Menurut mereka, makna dari menyeru kepada Allah di dalam
ayat ini adalah mengumandangkan adzan. Berarti kedudukan mereka paling tinggi
dibandingkan yang lain.
Namun pendapat sebaliknya datang dari Al-Hanafiyah, dimana
mereka mengatakan bahwa kedudukan imam shalat lebih utama dari pada kedudukan
orang yang mengumandangkan Adzan. Alasannya adalah bahwa Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam dan para khulafaur-rasyidin dahulu adalah imam
shalat dan bukan orang yang mengumandangkan adzan (muadzdzin). Jadi
masuk akal bila kedudukan seorang imam shalat lebih tinggi dari kedudukan
seorang muadzdzin.
D. Hukum Adzan
Hukum adzan menurut jumhur ulama selain al-Hanabilah adalah sunnah
muakkadah, yaitu bagi laki-laki yang
dikerjakan di masjid untuk shalat wajib 5 waktu dan juga shalat Jumat.[2]
Sedangkan selain untuk shalat tersebut, tidak disunnahkan
untuk mengumandangkan adzan, misalnya shalat Iedul Fithri, shalat Iedul Adha,
shalat tarawih, shalat jenazah, shalat gerhana dan lainnya. Sebagai gantinya
digunakan seruan dengan lafaz "Ash-shalatu jamiatan" (الصلاة جامعة). Sebagaimana
dijelaskan di dalam hadits berikut :
Dari Abdullah bin Amru
radhiyallahu ‘anhu bahwa telah terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka kepada orang-orang diserukan :
"Ash-shalatu Jami`atan".(HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan bagi jamaah shalat wanita, yang dianjurkan
hanyalah iqamat saja tanpa adzan menurut As-Syafi`iyah dan Al-Malikiyah. Oleh
sebab untuk menghindari fitnah dengan suara adzan wanita. Bahkan iqamat pun
dimakruhkan oleh al-Hanafiyah.
E. Syarat Adzan
Untuk dibenarkannya adzan, maka ada beberapa syarat yang
harus terpenuhi sebelumnya. Diantara syarat-syarat adzan adalah :
a. Telah masuk waktu shalat
Bila seseorang mengumandangkan adzan sebelum masuk waktu
shalat, maka Adzannya itu haram hukumnya sebagaimana telah disepakati oleh para
ulama. Dan bila nanti waktu shalat tiba, harus diulang lagi Adzannya.
Kecuali adzan shubuh yang memang pernah dilakukan 2 kali di
masa Rasulllah shallallahu ‘alaihi wasallam. adzan yang pertama sebelum
masuk waktu shubuh, yaitu pada 1/6 malam yang terakhir. Dan adzan yang kedua
adalah adzan yang menandakan masuknya waktu shubuh. Yaitu pada saat fajar
shadiq sudah menjelang.
b. Harus dengan bahasa arab
Adzan yang dikumandangkan dalam bahasa selain arab tidak sah.
Sebab adzan adalah praktek ibadah yang bersifat ritual, bukan semata-mata
panggilan atau menandakan masuknya waktu shalat.
c. Dilakukan oleh satu orang
Bila adzan dilakukan dengan cara sambung menyambung antara
satu orang dengan orang lainnya dengan cara bergantian, maka hal itu tidak sah.
Sedangkan mengumandangkan adzan dengan beberapa suara vokal secara berberengan,
dibolehkan hukumnya dan tidak dimakruhkan sebagaimana dikatakan Ibnu Abidin.
Hal ini pertama kali dilakukan oleh Bani Umayyah.
d. Yang mengumandangkannya
harus seorang muslim, laki-laki, akil dan baligh.
Adzan tidak sah bila dikumandangkan oleh non muslim,
wanita, orang tidak waras atau anak kecil. Sebab mereka semua bukan orang yang
punya beban ibadah.
Bahkan Al-Hanafiyah mensyaratkan bahwa orang itu tidak boleh
fasik, bila sudah terjadi maka harus diulangi oleh orang lain yang tidak fasik.
Al-Malikiyah mengatakan bahwa dia harus adil.
e. Harus tertib lafaznya
Tidak boleh terbolak balik dalam mengumandangkan Adzan.
Namun para ulama sepakat bahwa untuk mengumandangkan adzan tidak disyaratkan
harus punya wudhu` juga tidak diharuskan menghadap kiblat, juga tidak
diharuskan berdiri. Hukum semua itu hanya sunnah saja, tidak menjadi syarat sahnya
adzan.
Disunnahkan orang yang mengumandangkan adzan juga orang yang
mengumandangkan iqamat. Namun bukan menjadi keharusan yang mutlak, lantaran di
masa Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam, Bilal radhiyallahu ‘anhu
mengumandangkan adzan dan yang mengumandangkan iqamat adalah Abdullah
bin Zaid, shahabat Nabi yang pernah bermimpi tentang adzan. Dan hal itu
dilakukan atas perintah nabi juga. [3]
F. Sunnah Adzan
Hal-hal yang disunnahkan dalam masalah adzan adalah berikut
ini :
a. Yang
mengumandangkan adzan dianjurkan orang yang bersuara lantang dan bagus. Juga
merupakan orang yang shalih, terpercaya, mengetahui waktu-waktu shalat dengan
baik dan sudah akil baligh.
b. Dilakukan
di tempat yang tinggi dekat masjid agar bisa lebih jauh terdengar.
c. Dilakukan
dengan berdiri dan dalam kondisi berwudhu`. Juga dianjurkan untuk meletakkan
jarinya di telinganya agar kuat bersuara lantang. Juga disunnahkan menghadap ke
kiblat kecuali pada lafaz Hayya `alash shalah dan hayya `alal falah,
disunnahkan untuk memalingkan badan ke kanan dan ke kiri tanpa menggeser
kakinya. Dalilnya adalah hadits berikut ini :
وَعَنْ أَبِي جُحَيْفَةَ t قَالَ: رَأَيْتُ بِلالاً يُؤَذِّنُ وَأَتَتَبَّعُ فَاهُ هَاهُنَا
وَهَاهُنَا وَإِصْبَعَاهُ فِي أُذُنَيْهِ رَوَاهُ أَحْمَدُ وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ
Dari Abi Juhaifah radhiyallahu ‘anhu berkata,"Aku melihat
Bilal mengumandangkan adzan dan mulutnya ke kanan dan ke sana dan kesini dan kedua jarinya berada pada
kedua telinganya."(HR. Ahmad dan Tirmizy)
وَلابْنِ مَاجَهْ: وَجَعَلَ إِصْبَعَيْهِ فِي
أُذُنَيْه
Dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan : Dan dia meletakkan jarinya
berada pada telinganya.
وَلأَبِي دَاوُدَ: لَوَى عُنُقَهُ, لَمَّا
بَلَغَ "حَيَّ عَلَى اَلصّلاةِ " يَمِينًا وَشِمَالاً وَلَمْ يَسْتَدِرْ
وَأَصْلُهُ فِي اَلصَّحِيحَيْنِ
Dalam riwayat Abu Daud disebutkan : beliau memalingkan lehernya
ketika mengucapkan Hayya `alash shalah ke kanan dan ke kiri tapi tidak
berputar.
d. Dilakukan
di awal waktu shalat sehingga
orang-orang bisa melakukan shalat lebih awal.
G. Adzan Selain untuk Shalat
Dr. Wahbah Az-Zuhaily, ulama kontemporer abad 20 menuliskan
dalam kitabnya Al-Fiqhul Islami Wa Adillathu[4]
bahwa selain digunakan untuk shalat, adzan juga dikumandangkan pada beberapa
even kejadian lainnya, seperti :
a. Adzan
untuk bayi yang baru lahir, yaitu pada telinga kanan dan iqamat dikumandangkan
pada telinga kirinya.
b. Pada
waktu terjadi kebakaran
c. Pada
waktu terjadi peperangan
d. Juga
adzan dikumandangkan pada seseorang yang terkena pengaruh jin dan syetan
(kesurupan). Sebab syetan akan lari bila mendengar suara Adzan.
e. Juga
dikumandangkan di bagian belakang orang yang akan bepergian (musafir).
Namun menurut pendapat mazhab Asy-Syafi`i yang muktamad,
adzan tidak disunnahkan ketika memasukkan mayat ke dalam kuburnya. Ini berbeda
dengan praktek umumnya masyarakat di negeri ini yang melakukan pendapat
Asy-Syafiiyah yang tidak muktamad.□
[1]
Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 133
[2]
Lihat kitab Al-Muhgny jilid 1 halaman 403, kitab Kasysyaf Al-Qanna` jilid 1
halaman 267, kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 138
[3]
Lihat kitab Nailul Authar jijlid 2 halaman 57, kitab Subulus Salam jilid 1
halaman 129, kitab Al-Mughny jilid 1 halaman 415-416
[4]
Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu jilid 1 halaman 720-721
No comments:
Write komentar